Indonesia.go.id - Piramida Pugung Raharjo, Situs Purbakala yang tak Sengaja

Piramida Pugung Raharjo, Situs Purbakala yang tak Sengaja

  • Administrator
  • Sabtu, 11 November 2023 | 07:32 WIB
PARIWISATA
  Situs purbakala Taman Purbakala Pugung Raharjo, Lampung. WIKI COMMON
Tinggalan di situs Taman Purbakala Pugung Raharjo, secara kronologi begitu lengkap, mulai dari masa prasejarah, klasik (Hindu-Buddha), hingga masa Islam.

Ditemukan secara tidak sengaja oleh para transmigran pada 1957, kawasan yang kini dikenal sebagai situs purbakala Taman Purbakala Pugung Raharjo, Lampung, menjadi salah satu pilihan destinasi wisata yang layak dikunjungi. Selain unik dan menarik, situs cagar budaya itu juga menunjukkan peninggalan budaya yang variatif.

Merujuk situs Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Taman Purbakala Pugung Raharjo berlokasi di Desa Pugungraharjo, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Timur. Dari pusat Kota Bandar Lampung, jaraknya sekitar 50 km, alias bisa ditempuh lebih kurang dua jam dengan kendaraan roda empat.

Para peneliti Situs Pugung Raharjo menyatakan, di kawasan tersebut ditemukan sejumlah peninggalan-peninggalan zaman megalitik (dari tahun 2500 SM), klasik (Hindu-Buddha) sampai Islam. Beberapa artefak yang ditemukan di sana antara lain keramik lokal maupun asing dari berbagai dinasti (Dinasti Han, Yuan, Sung dan Ming), manik-manik, dolmen, menhir, pisau, mata tombak, batu berlubang, batu asahan, batu pipisan, kapak batu, gelang perunggu, dan batu bergores. Juga sebuah arca tipe polynesia.

Barang-barang purbakala tersebut tersimpan rapi dan dapat disaksikan pengunjung di Rumah Informasi/Museum Situs Pugung Raharjo. Selain itu, keunikan kawasan seluas sekitar 30-an hektare itu juga berupa sejumlah gundukan tanah dan batu berundak atau biasa disebut dengan Punden Berundak, mirip piramida di Mesir.

Dilapisi rumput hijau, dalam pengamatan indonesia.go.id, punden berundak ini menjadi pemandangan yang elok. Merujuk hasil pemetaan di 2023, di sana ditemukan ada 13 buah punden yang berada di sebelah barat dan timur situs. Di bagian timur kawasan itu pula ada punden berundak terbesar dengan tiga undakan yang dikelilingi parit kecil.

Masih di kawasan yang sama, juga dapat disaksikan sebuah benteng parit primitif sepanjang 1,2 km, mengelilingi situs. Parit ini diduga dahulunya berisi air yang berasal dari sumber air di sisi timur situs. Konon menurut cerita, air tersebut bila digunakan untuk mandi, dapat membuat awet muda.

Ada pula peninggalan-peningalan berupa suatu bangunan atau melambangkan tempat. Ada Benteng Pugungraharjo yang bentuknya gundukan tanah dan komplek batu kandang atau dikenal juga dengan nama batu mayat!

Jadi, terdapat sekelompok batu besar yang disusun dalam bentuk empat persegi dengan arah ke timur dan barat. Di bagian tengah kelompok batu besar ini terdapat bulat panjang yang di kedua ujungnya dipahatkan phallus (lambang alat kelamin laki-laki).

Merujuk pandangan ahli Universitas Lampung, dari perspektif geologi, area Taman Pugung Raharjo dibangun di atas batuan yang terbentuk dari pembekuan magma yang keluar ke permukaan bumi yang disebut sebagai lava basalt vesikuler Formasi Sukadana (Mangga, 1992). Batu ini memiliki sebutan lokal yang disebut sebagai batu keriting karena tekstur batu yang kasar dan berlubang-lubang.

Batu-batu tersebut  digunakan pada pundan berundak, menhir, dolmen, dan objek-objek lain yang ada di Pugung Raharjo. Pemanfaatan batu lokal untuk keperluan budaya dan kehidupan sehari-hari tersebut disimpulkan, ada  keterkaitan kuat pada aspek geologi dan budaya.

Perhatian Pemerintah

Situs purbakala temuan para transmigran tersebut sudah jauh hari menjadi objek penelitian para ahli. Tercatat, Lembaga Purbakala yang dipimpin Buchori memulai penelitian pada tahun 1968. Selanjutnya, pada 1973, Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional bekerja sama dengan Pennsylvania Museum University melakukan pencatatan dan pendokumentasian di sana.

Mulai 1977 hingga 1984, pemerintah secara resmi melakukan pemugaran. Hal itu dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan dan Pembinaan Sejarah dan Purbakala melalui Proyek Pembinaan dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Lampung. Misteri Kawasan Pugung Raharjo juga menjadi objek kajian Balai Pelestarian Cagar Budaya Banten (BPCB Banten).

Para peneliti yang melibatkan Endjat Djaenuderadjat sebagai narasumber, melakukan kajian pengembangan yang mengarah pada revitalisasi cagar budaya. Endjat merupakan seorang arkeolog yang pertama kali melakukan pemugaran di kawasan cagar budaya itu.

Mantan Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang serta mantan Direktur Sejarah dan Nilai Tradisional Kemdikbudristek itu menyoroti upaya penguatan kembali nilai-nilai cagar budaya di Pugung Raharjo dan potensi apa yang masih terpendam di kawasan ini serta bagaimana revitalisasi rumah informasi dengan mengimbangi perkembangan jaman yang serba digital.

Kajian yang telah dilaksanakan pada 17--24 Juni 2019 itu dilakukan untuk mendata potensi cagar budaya dan memetakan penguatan nilai-nilai untuk kembali dikembangkan seiring dengan perkembangan pemanfaatan dan status kepemilikan lahan yang mayoritas masih dimiliki masyarakat.

Selain arkeolog, kajian itu juga menghadirkan salah satu ahli arsitektur landskap ITB Ismet Belgawan Harun, yang memberikan gambaran bagaimana penataan ruang yang ideal bagi lingkungan kawasan cagar budaya. Meski demikian, hingga 2023, belum ada penjelasan resmi tentang alasan keberadaan piramida berundak di Lampung. Apakah dipakai untuk menyembah sesuatu atau dijadikan semacam tempat melakukan ritual-ritual tertentu.

Sekalipun masih menyimpan misteri, kawasan Pugung Raharja layak masuk daftar atas tujuan kunjungan wisatawan; selain bisa menambah pengetahuan tentang warisan budaya, pemandangannya pun menyegarkan.

 

Penulis: Dwitri Waluyo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari