Indonesia.go.id - Burung Hantu, Predator Alami Hama Tikus Sawah

Burung Hantu, Predator Alami Hama Tikus Sawah

  • Administrator
  • Rabu, 23 April 2025 | 07:36 WIB
PERTANIAN
  Burung hantu sebagai predator alami hama tikus dijadikan salah satu strategi pengendalian hama dalam pertanian yang lebih ramah lingkungan. PEXEL
Pemanfaatan burung hantu sebagai predator alami hama tikus telah menjadi salah satu strategi pengendalian hama yang lebih ramah lingkungan.

Di persawahan Indonesia, hama tikus telah menjadi momok yang mengancam hasil panen padi. Dalam semalam, puluhan hektare sawah bisa habis digerogoti oleh tikus yang lapar. Batang padi yang baru tumbuh dicabut, benih dicuri, dan panen disapu habis. Dalam satu tahun, satu induk tikus bisa melahirkan ribuan keturunan, membuat siklus kehancuran ini seolah tak ada ujung.

Namun, ada harapan baru bagi petani Indonesia. Burung hantu, khususnya spesies Tyto alba, telah terbukti efektif sebagai predator alami hama tikus. Dengan kemampuan memangsa hingga lima ekor tikus per malam, burung hantu dapat menjadi solusi yang ramah lingkungan dan efektif untuk mengendalikan populasi tikus di persawahan.

Tyto alba, atau burung hantu barn, adalah spesies burung hantu yang dikenal adaptif terhadap iklim tropis dan tidak agresif terhadap manusia. Mereka memiliki kemampuan unik untuk terbang tanpa suara dan dapat memutar leher hingga 270 derajat, membuatnya menjadi predator yang efektif.

Owl Research Institute menyebutkan ada 250 jenis burung hantu tersebar di dunia. 54 jenis diantaranya ada di Indonesia, beberapa merupakan spesies endemik.

Merujuk data Kementerian Pertanian, burung hantu dapat menjangkau radius 12 kilometer dari sarangnya, membuatnya dapat mengendalikan populasi tikus di area yang luas. Selain itu, burung hantu juga dapat memangsa tikus dalam jumlah signifikan di alam terbuka, membuatnya menjadi solusi yang efektif untuk mengendalikan hama tikus. Sekaligus mengurangi penggunaan racun kimia untuk hama tikus.

Satu hal, pemanfaatan burung hantu sebagai predator alami hama tikus telah menjadi salah satu strategi pengendalian hama yang lebih ramah lingkungan. Dengan menyediakan rumah burung hantu atau rubuha di lahan pertanian, petani dapat membantu meningkatkan populasi burung hantu dan mengendalikan populasi tikus.

Menurut Yudhistira Nugraha, Peneliti Ahli Madya yang juga Kepala Pusat Riset Tanaman Pangan - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), pendekatan terpadu yang menggabungkan metode mekanik dan biologis dapat menjadi kunci keberhasilan pengendalian hama tikus.

“Pendekatan terpadu ini menjadi kunci agar populasi tikus bisa ditekan dengan cepat sebelum stabil kembali dengan bantuan predator alami,” ujar Yudhistira seperti dikutip dari laman BRIN, Kamis (10/4/2025).

Penggunaan burung hantu sebagai pengendali hama juga memerlukan pengelolaan yang cermat. Jika populasi Tyto alba tidak dikendalikan dan makanan utama mereka menipis, mereka bisa memangsa spesies lain seperti burung kecil, kelelawar, bahkan ternak kecil.

“Dalam jangka panjang, hal ini bisa mengganggu keseimbangan ekosistem lokal. Oleh karena itu, diperlukan pemantauan dan pengaturan populasi secara berkelanjutan,” kata Yudhistira.

Tentunya, produksi padi dan jagung makin meningkat melalui pengendalian hama tikus yang efektif. Serta mendukung budi daya pertanian yang berkelanjutan sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).

 

Keterlibatan Petani dan Dukungan Pemerintah

Keberhasilan pemanfaatan burung hantu sebagai predator alami hama tikus sangat bergantung pada keterlibatan petani dan dukungan pemerintah. Fasilitasi penyediaan rubuha dan pemantauan populasi burung hantu menjadi bagian penting dari pengelolaan ekosistem pertanian yang sehat dan berkelanjutan.

Dalam acara simbolis panen raya di Majalengka, Jawa Barat, Presiden Prabowo Subianto berencana memborong 1.000 ekor burung hantu untuk membantu petani mengatasi masalah hama tikus. Langkah ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi daerah lain untuk mengadopsi strategi pengendalian hama yang lebih ramah lingkungan.

Presiden mengaku mendapat laporan soal hama tikus dari para petani saat kunjungannya tersebut. Mendengar isu tersebut, Kepala Negara yang puluhan tahun aktif mengalang organisasi petani itu, lantas menyebut burung hantu dapat menjadi solusi.

“Saya dapat laporan hama tikus yang sangat pelik masalahnya. Yang paling bagus sekarang katanya adalah burung hantu. Waduh, ini harga burung hantu naik dong kalau sekarang,” ucap Prabowo sembari berkelakar.

Kisah sukses pemanfaatan burung hantu telah dilakukan kalangan petani di Grobogan, Jawa Tengah sejak lama.  Sedari 2009, petani Grobogan menggunakan burung hantu Tyto alba sebagai predator alami hama tikus. Hasilnya, intensitas kerusakan akibat tikus menurun sebesar 60-90 persen pada 2020 dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Adapun jumlah rubuha di Kabupaten Grobogan meningkat dari 85 unit pada tahun 2011 menjadi 944 unit pada tahun 2020.

Pemanfaatan burung hantu sebagai predator alami hama tikus telah terbukti efektif dan efisien dalam mengendalikan populasi tikus di persawahan. Dengan pendekatan terpadu yang menggabungkan metode mekanik dan biologis, petani dapat meningkatkan hasil panen dan mengurangi penggunaan bahan kimia berbahaya. Dukungan pemerintah dan keterlibatan petani sangat penting dalam keberhasilan pemanfaatan burung hantu sebagai predator alami hama tikus.

Penulis: Kristantyo Wisnubroto

Redaktur: Untung S