Mutan asal Columbia B 1.621 ditetapkan WHO sebagai variant of interest (VoI). Varian itu sudah menyebar ke-39 negara. Presiden Jokowi meminta jajarannya mencermati. Yang dominan masih Delta.
Secara global, gerak pandemi sudah melandai. Lima pekan berturut-turut kasus baru Covid-19 terus menyusut, dengan fluktuasi di sana-sini. Indonesia masuk dalam kelompok negera yang mengalami tren penurunan. Namun, di beberapa tempat angka kasusnya berbalik meningkat, termasuk di dua negara besar yang gencar melakukan vaksinasi, yakni Amerika Serikat (AS) dan India.
Organisasi kesehatan dunia WHO terus gencar mendorong upaya pencegahan, penanggulangan, dan penegakan kewaspadaan terus-menerus. Terkait isu kewaspadaan tersebut, WHO mengingatkan agar semua otoritas kesehatan memonitor tumbuh kembangnya varian lokal dan pendatang baru. Salah satunya ialah varian baru B 1.621 asal Columbia yang kemunculannya sudah terdeteksi sejak Januari 2021.
Per 30 Agustus lalu, WHO menyematkan nama Mu, huruf Yunani ke-12. Statusnya adalah VoI yang harus diwaspadai. Ia bakal menyandang predikat variant of concern (VoC) bila telah terbukti memiliki daya tular tinggi, mampu menembus (sampai batas tertentu) blokade vaksin dan obat, serta menimbulkan keparahan yang lebih dibanding varian awal.
Sejauh ini, WHO telah menetapkan ada empat VoC, yakni varian Alpha, Beta, Gamma, Delta, dan 7 VoI, yakni dari Varian Epsilon, Zeta hingga Kapa dan Lamdda. Dalam laporan mingguan yang dirilis 31 Agustus lalu WHO menyebutkan bahwa Varian Mu itu sudah menyebar ke-39 negara. Awalnya, ia tumbuh di Columbia, lalu meloncat ke Equador, dan kemudian terbang ke berbagai negara.
Tak urung, Presiden Joko Widodo pun menyatakan perhatiannya. Ia meminta jajaran kabinetnya mencermati sepak terjang varian Mu ini. Pesan itu disampaikan pada kata pengantar dalam rapat kabinet evaluasi PPKM, yang disiarkan lewat konferensi video, Senin, 6 September 2021.
‘’Saya ingin perhatian dari semuanya, terutama yang menyangkut sektor perhubungan, berkaitan dengan varian baru, varian Mu. Betul-betul agar kita lebih waspada dan detail, agar jangan sampai ini merusak capaian yang sudah kita lakukan," kata Presiden Jokowi.
Terkait pencapaian, Presiden Jokowi menyebut progres penanganan Covid-19 itu ditunjukkan oleh sejumlah indikator. Salah satunya ialah jumlah kasus aktif sudah susut ke angka 150 ribu, setelah sebelumnya sempat menyentuh angka di atas 500 ribu pada akhir Juli 2021. Pada tiga hari terakhir, angka kasus positif harian juga sudah menyusut, bahkan sempat turun ke angka 5.400 kasus pada Minggu 5 September 2021. Secara nasional angka bed occupancy rate/BOR pun terus turun ke level 19 persen.
Pada kesempatan berbeda, juru bicara pandemi Covid-19 di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, pemerintah akan mengawasi agar varian ini tak masuk ke Indonesia di perbatasan. Indonesia sudah memiliki protokol sesuai dengan Surat Edaran Satgas nomor 8 tahun 2021 yang mengatur perjalanan pelaku internasional, yang dapat menjadi filter awal penyebaran.
Beberapa syarat yang ditetapkan, antara lain, ialah kewajiban membawa surat RT-PCR bukti bebas Covid-19, bagi pelaku perjalanan internasional, diikuti pemeriksaan PCR ulang di Indonesia hingga karantina minimal delapan hari. Secara reguler pun akan dilakukan surveilance, pemeriksaan rinci untuk mengetahui jenis varian Covid-19 yang beredar.
"Tentu, kita akan lakukan pemeriksaan whole genome sequencing kepada pelaku perjalanan luar negeri. Jadi kita monitoring hal tersebut agar kita tahu kondisi riil di lapangan," kata Siti Nadia.
Menurut Nadia, pascaditetapkan sebagai VoI oleh WHO, berarti Varian Mu B 1.621 ini harus dikaji karakteristik dan dampaknya di masyarakat. "Apakah betul secara luas menimbulkan peningkatan penularan, kecepatan penularannya meningkat, atau juga mempengaruhi efikasi dari vaksin," kata dia.
Berita kemunculan varian baru tak harus disambut dengan kepanikan. Sosok varian Mu ini, menurut Siti Nadia, berbeda dari varian Delta B 1617.2, yang dikategorikan ke dalam VoC. Varian Mu memiliki beberapa kesamaan dengan varian Beta B 1351, namun belum ada bukti bahwa Mu lebih berbahaya.
"Walaupun sudah dilaporkan muncul di 39 negara, varian Mu ini secara global terjadi penurunan prevalensinya. Khusus di negara Kolombia dan Ekuador, itu prevalensinya kan stabil tetap tinggi. Makanya digolongkan sebagai variant of interest," kata Nadia.
Hal serupa juga terjadi pada varian baru lainnya seperti varian Eta, Iota, Kapa, dan Lambda. Varian Delta tetap masih dominan. Laporan WHO sendiri menyatakan, varian Mu ini mencapai prevalensi 30 persen dari semua kasus Covid-19 dan di Equador bertahan di angka 13 persen.
Selain menyebar ke beberapa negara Amerika Selatan, varian Mu juga dilaporkan telah masuk ke AS, Kanada, negara-negara Eropa Barat, lantas menyeberang ke Korea Selatan dan Jepang. Namun, menurut WHO, prevalensi serangannya secara global menyusut dan kini sekitar 0,1 persen dari seluruh kasus.
Dalam rilis yang dikeluarkan di akhir Agustus lalu, Central for Desease Control and Prevention (CDC), sebagai otoritas tertinggi AS dalam hal penanggulangan penyakit menular, menyatakan bahwa yang paling dominan adalah varian Delta, yang daya tularnya dua kali lipat dari varian sebelumnya. Maka, rekomendasi agar warga mengenakan masker ketika berada di areal umum, terutama yang tertutup. Tak terkecuali bagi mereka yang telah menerima suntikan vaksin genap dua dosis.
Jadi apa pun variannya, protokol kesehatan (prokes) merupakan cara paling praktis untuk mengurangi risikonya.
Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari