Indonesia.go.id - Tajhin Ressem, Kerukunan dalam Keberagaman Ala Madura-Pontianak

Tajhin Ressem, Kerukunan dalam Keberagaman Ala Madura-Pontianak

  • Administrator
  • Minggu, 16 Juni 2019 | 17:00 WIB
TRADISI
  Kuskus Ala Maroko. Foto: Tasteofmaroc

Selain melestarikan tradisi selamatan, Tajhin Ressem dengan berbagai macam komposisi di dalamnya membawa pesan penting. Saat hasil darat berpadu dengan hasil laut. Semua melebur menjadi satu dalam belanga diikat oleh sari pati yang merekatkan semua.

Permusuhan, perseteruan, atau perkelahian, baik itu dilakukan lewat ucapan atau tindakan, adalah bagian dari kenyataan hidup sehari-hari. Ketidaknyamanan, ketersinggungan, hingga ketidaksetujuan seringkali bisa dirasakan bersama-sama walaupun tidak serta-merta.

Jika tidak ada upaya banyak orang untuk mengatasinya, maka bisa terjadi ketegangan. Jika dibiarkan berlanjut, bisa menjadi perang. Jika perang, akan ada hal yang pasti terjadi, yakni kerusakan.

Pesan menghindari kerusakan itulah yang mendasari munculnya tradisi selamatan dalam budaya Nusantara. Salah satu tradisi yang memiliki pesan paling jelas menghindari kerusakan di masyarakat adalah tradisi Tajhin Ressem.

Bubur Beragam Isi

Tajhin adalah istilah Madura untuk bubur dalam bentuk tertentu. Pengertian bubur sebenarnya tidak sepenuhnya tepat karena orang Madura juga mengenal kata ‘bhubur’ yang merujuk pada bubur. Orang Jawa dan Sunda juga mengenal istilah Tajin tetapi lebih merujuk pada bentuk sari pati beras cair yang didapat saat menanak nasi.

Sebelum menelusuri lebih jauh asal kata Tajhin, sebaiknya melihat dulu seperti apa Tajhin Ressem itu. Syarif, dari STAIN Pamekasan, dalam Jurnal Islamuna, Juni 2017, menuliskan hasil penelitiannya tentang tradisi Tajhin Ressem yang ada pada masyarakat asal Madura di Kota Pontianak, Kalimantan Barat.

Tajhin Ressem, dalam penelitian Syarif adalah bubur beras putih yang racikannya terdiri dari cincangan keladi (talas), ubi kayu, ubi rambat, jagung, kacang hijau atau kacang tanah, ikan teri, ebi-udang, telor dadar, dan irisan cabe merah.

Penyajiannya sebagian orang melengkapi dengan olahan daging sapi, opor ayam, atau udang. Tak lupa dilengkapi dengan cincangan kelapa muda. Tetapi banyak juga yang menyajikannya dalam bentuk semula adanya.

Penyajian yang beraneka macam memiliki filosofi tersendiri. Meski kadang macamnya disesuaikan dengan tingkat ekonomi atau kebiasaan masing-masing. Yang pasti, Tajhin ressem sangat unik karena memadukan beragam unsur makanan dari darat dan laut. Dari hasil bertani, beternak, dan bertangkap.

Pengaruh Timur Tengah

Tajhin Ressem sendiri dalam tradisi Madura terutama dilakukan pada bulan Sura. Bulan pertama kalender Islam yang biasa disebut juga sebagai Muharram. As-Syura adalah sebutan terdahulu yang meresap menjadi Sura dalam bahasa-bahasa Nusantara.

Tajhin Ressem padanannya dalam bahasa Madura adalah Tajhin Sorah, yang artinya tajhin yang keluar di bulan Sura. Bulan yang berkaitan dengan peristiwa As-syura atau kematian Husein bin Ali di Karbala. Bulan yang juga diyakini sebagai peristiwa Nabi Ibrahim dibakar, Nabi Yunus ditelan ikan paus, dan Nabi Yusuf ditinggal saudara-saudaranya di dasar sumur.

Pendek kata bulan Sura adalah bulan mengenang peristiwa pahit. Mengenang bencana, penderitaan, atau musibah. Karenanya di bulan Sura harus dilakukan selamatan guna menolak bala.

Kata 'ressem' sendiri dalam bahasa Madura juga bisa berarti campur, kotor, atau jorok tergantung penggunaannya. Jika dikaitkan dengan makanan untuk pemberkatan tentu yang paling cocok adalah campur atau bermacam-macam.

Hal ini ternyata sangat sesuai dengan tradisi As-Syura yang dilakukan di tempat asalnya. Bagi pengikut Islam Syiah, As-Syura adalah salah satu bulan suci. Memperingati wafatnya Imam Husein di Karbala. Salah satu cara memperingatinya dengan memperlihatkan aksi berduka yang ekstrim. Seperti melukai punggung, dada, hingga kepala dengan benda-benda keras dan tajam.

Bagi Islam Sunni atau Islam yang mayoritas bulan As-syura diperingati dengan berpuasa. Puasa yang dilakukan selama dua atau satu hari, pada 9 dan 10 Muharram.

Tetapi yang paling mirip dengan tradisi di Madura adalah tradisi As-Syura di Maroko atau Maghribi. Di ujung Barat dunia Islam, di perbatasan Afrika Utara dan Semenanjung Iberia atau Andalusia muncul tradisi As-Syura yang dilakukan untuk merayakan keberagaman umat beragama.

As-Syura dalam tradisi Maroko dilakukan dengan membuat makanan-makanan khas yang dibuat di atas sebuah loyang keramik yang dalam bahasa Maroko disebut sebagai Tajin. Bahasa Arab mengenalnya sebagai Tajun yang berasal dari serapan bahasa Yunani Kuno Tagenon yang artinya loyang atau penggorengan.

Tradisi Maroko memperingati As-Syura dengan membuat beraneka makanan yang diletakkan dalam Tajin. Salah satunya adalah yang populer di Indonesia dengan nama kuskus atau couscous. Sajian kuskus inilah yang paling mirip dengan Tajhin Rassem di Madura. Jika di Madura yang dibuat menjadi bubur campur adalah bahan-bahan dari darat dan laut, di negeri asalnya kuskus ala Maroko salah satu yang menjadi favorit adalah kuskus dengan tujuh macam sayur. Daging sapi atau ayam dikukus bersama dengan bermacam-macam sayur seperti wortel, jagung, labu, kentang, wortel, dan lobak. Tidak lupa pula gilingan kasar tepung kuskus yang dicampur dengan kaldu menjadi bubur. Tidak lupa bumbu penyedapnya yakni jahe, cabai, hingga kunyit.

Kerukunan dalam Keberagaman

Tajhin Ressem di Madura menyiratkan berbagai pesan yang luhur. Selain melestarikan tradisi Selamatan, Tajhin Ressem dengan berbagai macam komposisi di dalamnya membawa pesan penting, kerukunan dalam keberagaman. Hasil darat berpadu dengan hasil laut. Semua melebur menjadi satu dalam belanga diikat oleh sari pati yang merekatkan semua.

Tajhin Ressem adalah tradisi menjaga solidaritas sesama manusia. Sajian makanan yang beraneka rasa yang dilanjutkan dengan saling berkirim ke kerabat dan tetangga atau Ter-Ater adalah kearifan tradisi menjaga kerukunan. Tajhin Ressem seolah mengingatkan kita semua, saat kondisi bangsa sedang mengalami krisis kerukunan akibat ketegangan politik, adakalanya merekatkan diri dalam ajaran leluhur adalah pilihan yang paling baik. (Y-1)