Temukan keajaiban persahabatan antara manusia dan alam di Alor dengan Mawar, dugong ikonik yang memikat hati para wisatawan. Jelajahi keindahan Pantai Mali sambil menyaksikan atraksi langka yang hanya bisa Anda temukan di perairan Nusa Tenggara Timur.
Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar di dunia dengan pesona keindahan laut yang menakjubkan. Ada banyak spesies ikan yang tinggal di perairan Indonesia, termasuk lumba-lumba.
Wajar, tempat melihat lumba-lumba di Indonesia tersebar dari ujung barat sampai ke timur. Bahkan, spot melihat lumba-lumba kini sudah dijadikan sebagai destinasi wisata. Salah satunya spot yang dikenal wisatawan domestik maupun mancanegara adalah Pantai Lovina, Singaraja, Bali. Di Pantai Lovina memang menjadi salah satu pantai terbaik untuk melihat lumba-lumba secara langsung di Indonesia.
Selain Pantai Lovina, masih ada beberapa lokasi wisata melihat lumba-lumba di Indonesia. Kali ini, saya ingin mengenalkan destinasi melihat lumba-lumba di perairan sekitar Pantai Mali, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur.
Bila mendengar lokasinya, pelancong yang berencana ke sana tentu langsung mengomentari jarak tempuhnya. Bener, kawasan itu memang bisa disebut sebagai daerah terluar Indonesia, yang berbatasan dengan Australia. Tapi, lokasi yang jauh itu kontan terbayarkan oleh pemandangan yang luar biasa di Pantai Mali. Aktraksi si Mawar, nama lumba-lumba Pulau Alor menjadi salah satu kebanggaan destinasi itu.
Selain atraksi Mawar, wisatawan juga dapat dibuai beragam kegiatan di Pulau Alor, seperti snorkeling dan menyaksikan keindahan Pulau Kepa, wisata Air Terjun Mataru, mengunjungi kampung adat Suku Abui, Fungateng, Alor Tengah Utara.
Lumba-Lumba Khas Alor
Ikan lumba-lumba atau ikan duyung di Pulau Alor memiliki keunikan tersendiri. Ikan lumba Pulau Alor termasuk jenis dugong atau mamalia laut yang merupakan salah satu anggota sirenia atau sapi laut yang masih bertahan hidup, selain manatee, dan mampu mencapai usia 22 sampai 25 tahun.
Sebenarnya duyung bukanlah ikan, sebab duyung menyusui anaknya dan masih merupakan kerabat evolusi dari gajah. Ia merupakan satu-satunya hewan yang mewakili suku dugongidae.
Selain itu, ikan jenis ini merupakan satu-satunya lembu laut yang bisa ditemukan di kawasan perairan sekurang-kurangnya di 37 negara di wilayah Indo-Pasifik, walaupun kebanyakan jenis ikan duyung itu tinggal di kawasan timur Indonesia dan perairan utara Australia.
Khusus mamalia laut di perairan sekitar Pantai Mali, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur, dugong itu dinamakan Mawar. Kisahnya panjang mengapa nama itu disematkan bagi dugong di kawasan tersebut. Yang jelas, makhluk laut ini telah menjadi daya tarik wisata utama yang unik dan magis di Pulau Alor.
Kisah Mawar bukan hanya tentang seekor dugong yang berenang bebas di laut, melainkan juga tentang persahabatan antara manusia dan alam yang telah tumbuh selama bertahun-tahun.
Awal Mula Persahabatan
Dikutip dari laman resmi Dinas Pariwisata Pemerintah Kabupaten Alor, kisah penamaan Mawar adalah ketika Onesimus La’a, seorang warga Alor yang lebih dikenal dengan nama Om One, sedang berlayar menuju Pulau Sika untuk menanam mangrove pada awal 2000-an.
Dalam perjalanan pulang, Om One didampingi dua dugong dalam perjalanan pulang ke Pantai Mali. Sejak saat itu, Om One sering melihat penampakan dugong yang kemudian dinamainya sebagai Mawar.
Uniknya, Mawar ternyata adalah seekor dugong jantan. Ketika pertama kali ditemukan, masyarakat tidak menyadari jenis kelamin dugong tersebut, sehingga mereka memberinya nama yang identik dengan nama perempuan.
Setelah diketahui bahwa Mawar adalah jantan, nama "Mawar" diubah menjadi "Mawardi," namun penduduk setempat tetap memanggilnya dengan nama awal yang sudah akrab di telinga mereka.
Kini, Mawar menjadi magnet wisata bagi para pelancong yang datang ke Alor. Wisatawan diajak berperahu dari Pantai Mali, hanya sekitar lima menit perjalanan, menuju tempat Mawar sering terlihat.
Ketika Om One atau penduduk setempat lainnya memanggilnya, Mawar akan muncul ke permukaan air, berenang mengelilingi perahu, dan menyapa tamu-tamu yang datang. Pengalaman ini memberikan sentuhan magis, menciptakan momen yang tidak akan terlupakan bagi mereka yang beruntung menyaksikannya.
Namun, untuk menjaga kelestarian Mawar dan habitatnya, ada aturan ketat yang harus dipatuhi. Wisatawan dilarang berenang di habitat Mawar, menyentuh, atau memberi makan Mawar.
Pengamatan hanya dibolehkan maksimal 30 menit, dan kunjungan dibatasi hingga dua kali dalam seminggu. Bagi yang ingin merekam momen bersama Mawar, action camera diperbolehkan saat Mawar mendekat, tetapi untuk berenang atau menyelam bersama Mawar, izin khusus dan pendampingan dari Om One diperlukan.
Waktu terbaik untuk melihat Mawar adalah antara akhir September hingga awal Oktober, saat kondisi perairan lebih tenang dan Mawar lebih sering terlihat.
Om One selalu mengingatkan para pengunjung untuk menjaga kelestarian alam dan menghormati habitat Mawar, sebagai bagian dari warisan alam yang harus dilestarikan untuk generasi mendatang.
Dukungan dan Upaya Konservasi
Keberadaan Mawar sebagai satu-satunya dugong yang tersisa di Alor membuatnya semakin berharga. Kesadaran akan pentingnya melestarikan Mawar dan lingkungan sekitarnya semakin meningkat sejak WWF Indonesia Lesser Sunda Sub Sea Scape-Alor terlibat dalam program Konservasi Duyung dan Lamun di Alor.
Program ini menekankan pentingnya mempertahankan padang lamun sebagai sumber pakan utama dugong. Selain itu, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Pemerintah Kabupaten Alor juga aktif mendukung upaya pelestarian ini.
Sejak 2019, Festival Panggil Dugong diadakan setiap tahun di Pantai Mali. Festival ini tidak hanya menjadi sarana promosi pariwisata internasional, tetapi juga merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam melestarikan dugong dan lingkungan laut Alor.
Mawar bukan hanya sekadar dugong biasa; ia adalah simbol persahabatan antara manusia dan alam yang telah terjalin di Alor. Keberadaannya membawa pesan penting tentang perlunya menjaga keseimbangan ekosistem laut dan warisan alam bagi generasi mendatang.
Bagi mereka yang berkunjung ke Alor, bertemu dengan Mawar adalah pengalaman tak ternilai yang mengingatkan kita akan keindahan alam dan pentingnya upaya pelestarian.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari