Indonesia.go.id - Aksara Incung, Satu-satunya Aksara Lokal di Sumatra Tengah

Aksara Incung, Satu-satunya Aksara Lokal di Sumatra Tengah

  • Administrator
  • Senin, 26 Agustus 2019 | 03:39 WIB
WARISAN BUDAYA
  Naskah Surat Incung pada Kertas. Foto: BL EAP117/29/1/1

Aksara Incung merupakan warisan tak benda yang dimiliki oleh Provinsi Jambi.

Aksara Incung merupakan salah satu aksara di Indonesia yang digunakan oleh Suku Kerinci yang mendiami dataran tinggi Jambi, Provinsi Jambi. Kerinci berjarak sekitar 430 KM dari pusat Kota Jambi. Daerah ini memiliki dua daerah administrasi, yaitu Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh.

Secara bahasa, aksara Incung berarti miring atau terpancung (dari bahasa kerinci). Aksara Incung sendiri dibentuk oleh garis-lurus, patah terpancung, dan melengkung. Aksara Incung adalah peninggalan nenek moyang Kerinci Kuno. Incung ini digunakan oleh leluhur Kerinci untuk mendokumentasikan tentang sejarah, sastra, hukum adat, dan mantra-mantra.

Konon, ada yang mengatakan, aksara ini telah ada sejak abad ke-4 Masehi, tapi belum ada kepastian mengenai asal-mulanya. Setiap daerah yang memiliki aksara sendiri, sudah tentu memiliki peradaban yang bagus di zaman dulu. Baik dalam segi pendidikan, hukum, dan sebagainya.

Isi Nakah Kuno Aksara Incung

Naskah-naskah Incung pada umumnya berisi dua hal yaitu tembo dan karang mindu. Tembo merupakan historiografi tradisional yang berisi kisah perjalanan dan silsilah nenek moyang suatu kelompok atau klan (bahasa lokal: kelebu, luhah). Pada umumnya naskah-naskah tembo beraksara incung ditulis pada media tanduk kerbau dan tanduk kambing. Sedangkan karang mindu merupakan prosa berisi ratapan kesedihan si pembuat naskah. Berbeda dengan naskah tembo, naskah karang mindu beraksara incung kebanyakan ditulis pada media bambu dan kertas lama.

Namun, ada beberapa naskah Incung yang mengandung mantra-mantra di dalamnya. Mantra-mantra ini mengandung hal gaib, bertuah, dan keramat. Mantra merupakan bagian penting dalam kehidupan religi masyarakat Kerinci. Mantra digunakan untuk keperluan ritual, mengusir roh-roh jahat, pemujaan leluhur, pengobatan, dan untuk mendapatkan kekuatan gaib.

Dikutip dari Jurnal Siddhayatra karya Hafiful Hadi pada 2016 yang berjudul Ritual Asyiek sebagai Akulturasi antara Kebudayaan Islam dan Kebudayaan Pra-Islam dan Kebudaya Islam Suku Keinci, jenis-jenis mantra yang digunakan oleh suku Kerinci, antara lain, (1) idu tawar, yaitu mantra yang digunakan untuk pengobatan, (2) cuco, yaitu mantra yang digunakan untuk mengusir roh-roh jahat, (3) lam jampi disebut pula dengan istilah luwak, duwak yaitu mantra yang digunakan untuk memperoleh kekuatan gaib dengan maksud tertentu misalnya untuk pakaian atau pelindung diri, dalam bahasa Jawa biasa disebut dengan ajian, (4) nyaho/nyaro atau nyeru, yaitu mantra yang berisi pujian terhadap arwah leluhur atau mantra yang digunakan untuk memanggil arwah leluhur seperti dalam ritual asyeik.

Untuk dapat melihat benda-benda yang bertuliskan aksara Incung ini akan dikeluarkan ketika acara Kenduri Sko (pusaka) yang berlangsung sekali dalam sepuluh tahun. Kenduri Sko (Pusaka) ini dilaksanakan oleh masyarakat Kerinci untuk pengukuhan gelar suku atau kepala adat.

Melestarikan Warisan Tak Benda

Aksara Incung yang merupakan warisan tak benda yang dimiliki oleh Provinsi Jambi ditetapkan pada 17 Oktober 2014 oleh Kemdikbud (dapobud.kemdikbud.go.id). Sayangnya, aksara Incung ini tergolong hampir punah di masyarakat. Ini bisa dilihat dengan sedikitnya masyarakat yang bisa membaca atau menuliskan aksara ini di media tulisan.

Padahal pada zaman dulu, aksara Incung ini menjadi pemersatu masyarakat Kerinci melawan penjajah (Belanda). Aksara ini hampir punah diakibatkan oleh Belanda juga, mereka melarang masyarakat menggunakan aksara ini karena mereka tidak mengerti dan mengakibatkan sulitnya menjajah kekayaan alam kerinci. (Dalam buku Khazanah Aksara Incung yang ditulis Iskandar Zakaria dan Deki Syaputra).

Seharusnya, masyarakat Jambi, terkhususnya Kerinci, boleh berbangga dengan aksara ini. Sebagai bukti, bahwa dulu, daerah ini mempunyai sejarah panjang yang sangat mulia. Kita bersyukur adanya beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah setempat untuk melestarikan aksara ini. Seperti, pembuatan nama jalan atau kantor pemerintahan menggunakan aksara Incung. Pemerintah Kota Sungai Penuh pernah juga mengadakan lomba melukis ragam hias aksara incung pada 2018.

Kemudian pada tahun 2019, Kabupaten Kerinci terpilih menjadi salah satu daerah penyelenggaraan program Creative, Training, anda Education atau Create 2019. Kegiatan ini diadakan oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf).

Mentor Desain Kemasan untuk Create 2019 Kerinci Damayanti mengatakan “Rebranding dilakukan dengan memanfaatkan potensi yang ada di Kerinci, seperti pembuatan tas dari limbah kayu manis dan juga logo yang terispirasi dari aksara incung” (katadata.co.id).

Ada juga beberapa anak muda yang membuka kelas belajar aksara Incung ini. Mereka membuka kelas belajar untuk masyarakat terkhusunya anak muda. Teman-teman bisa mendaftarkan diri langsung di instagram @sekolah.incung yang berlokasi di Kerinci. (K-LHD)