Indonesia.go.id - Peningkatan Produktivitas Jadi PR Bersama

Peningkatan Produktivitas Jadi PR Bersama

  • Administrator
  • Selasa, 26 November 2019 | 01:28 WIB
PENETAPAN UMP
  Sejumlah pekerja menyelesaikan proyek bangunan bertingkat di Jakarta, Jumat (1/11/2019). Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Kenaikan upah itu harus diiringi dengan peningkatan kualitas kinerja tenaga kerja (produktivitas) karena daya saing Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara-negara Asean dan India.

Sejumlah provinsi telah menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) untuk tahun 2020. Rata-rata upah minimum di provinsi-provinsi itu naik 8,51% dibandingkan tahun sebelumnya.

Penetapan upah minimun regional 2020 ditetapkan dalam surat edaran menteri nomor B-M/308/HI.01.00/2019 yang ditujukan pada gubernur se-Indonesia, besaran inflasi nasional yang dimaksud adalah 3,39% dan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,12%.

Berdasarkan surat edaran menteri nomor B-M/308/HI.01.00/2019 para gubernur wajib mengumumkan kenaikan UMP tersebut secara serentak pada 1 November 2019. Sedangkan, untuk UMK selambat-lambatnya ditetapkan dan diumumkan pada 21 November 2019.

Meski diputuskan UMP nasional sebesar 8,51%, bagi daerah dengan UMP/UMK pada 2015 yang masih di bawah nilai kebutuhan hidup layak (KHL), wajib menyesuaikan upah minimumnya sama dengan KHL paling lambat pada penetapan upah minimum 2020.

Hal itu diatur dalam Pasal 63 PP no 78/2015 tentang Pengupahan. Dalam hal ini disebutkan ada tujuh provinsi yang harus menyesuaikan UMP sama dengan KHL, yaitu Kalimantan Tengah, Gorontalo, Sulawesi Barat, NTT, Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara.

Provinsi yang sudah mengesahkan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan UMK-nya, di antaranya DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur serta beberapa daerahnya lainnya.

Berdasarkan perhitungan, upah minimum yang paling tinggi di tahun depan adalah provinsi DKI Jakarta sebesar Rp4.276.349, disusul oleh Papua Rp3.516.700, Sulawesi Utara Rp3.310.722, dan Bangka Belitung Rp3.230.022.

Selanjutnya, ada Papua Barat Rp3.184.225, Nanggroe Aceh Darussalam Rp3.165.030, Sulawesi Selatan Rp3.103.800, Sumatra Selatan Rp3.043.111, Kepulauan Riau Rp3.005.383, dan Kalimantan Utara Rp3.000.803.

Angka di atas adalah asumsi UMP tahun depan yang dihitung dari UMP tahun ini ditambah dengan kenaikan yang ditetapkan 8,51%. Kenaikan upah di masing-masing provinsi memang belum diumumkan secara resmi oleh kepala daerah. Acuannya adalah tingkat pertumbuhan plus inflasi masing-masing daerah.

Tidak Disamakan

Namun bila dijumlahkan dari upah tahun ini akan sangat mudah diketahui berapa kenaikannya di tahun depan. Berkaitan dengan kenaikan upah 2020, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) pun sudah memberikan peringatan agar formulasi kenaikan upah tidak disamakan.

Seperti disampaikan Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Perkasa Roeslani, lembaga itu meminta kepada pemerintah agar  formulasi kenaikan kenaikan upah daerah tidak disamakan. Sebaiknya, kenaikan upah per daerah dibedakan berdasar tingkat upah saat ini. 

Kenaikan yang sama rata antara daerah dengan tingkat upah tinggi dan rendah akan menimbulkan kesenjangan upah yang semakin lebar. Pasalnya, dengan kebijakan tersebut daerah dengan tingkat upah rendah kemungkinan besar tidak akan dapat mengejar daerah dengan upah yang tinggi.

Bahkan, kenaikan seperti itu mendorong beralihnya perusahaan ke daerah-daerah yang punya upah lebih murah. Hal ini akan menyebabkan kerugian bagi daerah karena pengusaha pasti akan lebih memilih lokasi usaha dengan tingkat upah efisien.

Kadin mengusulkan kenaikan upah untuk daerah yang memiliki upah tinggi bisa diatur lebih rendah. Sementara itu, daerah yang upahnya rendah bisa mengikuti formulasi pemerintah. 

Misalnya saja, formula kenaikan upah bagi UMKM yang tentunya masing-masing memiliki keunikan sendiri-sendiri sesuai dengan sektor usaha yang dijalankan. Namun yang jelas kinerja ekonomi Indonesia yang masih stabil di tengah gejolak perekonomian dunia seharusnya menjadi modal negara ini menjadi pemain utama di kancah global.

Ahmad Erani Yustika, Staf Khusus Presidenbidang Ekonomi, mengakui bahwa resesi dunia diprediksi masih berlanjut, termasuk masih terjadinya perang dagang antara dua adidaya Tiongkok Vs Amerika Serikat masih menjadi tantangan bagi pembangunan ekonomi bangsa ini.

Harus diakui itu menjadi tantangan bagi bangsa ini. Artinya, masih menyisakan peluang yang sangat besar dalam meningkatkan kinerja ekonomi nasional. Banyak tantangan bangsa ini yang harus dituntaskan.

Kebijakan pemerintah dengan menggenjot infrastruktur sudah benar. Indikator itu terlihat dari meningkatnya daya saing infrastruktur yang berada di poin 52 selama periode 2018-2018, berbanding dengan periode 2016-2017 pada poin 60.

Begitu juga dari sisi LPI (Logistic Performance Index) yang masih di poin 46 pada 2018, masih kalah dengan Singapura, Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Sejumlah regulasi yang mendorong kemudahan berusaha terus membaik, dari posisi 2016 pada nilai 58,51 menjadi 67,96 pada 2019. 

Khusus upah, sejumlah pemda sudah menyesuaikannya. Kenaikan upah itu harus diiringi dengan peningkatan kualitas kinerja tenaga kerja (produktivitas) karena daya saing Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara-negara Asean dan India. Indonesia masih di peringkat 96.

Inilah yang menjadi pekerjaan rumah dan harus menjadi kesadaran bersama, baik pemerintah dan tenaga kerja formal sehingga bangsa ini menjadi lebih kompetitif di tengah resesi ekonomi global. (F-1)