Indonesia.go.id - Dari PIP hingga JKN, Skor SPI Indonesia Melonjak

Dari PIP hingga JKN, Skor SPI Indonesia Melonjak

  • Administrator
  • Selasa, 8 Oktober 2024 | 10:00 WIB
SATU DEKADE PEMERINTAHAN JOKOWI
  Sejumlah siswa menggunakan Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk mengambil bantuan pendidikan dalam Program Indonesia Pintar (PIP) di Pendopo Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. ANTARA FOTO
Keberhasilan Presiden Jokowi dalam memimpin Indonesia selama 10 tahun belakangan terafirmasi lewat hasil pengukuran atas capaian kemajuan sosial di tanah air.

Berada di Asia Tenggara, Indonesia merupakan negara terluas ke-14 di dunia, dengan luas wilayah mencapai 1.904.569 km⊃2;. Berbentuk kepulauan, ada sebanyak 17.504 pulau di dalam gugus wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

Indonesia juga tercatat sebagai negara dengan penduduk terbanyak ke-4 di dunia. Dalam sensus penduduk yang dilakukan pada 2022, diketahui populasi Indonesia angka 275.344.166 jiwa, yang mayoritas tersebar mendiami enam pulau besar Indonesia. 

Dengan kondisi geografis serupa Indonesia, tentu memimpin negeri dan warga negara di dalamnya bukanlah hal yang bisa dianggap sederhana. Itulah sebabnya, bisa dikatakan membanggakan ketika di tengah beragam persoalan global yang memberi dampak pada persoalan ekonomi dan sosial di dunia, Indonesia tetap mampu menorehkan beragam capaiannya. 

Salah satu keberhasilan pemerintahan yang dipimpin Presiden Jokowi terlihat dari hasil pengukuran komprehensif terhadap kinerja sosial suatu negara yang dilakukan Social Progress Imperative, sebuah lembaga nirlaba yang kredibel dan telah bekerja sama dengan berbagai institusi ternama, seperti Deloitte dan World Economic Forum. Dari pengukuran itu didapati bahwa indeks kemajuan sosial (social progress index/SPI) Indonesia, berada dalam kondisi yang memuaskan. Kontan rapor biru pun diperoleh Presiden Jokowi, di ujung masa kepemimpinannya. 

SPI merupakan alat yang dipakai untuk menilai kesejahteraan sosial di luar indikator ekonomi, seperti Produk Domestik Bruto (PDB). SPI penting karena dapat mengevaluasi sejauh mana negara memenuhi kebutuhan dasar manusia, mempromosikan kesejahteraan, dan menciptakan peluang bagi penduduknya. Dengan kata lain, SPI memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang kualitas hidup masyarakat, daripada sekadar melihat pertumbuhan ekonomi.

Pada 2014, skor SPI Indonesia di angka 61,65. Hal itu itu menempatkan Indonesia di peringkat  ke-92 dunia. Maka pada 2023, skor SPI Indonesia meningkat menjadi 67,22. Kenaikan skor SPI itu kontan mengerek Indonesia ke peringkat 80 dunia.

SPI yang pertama kali diukur pada 2014 di 163 negara memberikan perspektif nonekonomi yang penting dalam menilai kemajuan suatu bangsa. Oleh LSI Denny JA, data indeks itu kemudian diolah sebagai bagian dari  program unggulannya, yakni mengukur kinerja presiden di masa akhir tugas.

Dalam keterangannya pada Senin (30/9/2024), Denny JA mengatakan bahwa kenaikan skor SPI itu menunjukkan peningkatan kesejahteraan sosial selama kepemimpinan Presiden Jokowi. 

SPI menggunakan skala 0--100, di mana 100 adalah skor maksimal yang mencerminkan masyarakat dengan kondisi sosial yang sangat baik. Itulah sebabnya, pada kesimpulan indeks SPI, selama 10 tahun Jokowi memerintah, Indonesia berhasil meningkatkan kesejahteraan sosial.

Skor SPI juga mencerminkan pemerintahan Jokowi telah membuat kemajuan signifikan dalam memenuhi kebutuhan dasar rakyat, memperluas akses terhadap pendidikan dan kesehatan serta meningkatkan peluang ekonomi. "Berdasarkan SPI, 10 tahun Jokowi dapat dikategorikan sebagai berhasil, dengan catatan bahwa upaya lebih lanjut diperlukan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan sosial di seluruh wilayah Indonesia," pungkas Denny.

Lewat Beberapa Program

Selama satu dekade, pemerintah Indonesia di bawah Jokowi senantiasa melakukan berbagai langkah demi meningkatkan kesejahteraan sosial. Faktor-faktor kunci yang memiliki kontribusi pada peningkatan kesejahteraan sosial, antara lain, dibukanya akses yang luas pada sektor pendidikan. 

Melalui Program Indonesia Pintar (PIP), partisipasi kalangan miskin pada sektor pendidikan semakin meningkat. Di mana pemerintah menunjukkan komitmennya dengan memberikan uang tunai pendidikan bagi anak usia sekolah dari keluarga yang berada dalam kondisi sosial ekonomi miskin dan rentan, atau menjadi pemegang Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) dan Terdaftar dalam Data terpadu (DTKS).

Awalnya berdasarkan aturan yang berlaku, bantuan dari program PIP tersebut dicairkan setahun sekali dan disalurkan kepada siswa langsung, melalui bank yang telah ditunjuk. Besaran masing-masing bantuan berbeda-beda, tergantung jenjang pendidikan. Untuk siswa SD sebesar Rp450 ribu per tahun, siswa SMP Rp750 ribu per tahun, dan siswa SMA Rp1.800.000 per tahun. 

Pada pertengahan 2017/2018, terjadi perubahan aturan, di mana bagi siswa-siswa yang berhak menerima bantuan PIP diberikan Kartu Indonesia Pintar (KIP)-ATM. Sehingga, para siswa usia sekolah dari keluarga miskin atau rentan itu dapat mengambil dana bantuan melalui ATM terdekat. 

Hingga satu dekade pelaksanaan PIP, yang diluncurkan pertama kali pada 3 November 2014, penerima PIP telah mencapai hampir 20 juta siswa. Secara berturut-turut disarikan dari data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi serta Kementerian Agama, jumlah penerima bantuan PIP pada 2015 dan 2016 mencapai 19,2 juta siswa. Kemudian, pada 2017 data yang tersedia per Juni menunjukkan angka 7,6 juta siswa. Pada 2018 sebanyak 18,7 juta siswa, 2019 ada 18,3 siswa. 

Pada 2020, saat bencana kesehatan Covid-19 melanda dunia, termasuk Indonesia, terjadi penurunan angka penerima bantuan PIP yakni 18,09 juta siswa. Kemudian pada 2021 ada 18.08 juta siswa penerima bantuan PIP, dan pada 2022 penurunan penerima bantuan PIP kembali terjadi yakni 17,9 juta siswa. 

Baru pada 2023, saat ancaman penyebaran virus berbahaya itu mulai bisa terkendali, termasuk juga di Indonesia, angka penerima bantuan PIP kembali meningkat. Yakni, seanyak 18,1 juta siswa. Dan kemudian, hingga Agustus data siswa penerima PIP telah mencapai angka 11,6 juta siswa dari total target sebanyak 20,8 juta siswa.

Tak hanya bantuan pendidikan, kesejahteraan sosial juga didukung oleh adanya program khusus terkait layanan kesehatan. Melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), akses bagi masyarakat miskin pada layanan kesehatan pun semakin terbuka. 

Sejak diluncurkan pertama kali pada 2014 hingga 1 Mei 2024, jumlah kepesertaan program JKN sudah mencapai lebih dari 272 juta jiwa, atau sekitar 97,27 persen dari total populasi Indonesia. Capaian tersebut menjadi bukti nyata komitmen negara dalam memastikan akses layanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau bagi seluruh rakyat Indonesia.

Capaian universal health  coverage (UHC) yang diperoleh Indonesia dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun itu mendapat apresiasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan memberi dampak signifikan bagi masyarakat, terutama dalam hal akses pelayanan kesehatan dan meringankan beban finansial untuk mendapatkan layanan kesehatan.

Berbagai inovasi berbasis digital dihadirkan melalui Aplikasi Mobile JKN yang memungkinkan peserta mengakses informasi dan layanan kesehatan secara lebih efisien dan efektif. Bahkan ada juga i-Care JKN yang dapat memfasilitasi peserta JKN dan dokter untuk mengakses riwayat kunjungan peserta JKN dalam kurun waktu 12 bulan terakhir, sehingga peserta tersebut dapat dilayani lebih cepat dan tepat oleh dokter.

Infrastruktur Sosial

Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi nyatanya juga melakukan sejumlah perbaikan infrastruktur sosial. Melalui investasi raksasa di bidang infrastruktur, seperti pembangunan jalan dan fasilitas umum, akses layanan dasar bagi masyarakat pun semakin terbuka.

Pemerintah juga melakukan mengenjot program perlindungan sosial, di mana melalui program keluarga harapan (PKH), layanan bagi keluarga miskin melalui bantuan tunai digeber agar mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan dan pendidikan.

Lantaran itu pulalah, kendati masih harus menghadap sejumlah tantangan, adanya peningkatan peringkat dan skor SPI Indonesia menjadi penanda bahwa dalam dua periode kepemimpinan Presiden Jokowi, Indonesia berada di jalur yang benar dalam hal meningkatkan kesejahteraan sosial.

 

Penulis: Ratna Nuraini
Editor: TR