Banyak cerita menarik dari perhelatan PON XX Papua. Mulai dari harga noken, tas rajutan tangan khas Papua yang dijual dengan harga Rp4 juta, hingga penjual boneka PON dari Bandung.
Noken, merupakan istilah lain dari tas yang terkenal di daerah pegunungan tengah dan pantai utara Papua. Tapi di tanah Marind, atau Papua Selatan, noken disebut sebagai toware. Noken terbuat dari rajutan benang nilon, serat kayu, kulit pohon anggrek atau pelepah pandan rawa. Harganya pun bervariasi. Ada yang cuma Rp100 ribu, tapi ada juga yang mencapai 4 jutaan rupiah.
Noken rajutan dari serat kayu rata-rata harganya antara Rp100 ribu hingga Rp600 ribu, tergantung ukurannya. Ukuran kecil 15x15 cm dipatok dengan harga Rp100 ribu, tapi untuk noken yang ukuran besar, yaitu 40x40 cm, dijual dengan harga Rp600 ribu. Sedangkan untuk noken kuning yang disulam dengan dahan anggrek harganya mencapai Rp3--5 juta dengan ukuran 35x40 cm. Kenapa jenis noken dari Paniai atau Nabire itu lebih mahal? Para perajin oleh-oleh khas Papua mengungkap adanya kesulitan tersendiri untuk mendapatkan bahan kulit pohon anggrek.
Walau begitu, secara umum, menemukan penjual noken di saat perhelatan PON relatif lebih mudah dibandingkan dengan penjual boneka PON. Bahkan di Kota Jayapura, Sentani, Merauke, maupun di Timika, saat PON berlangsung, cukup banyak ditemukan penjual noken yang menawarkan dagangannya di sekitar venue, baik dengan menggelar tenda maupun yang mendirikan toko semi permanen.
Bahkan di Kota Jayapura, Festival Noken di Taman Imbi itu digelar bersamaan dengan PON XX pada 2--15 Oktober 2021. Di tempat tersebut, puluhan mama-mama Papua dari pegunungan menggelar noken, ikat kepala, gelang, kalung dan manik-manik lainnya. Bahkan sebagian mereka juga menggelar dagangannya di kompleks pameran 100 kios UMKM kopi.
PON XX Papua oleh masyarakat setempat memang dijadikan sebagai ajang berjualan berbagai macam kebutuhan para atlet, ofisial, maupun penonton. Ada yang berjualan pernak-pernik PON, misalnya kaos, topi, gelang, gantungan kunci, pulpen, bahkan ada pula yang berjualan makanan khas Papua, seperti papeda dingin atau papeda bungkus.
Boneka Maskot Kangpho dan Drawa juga dijual dengan beragam variasi ukuran dan harga. Boneka ukuran kecil (tinggi sekitar 25 cm) dijual antara Rp250.000–Rp350.000 sepasang. Sedangkan yang lebih besar dijual Rp500.000 sepasang. “Kami ambil barang dari Cikampek dan Bandung,” kata Maman (37), sang penjual boneka.
Lain Maman lain pula Usep (40). Usep punya gerai “semi resmi” dengan menyewa lapak milik masyarakat Kampung Harapan. Letaknya tak jauh dari tempat Maman menjajakan dagangannya. Ia menyewa lahan ukuran 2x4 meter di samping trotoar dengan harga sewa 200.000 rupiah per hari. “Alhamdulillah, uang sewa bisa tertutup,” katanya. Selama beberapa hari berjualan, kata dia, sudah 800 buah boneka yang terjual dari total 1.500 pasang yang disiapkannya.
Usep dan Maman datang dari Bandung, Jawa Barat, bersama empat rekannya. Mereka tiba di Jayapura pada 4 Oktober 2021. Mereka berjualan boneka dan kaos PON. “Kami terlambat karena sulit cari tiket penerbangan,” tuturnya.
Dalam PON Papua ini, ada dua maskot PON yaitu Kangpo dan Drawa. Kangpho dan Drawa merupakan dua hewan khas Papua. Kangpho merupakan singkatan dari kanguru pohon mantel emas, yang merupakan satwa endemik yang dimiliki alam Papua. Sedangkan Drawa berbentuk burung cendrawasih dengan nama latin Paradisaea Raggiana. Logo Pon XX Papua serta kedua maskot tersebut ternyata mengandung banyak pesan.
Di sepanjang trotoar seberang GOR Enembe juga dijual kaos dan topi PON Papua. Harganya bervariasi, mulai Rp50.000 hingga Rp200.000. Ada pula yang berjualan ikat kepala (mahkota) dari kulit kayu khas Sentani, dengan hiasan bulu ayam atau bulu kasuari. Harganya bervariasi dari Rp600.000 hingga Rp800.000.
Jika Maman bisa berjualan di trotoar, lain lagi Mama Tina. Ia berjualan papeda bungkus (papeda dingin) di belakang trotoar. Tujuh bungkus Papeda dingin seukuran lemper itu dijual satu paket dengan sambal dan ikan mujair goreng atau bakar. Satu paket ia jual dengan harga Rp50.000. “Papeda bungkus memang lebih mantap dimakan dengan ikan gabus. Tapi Iagi sulit cari ikan gabus. Kalaupun ada, harganya mahal,” katanya.
