Indonesia.go.id - Dukungan untuk Petani Tembakau dan Buruh Industri Rokok

Dukungan untuk Petani Tembakau dan Buruh Industri Rokok

  • Administrator
  • Minggu, 26 Desember 2021 | 22:09 WIB
CUKAI
  Buruh melakukan pelintingan sigaret kretek tangan (SKT) di sebuah pabrik rokok, di Kudus, Jawa Tengah. pemerintah berkomitmen untuk terus meningkatkan dukungan terhadap petani atau buruh tani tembakau serta buruh rokok, dengan memperbarui kebijakan pengalokasian anggaran DBH CHT. Antara Foto
Sejak 2021, dana bagi hasil cukai hasil tembakau dialokasikan menjadi 25% untuk kesehatan, 50% untuk kesejahteraan masyarakat, serta 25% untuk penegakan hukum.

Pemerintah melakukan peningkatan efektivitas kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) untuk mendukung upaya mengurangi konsumsi rokok. Kenaikan tarif cukai juga akan mencakup sigaret kretek tangan (SKT) yang juga akan diiringi dengan kebijakan dana bagi hasil (DBH) CHT. Namun begitu, DBH CHT akan dialokasikan untuk memitigasi dampak pada tenaga kerja SKT.

“Kita mengalokasikan DBH CHT ini untuk daerah agar daerah bisa membantu tenaga kerja, terutama yang terkena dampak negatif dari kebijakan CHT yang kita naikkan untuk melindungi sisi konsumen dan anak-anak,” ungkap Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR, Rabu (15/12/2021).

Dalam paparannya Menkeu menyatakan, tenaga kerja SKT kian menurun seiring pergeseran produksi rokok ke produk buatan mesin. Dari jumlah 195.432 orang pada 2010, jumlah tenaga kerja SKT pada 2019 turun menjadi 140.996 orang.

Penggunaan DBH CHT secara spesifik ditujukan kepada buruh tani tembakau atau buruh pabrik rokok terdampak dalam bentuk pemberian bantuan langsung tunai (BLT), pelatihan keterampilan kerja, dan bantuan modal usaha.

Adapun untuk petani tembakau, DBH CHT dialokasikan untuk peningkatan kualitas bahan baku, iuran jaminan produksi, subsidi harga, serta bantuan bibit, benih, pupuk, sarana dan prasarana produksi. “Untuk DBH CHT kami akan terus memperbaiki policy-nya,” kata Menkeu.

Sri Mulyani memastikan, pemerintah berkomitmen untuk terus meningkatkan dukungan terhadap petani atau buruh tani tembakau serta buruh rokok, dengan memperbarui kebijakan pengalokasian anggaran DBH CHT. Pada 2020, minimal 50% DBH CHT dialokasikan untuk sektor kesehatan, sementara sisanya belum ada ketentuan, sehingga daerah memiliki kebebasan.

Namun sejak 2021, DBH CHT dialokasikan menjadi 25% untuk kesehatan, 50% untuk kesejahteraan masyarakat, serta 25% untuk penegakan hukum. “Kita kemudian menurunkan kesehatan menjadi 25% sehingga 50% dipakai untuk membantu kesejahteraan rakyat, terutama petani tembakau dan memberikan bantuan terutama pada mereka yang harus ikut dalam PBI. Bisa dialihkan untuk bidang kesehatan kalau memang kesehatan masih prioritas dan urgent,” jelas Menkeu.

Sementara itu untuk kebijakan DBH CHT 2022, masih akan tetap mempertahankan persentase yang sama dengan di 2021. Namun untuk bidang kesejahteraan masyarakat di breakdown menjadi 20% untuk membantu peningkatan kualitas bahan baku, peningkatan keterampilan kerja, pembinaan industri, serta 30% untuk pemberian bantuan.

Perlu diketahui, penggunaan DBH CHT diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 222/PMK.07/2017 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi DBH CHT. Penggunaan tersebut untuk lima program sesuai UU nomor 39 tahun 2007.

Dalam PMK 222/PMK.07/2017 secara detail diatur penggunaan DBH CHT minimal 50% untuk bidang kesehatan yang mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dukungan JKN dalam DBH CHT diarahkan pada sisi supply side yang dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) di daerah sebagai unit layanan kesehatan terdepan dalam Program JKN.

Kegiatan bidang kesehatan meliputi sejumlah hal, yakni (1) Kegiatan pelayanan kesehatan baik kegiatan promotif/preventif maupun kuratif/rehabilitatif, (2) Penyediaan/peningkatan/pemeliharaan sarana/prasarana fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan (dengan prioritas pada fasilitas kesehatan tingkat pertama), (3) Pelatihan tenaga administratif dan/atau tenaga kesehatan pada fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, (4) Pembayaran iuran jaminan kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah daerah atau/atau pembayaran iuran jaminan kesehatan pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja.

Di samping itu, diamanatkan pula untuk melakukan monitoring dan evaluasi penggunaan DBH CHT dengan mekanisme sebagai berikut:

  1. Pemerintah daerah menyampaikan laporan realisasi penggunaan DBH CHT per semester kepada DJPK yang selanjutnya dilakukan monitoring dan evaluasi untuk memastikan terpenuhinya batas minimal alokasi DBH CHT untuk mendukung JKN dan penggunaan DBH CHT sesuai ketentuan.
  2. Bilamana tidak terpenuhinya ketentuan tersebut dapat dikenai sanksi berupa penundaan, penghentian, atau pemotongan penyaluran.

Pada 30 Desember 2020, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meneken peraturan perihal alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBH CHT) atau cukai rokok sebesar Rp3,47 triliun pada 2021. Jumlah ini naik tipis 0,28% dibandingkan tahun sebelumnya.

Alokasi dana tersebut akan disebar di 26 provinsi dan 407 kabupaten/kota. Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 230/PMK.07/2020 tentang Rincian DBH CHT Menurut Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2021.

Jawa Timur menjadi daerah dengan alokasi DBH CHT terbesar pada 2021, yaitu Rp1,94 triliun. Posisi kedua ditempati Jawa Tengah dan Jawa Barat yang masing-masing mendapat alokasi DBH CHT sebesar Rp743,5 miliar dan Rp401,7 miliar. Keempat, Nusa Tenggara Barat (NTB) mendapat alokasi DBH CHT sebesar Rp318,7 miliar. Sedangkan, Aceh mendapat alokasi DBH CHT mencapai Rp12,98 miliar. Sementara kabupaten/kota yang mendapat DBH CHT terbanyak yaitu Kabupaten Pasuruan senilai Rp200,4 miliar.

 

Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari