Penguatan armada tempur laut menjadi keniscayaan bagi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Insiden hilangnya kapal selam KRI Nanggala-402 menorehkan duka tersendiri bagi dunia maritim Indonesia.
Latihan peluncuran rudal yang digelar armada kapal selam KRI Nanggala-402 merupakan bagian dari upaya pembinaan kemampuan personel TNI-AL demi senantiasa tangguh dalam menjaga kedaulatan Indonesia. Asa memiliki armada laut yang kuat, memang menjadi tujuan dari seluruh insan maritim bangsa ini.
Siapa menduga, upaya menabur asa untuk melangsungkan latihan penembakan rudal C802 dan torpedo kepala perang surface and underwater target (SUT)--merupakan torpedo kelas berat--dengan sasaran salah satu KRI, di 51 mil utara perairan Bali, pada Rabu (21/4/2021) dinihari, justru berujung petaka. Kapal selam legendaris itu mengalami hilang kontak, sesaat setelah meminta izin peluncuran torpedo.
Kegiatan pada dinihari itu seharusnya menjadi momentum membanggakan bagi armada kapal selam tipe 209/1300 yang dibangun di HDW Jerman pada 1977. Pasalnya, tahun ini genap 40 tahun KRI berjuluk “monster bawah laut” itu bergabung di armada perang laut Indonesia.
Dimulai pukul 02.30, sebagaimana dituturkan KSAL Laksamana Yudo Margono dalam konferensi pers Kamis (22/4/2021) sore bersama Menhan Prabowo Subianto dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, awak dan armada tempur KRI Nanggala-402 mulai bersiap menggelar rangkaian latihan. Pada pukul 03.00, pihak kapal selam tersebut meminta izin untuk menyelam dengan kedalaman 13 meter, dan melakukan persiapan untuk menembak torpedo.
Hingga pukul 03.30, searider penjejak yang bertugas mengiringi laju rudal yang bakal dilepaskan menyebut bahwa tower KRI Nanggala-402 masih terlihat. Setelah itu, periskop dan lampu penerang KRI pun perlahan menghilang.
“Pada sekitar pukul 04.46, periskop lenyap dari pandangan dan sejurus kemudian komunikasi pun ikut menghilang. Baik hilang dari jaringan komunikasi utama maupun jaringan tambahan. Hingga batas waktu yang ditentukan, yakni pukul 05.15, KRI Nanggala akan muncul ke permukaan, nyatanya hal itu pun nihil. Oleh karena itulah, pada 06.46 atau tiga jam sejak hilang kontak, seluruh unsur di luar melakukan pencarian dan latihan ditunda. Namun sampai sekarang pun, belum terdeteksi posisinya,” katanya.
Sebelum dinyatakan hilang kontak, pelayaran KRI yang dilengkapi 14 buah torpedo ukuran 21 inci/533 mm dalam 8 tabung buatan AEG dan diincar melalui periskop buatan Zeiss yang diletakkan di samping snorkel buatan Maschinenbau Gabler itu, menurut KSAL Yudo Margono, berada dalam kondisi material dan personel yang siap. Diketahui pula, ada sebanyak 53 personel di dalam kapal selam yang dikomandani Letkol (P) Heri Octavian, dengan perincian, sebanyak 49 ABK, satu komandan satuan, tiga personel arsenal.
Siap Tempur
Kesiapan operasional KRI Nanggala-402—yang telah meluncurkan 15 kali torpedo kepala perang dan dua torpedo kepala latihan, termasuk menenggelamkan KRI Rakata dengan tembakan torpedo yang akurat dalam latihan gabungan pada 2004—memang tak layak diragukan. KRI Nanggala-402 memiliki kemampuan meluncurkan empat torpedo sekaligus keempat target yang berbeda-beda. Armada pemukul TNI-AL ini juga dapat memuntahkan misil antikapal, seperti Exocet atau Harpoon.
Setelah menjalani overhaul di galangan kapal Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering, Korea Selatan, pada 2009-2012, KRI Nanggala-402 dilengkapi sonar teknologi terkini, dari jenis CSU-3-2 suite. Bermesin diesel elektrik, KRI Nanggala-402 memperoleh tenaga dari motor listrik Siemens jenis low-speed yang disalurkan langsung (tanpa gear pengurang putaran) melalui sebuah shaft ke baling-baling kapal.
Total daya yang dikirim adalah 5.000 shp (shaft horse power), tenaga motor listrik datang dari baterai-baterai besar yang beratnya sekitar 25% dari berat kapal. Tenaga baterai diisi oleh generator yang diputar empat mesin diesel MTU jenis supercharged.
Dengan tenaga serupa itu, KRI Nanggala-402 dengan berat selam 1,395 ton berdimensi 59,5 meter x 6,3 meter x 5,5 meter itu bisa melesat hingga kelajuan maksimumnya 25 knot (46 km/h) pascaupgrading, dari semula 21,5 knot (39,8 km/h). Bukan hanya itu, kemampuan kedalaman selam kapal itu juga sudah bertambah menjadi 257 meter (843 ft).
KRI Nanggala-402 merupakan kapal selam kedua yang dimiliki TNI-AL, setelah sebelumnya Indonesia memiliki KRI Cakra-401. Nama mesin perang laut yang mempunyai motto ‘Tabah Sampai Akhir’ itu sendiri berasal dari nama senjata pewayangan Nanggala.
Penguatan Armada Laut
Kendati memiliki kapasitas oksigen bertahan dalam kondisi blackout hingga 72 jam, insiden hilangnya kontak kapal selam itu jelas menorehkan kekhawatiran tersendiri bagi dunia maritim, khususnya di Indonesia. Terlebih, belakangan mulai mengental kesadaran perlunya penguatan armada laut bagi negara kepulauan Indonesia.
Betapa tidak. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang dikelilingi lautan luas dengan garis pantai yang panjang. Luas laut Indonesia sekitar 75 persen dari total luas wilayahnya, terdiri dari 3,1 juta kilometer (km) persegi laut teritorial dan 2,7 juta km persegi laut Zona Ekonomi Eksklusif.
Sementara itu, luas daratan 1,9 juta km persegi berupa lebih dari 17.000 pulau dengan garis pantai lebih dari 81.000 km. Wilayah itu terentang sepanjang 64.000 km dari barat ke timur, hampir seperenam keliling khatulistiwa Bumi. Dari utara ke selatan, wilayah Indonesia terbentang sejauh 2.500 km.
Laut Indonesia juga terbuka, berhadapan dengan Samudra Hindia, Samudra Pasifik, dan Laut Natuna Utara. Dengan tiga Alur Laut Kepulauan (ALKI), Indonesia menjadi pelintasan pelayaran antarbenua. Bahkan Selat Malaka menjadi salah satu jalur pelayaran tersibuk dunia.
Dari 17.000 pulau yang ada, hanya sekitar 7.000 pulau yang berpenghuni. Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Sumatra, dan Papua merupakan pulau utama di Indonesia. Selain itu Indonesia juga memiliki pulau-pulau kecil seperti Bali, Karimunjawa, Gili, dan Lombok yang merupakan tujuan wisata lokal maupun internasional.
Dilihat dari segi geografis, kepulauan Indonesia terletak antara 5° 54′ 08″ bujur utara hingga 11° 08′ 20″ bujur selatan dan 95°00’38“ sampai 141°01’12“ bujur timur. Beberapa pulau terletak di garis ekuator.
Bertolak dari kondisi geografis itu pulalah, pada kesempatan peresmian operasional mesin tempur laut terbaru, yakni kapal selam KRI Alugoro-405, pada Selasa (6/4/2021) pagi, di Dermaga Selat Lampa, Natuna, Kepulauan Riau, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengingatkan bahwa dewasa ini kapal selam telah menjadi kekuatan pemukul strategis yang sangat diperhitungkan dalam peperangan modern. Kapal selam merupakan alat utama sistim pertahanan yang strategis karena memiliki dampak penangkalan atau deterrence effect yang tinggi.
Kebutuhan penguatan armada perang laut, khususnya kapal selam, menurut Panglima TNI, terjadi karena sejak kemunculannya pada awal abad ke-20, dilanjutkan dengan perkembangan yang pesat saat ini, telah membuat kapal selam menjadi game changer dalam mandala perang laut. "Kemampuannya untuk mengintai dan menyerang sasaran tanpa terdeteksi menjadi kombinasi mematikan yang harus diperhitungkan dalam kalkulasi tempur lawan," tandas Panglima TNI, yang sekaligus mengukuhkan Letkol (P) Ahmad Noer Taufik sebagai komandan pertama kapal selam yang dibangun PT PAL Indonesia (Persero) bersama dengan Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME) Korea Selatan.
Alugoro-405 merupakan kapal selam kelas Chang Bogo ketiga yang dibuat dalam kerangka kerja sama BUMN Strategis PT PAL dengan perusahaan DSME Korsel. Setelah sebelumnya, kerja sama itu dihasilkan dua kapal selam, masing-masing KRI Nagapasa-403 dan KRI Ardadedali-404. Kapal selam Nagapasa-403 diserahkan ke Kementerian Pertahanan pada 2017, sedangkan Ardadedali-404 pada 2018.
Berbeda dengan dua pendahulunya, yakni Nagapasa-403 dan Ardadedali-404, yang dibangun di Korea Selatan, Alugoro-405 dibangun di PT PAL Indonesia (Persero) melalui kerja sama alih teknologi. Pembangunan kapal selam itu, sepenuhnya didanai melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada PT PAL Indonesia (Persero) sebesar Rp1,5 triliun dari pengajuan awal Rp2,5 triliun. Alugoro-405 sendiri baru diserahterimakan dari PT PAL ke TNI-AL pada 17 Maret 2021.
KRI Alugoro-405 memiliki panjang 61,3 meter (201 ft) dengan kecepatan mencapai 11 knot (20 km/h) ketika berada di bawah air. Kapal selam itu juga mampu menampung 40 awak kapal dan memiliki kemampuan jelajah hingga 50 hari, serta dirancang dengan umur hidup mencapai 30 tahun.
Bobot kapal selam saat muncul di permukaan adalah 1.460 ton, dan mencapai 1.596 ton ketika menyelam di bawah permukaan air. Salah satu perbedaan antara KRI Alugoro (405) dengan KRI Nagapasa (403) dan KRI Ardadedali (404) adalah teknologi baru dan canggih yang disematkan padanya sehingga mampu mengatasi peperangan di bawah permukaan laut.
Alugoro-405 dilengkapi dengan torpedo Black Shark generasi terbaru dari Whitehead Alenia Sistemi Subacquei yang bisa mengejar target hingga sejauh 50 kilometer. Panjang torpedo tersebut mencapai 3,6 meter (12 ft) dengan diameternya mencapai 553 milimeter.
Tak hanya mempertangguh armada kapal selam, pada Senin, 5 April 2021, TNI-AL juga meresmikan prasasti pembangunan stasiun bantu (sionban) kapal selam, di Selat Lampa, Natuna, Kepulauan Riau. Kelak sionban di Selat Lampa itu akan berada di lahan seluas 1.050 meter persegi, dengan bangunan dua lantai seluas 1.008 meter persegi, dan memiliki kemampuan menampung daya listrik dari PLN sebesar 555 KVA untuk aliran darat dukungan kapal selam yang sandar.
“Adanya perebutan kepentingan antara dua negara besar bukan tidak mungkin akan memberikan dampak bagi negara Indonesia. Selain itu juga sengketa wilayah perbatasan masih menjadi tren bagi bangsa-bangsa yang berada di kawasan perairan Natuna Utara,” kata KSAL Yudo Margono dalam peresmian itu.
Selain Sionban Natuna, TNI-AL juga telah memiliki sionban kapal selam di Lanal Palu. Keberadaan pangkalan kapal selam di Palu itu merupakan pangkalan atau rebase bagi kapal-kapal TNI-AL yang beroperasi di perairan laut Ambalat hingga ke Laut Natuna Utara.
Dermaga Lanal Palu di Loli ini merupakan pangkalan kapal selam satu-satunya di luar Jawa. Teluk Palu ini dipilih karena lokasinya yang sangat strategis dan konfigurasi alur lautnya yang istimewa dan tidak terdapat di teluk lain di Indonesia bahkan mungkin di dunia.
Alur laut teluk Palu mulai dari Laut Banda sampai Loli mencapai panjang 30 kilometer dengan lebar 10 km dan kedalaman 400 meter. Lokasinya juga strategis karena jarak ke Malaysia 300 kilometer dan ke Makassar juga 300 kilometer, jadi berada di tengah-tengah dua titik penting dalam strategi pertahanan nasional.
Kebutuhan penguatan angkatan laut Nusantara memang menjadi sebuah keniscayaan. Insiden hilang kontaknya KRI Nanggala-402 kian mengukuhkan komitmen akan pemenuhan kebutuhan tersebut. Sebagaimana disampaikan Menhan Prabowo, “Kejadian ini menggarisbawahi bahwa pertahanan negara adalah sebuah upaya yang sangat rumit dan memerlukan teknologi yang sangat tinggi, serta mengandung unsur bahaya. Itulah sebabnya, modernisasi alutsista secara lebih cepat sudah sangat mendesak untuk dilakukan bagi ketiga matra. Peremajaan alutsista akan dilakukan secara lebih tertib dan efisien, dengan upaya komprehensif dan seefisien mungkin. Sehingga, negeri ini mempunyai TNI yang handal.”
Penulis: Ratna Nuraini
Redaktur: Elvira Inda Sari