Indonesia.go.id - Persaingan Dompet Digital

Persaingan Dompet Digital

  • Administrator
  • Jumat, 1 Maret 2019 | 14:17 WIB
PEMBAYARAN NONTUNAI
  Ilustrasi. Sumber foto: Istimewa

Ada dua produk pembayaran digital. Yang berbasis server atau berbasis chipset. Beberapa produk sedang bersaing memperebutkan pangsa pasar yang besar.

Riset yang dilakukan Morgan Stanley menyebutkan, transaksi Go-Pay pada 2018 telah mencapai Rp89 triliun. Nilai tersebut jauh melebihi transaksi atas layanan pembayaran Bank Mandiri yang senilai Rp13,35 triliun, BCA senilai Rp4,04 triliun atau BNI yang nilainya hanya Rp880 miliar.

Artinya masyarakat sudah mulai terbiasa menggunakan transaksi online berbasis server. Tingkat kepercayaanya semakin tinggi. Morgan Stanley juga memprediksi pada 2027 nilai transaksi pembayaran digital di Indonesia akan mencapai 50 miliar dolar AS.

Go-Pay yang bernaung di bawah bendera Go-Jek ini memang salah satu produk dengan basis pengguna terbanyak. Namun demikian sebetulnya Go-Pay masih jauh di bawah Ovo, produk layanan transaksi digital berbasis server pesaingnya.

Survei terhadap 727 pengguna fintech pembayaran yang berpendapatan menengah ke atas di beberapa kota di Indonesia pada Oktober 2018 menjelaskan, sebanyak 86% responden mengenal Go-Pay dan OVO. Artinya penetrasi kedua produk ini sudah mencapai angka yang sangat tinggi.

Dari angka itu, hasil survei menunjukkan sebanyak 73% responden menggunakan OVO dan 71% memakai Go-Pay. Namun demikian survei lain menyebutkan justru Go-Pay yang memegang posisi market leader. Survei terkini yang dilakukan DailySocial menyebut bahwa market leader saat ini adalah Gopay dengan pengguna 79% dari responden yang disurvei (1.400 responden), sedangkan Ovo digunakan 58% dan T-Cash digunakan oleh 55% responden. Tampaknya banyak responden yang memiliki lebih dari satu aplikasi dompet elektronik ini.

Persaingan dompet digital juga semakin kencang, ketika T-Cash yang merupakan produk Telkomsel berganti baju menjadi LinkAja. Produk baru ini menggandeng beberapa bank BUMN sebagai mitra. Selain ketika produk tersebut kita juga mengenal ‘Dana’ yang memasuki pasar yang sama.

Kini semua produk berusaha untuk memperbesar market dengan mendorong orang untuk men-download aplikasinya. Sementara itu, Go-pay sendiri diuntungkan dengan memanfaatkan basis pelanggan Go-Jek yang memang sudah lumayan besar. Ovo juga melompat dengan bekerja sama dengan Grab untuk menarik basis pengguna.

Bagaimana dengan merchant? Saat ini memang mereka masih mengratiskan. Semua transaksi elektronik kepada merchant tidak dipungut bayaran apa-apa. Tapi diperkirakan ke depan akan ada fee yang ditarik dari setiap transaksi.

Persaingan di sistem pembayaran berbasis server memang sedang seru-serunya. Berbagai diskon dan cashback ditawarkan. Sementara pada produk yang berbasis chipset, persaingan keras terjadi pada produk turunan dari bank.

BCA memiliki kartu Flazz yang hadir lebih dahulu. Sementara itu, bank dengan basis konsumen besar lainnya yaitu Mandiri memiliki produk e-Money. Bank lain seperti BRI punya Brizzi dan BNI memiliki Tapcash.

Produk ini sangat diuntungkan dengan kebijakan beberapa perusahaan seperti jasa angkutan dan pembayaran tol. Pengguna Computer Line misalnya menggunakan berbagai produk uang elektronik untuk membayar ongkos transportasi. Demikian juga pengguna TransJakarta. Dengan dibukanya kerja sama ini, popularitas Flazz atau e-Money meningkat sangat dratis.

Meningkatan kedua ketika pintu tol mengharuskan pembayaran menggunakan model yang sama. Pada 2017 diperkirakan setiap bulan lebih dari 100 ribu kartu pembayaran digital dibeli masyarakat.

Pemerintah sendiri mendorong terus pertumbuhan dunia digital ini. Kebijakan yang dikeluarkan bukan untuk menghambat perkembangannya tetapi lebih diarahkan untuk melindungi keamanan transaksi dan data nasabah. (E-1)