Di tepi jalan seberang GOR Lukas Enembe, ada beberapa orang berjualan papeda dingin. Dan semuanya dengan paket lauk ikan mujair. Dan seperti kompak, mereka mengatakan, bahwa mereka tengah kesulitan mendapatkan ikan gabus.
Perlu diketahui, ikan gabus merupakan ikan endemik di Danau Sentani. Di pasaran, ikan ini harganya relatif lebih mahal dibandingkan ikan jenis lainnya. Untuk jenis yang besar bisa mencapai Rp80.000--Rp100.000 per ekor.
Pemerintah Kabupaten Jayapura melibatkan 266 UMKM untuk ikut memanfaatkan perhelatan PON XX Papua. Dari jumlah tersebut, 186 UMKM milik masyarakat asli Papua.
Yos Levi Yoku, Koordinator Sub Bidang Sosial Ekonomi pada Bidang IV PB PON XX Klaster Jayapura mengatakan selama ini Pemkab Jayapura melakukan pembinaan 100 UMKM dan memberikan pendampingan. Mereka bergerak di bidang suvenir, kuliner, handycraft, fesyen, dan sebagainya. “Sampai hari ini jumlah masih terus bertambah, dan hari ini tim kami masih terus bekerja,” kata Levi.
Levi juga menjelaskan, setiap hari tim panitia sosial ekonomi PB PON XX Kabupaten Jayapura terus melakukan manual looding barang dan penjualan. Kegiatan manual loading dilakukan setiap hari sejak UMKM ditempatkan. Laporan secara manual dilakukan secara online oleh UMKM dan data secara online.
“Tim panitia dan relawan setiap hari melakukan pendampingan terhadap UMKM,” jelasnya melalui pesan Whatsapp.
Sebelumnya, dalam konferensi pers dengan topik ‘Perkembangan UMKM dan Ekonomi Kreatif di Kabupaten Jayapura’ di Media Center Kominfo PON Papua Klaster Kabupaten Jayapura, Levi Yoku menjelaskan bahwa jauh sebelum PON digelar, mereka telah melakukan pelatihan kepada para pelaku UMKM. Selain itu, mereka juga memperoleh modal usaha Rp5 juta per UMKM.
Dalam kesempatan itu Levi juga mengatakan, Pemkab Jayapura terus mendorong sektor UMKM untuk bangkit dan naik kelas. Dalam rangka itu, Pemkab Jayapura juga menggandeng sektor perbankan sehingga pelaku sektor itu memperoleh akses pembiayaan selain melek terhadap sistem pembayaran secara digital.
“Dengan adanya wabah, kami berusaha untuk mengurangi sistem pembayaran secara tunai. Kami mendorong sistem pembayaran secara nontunai. Tujuannya agar mereka juga melek terhadap perkembangan digital,” ujarnya.
Kendati PON telah usai, Levi menjelaskan, pihaknya terus melakukan promosi dan pemasaran melalui katalog. Harapannya, setelah PON berakhir semua akan tetap berlanjut. Program tersebut difasilitasi oleh bidang sosial ekonomi PB PON. Ada juga kerja sama dengan Telkomsel untuk memasarkan produk khas, seperti coklat.
"Kami juga membangun etalase di hotel dan bandara yang berisi hasil kerajinan khas Papua. Diharapkan PON usai akan tetapi ekonomi tetap berlanjut," urai Levi. Berikut katalog UMKM Kabupaten Jayapura yang dipublikasikan: https://bit.ly/CATALOG_UMKM
PDRB Meningkat
Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan Produksi Domestik Regional Bruto (PDRB) Papua meningkat hingga 1,10 persen, sebagai dampak dari perhelatan PON Papua 2021. Pertumbuhan ditunjang oleh gencarnya sektor konstruksi serta permintaan akomodasi serta makanan dan minuman.
Sebanyak 21.687 orang yang terdiri atlet, ofisial, dan perangkat pertandingan PON Papua yang tersebar di empat klaster, yaitu Kabupaten Mimika, Kabupaten Merauke, Kabupaten Jayapura, dan Kota Jayapura, menjadi pendorong geliat ekonomi Papua. Jumlah tersebut belum termasuk pada penopang perhelatan PON XX Papua, seperti aparat TNI/Polri, pekerja konstruksi, media, dan relawan.
Dengan begitu, ajang PON XX Papua kali ini menjadi pusat kegiatan sosial ekonomi yang berdampak positif bagi rakyat Papua. Asisten Direktur Perwakilan BI Papua Dwi Putra Indrawan mencontohkan, pembangunan arena pertandingan maupun infrastruktur PON Papua sejak 2016--2021 telah menumbuhkan sektor konstruksi. Pembangunan berbagai venue PON XX tersebut berkontribusi terhadap PDRB Papua 0-2 persen dari PDRB Papua dengan posisi tertingginya pada 2019, senilai 1,5 persen.
Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari