Di Indonesia, industri perasuransian telah berkembang cukup pesat: jumlah aset industri perasuransian menembus ribuan triliun rupiah, dengan cakupan layanan yang semakin meluas dari asuransi jiwa, kesehatan, hingga asuransi pertanian.
Pagi itu, lantai Bursa Efek Indonesia di kawasan Sudirman, Jakarta, tampak sibuk seperti biasa. Namun di balik hiruk-pikuk perdagangan saham, ada satu sektor yang tengah menjadi sorotan para analis: industri perasuransian.
Sektor ini, yang selama bertahun-tahun sering dianggap “sunyi”, kini berada di persimpangan jalan penting, dipengaruhi oleh gelombang besar dinamika perekonomian global.
Industri asuransi sesungguhnya memegang peranan vital dalam stabilitas ekonomi. Ia menjadi “jaring pengaman” bagi individu, rumah tangga, hingga korporasi. Di Indonesia, industri ini telah berkembang cukup pesat: jumlah aset industri perasuransian menembus ribuan triliun rupiah, dengan cakupan layanan yang semakin meluas dari asuransi jiwa, kesehatan, hingga asuransi pertanian.
Guncangan ekonomi global akibat geopolitik, perlambatan pertumbuhan Tiongkok, serta ketatnya kebijakan moneter Amerika Serikat, menjadi faktor yang ikut mengguncang pasar keuangan domestik. Fluktuasi nilai tukar rupiah, tekanan inflasi, hingga risiko gagal bayar obligasi korporasi, semuanya memberi dampak langsung pada kinerja investasi perusahaan asuransi di Indonesia.
Dalam laporan terbarunya, International Monetary Fund merevisi ke atas proyeksi pertumbuhan ekonomi global sebesar 20 bps menjadi 3,0 persen pada 2025 dan 10 bps menjadi 3,1 persen pada 2026.
Revisi ini didorong oleh front-loading menjelang kenaikan tarif, serta tarif efektif Amerika Serikat (AS) yang lebih rendah dari rencana awal, perbaikan kondisi likuiditas global, serta kebijakan fiskal yang akomodatif.
Sejalan dengan revisi ini, World Trade Organization (WTO) memperkirakan perdagangan global 2025 tumbuh 0,9 persen, lebih tinggi dari perkiraan (sebelumnya -0,2 persen), terutama karena peningkatan frontloading impor AS.
Di AS, perekonomian masih stabil meski dampak tarif mulai terlihat pada inflasi dan pelemahan pasar tenaga kerja. Di samping itu, tensi perang dagang mereda seiring keputusan AS untuk menurunkan tarif lebih rendah dibanding tarif awal, meskipun kebijakan tarif masih cukup restriktif terutama terhadap negara-negara BRICS.
Perkembangan di negara utama lain menunjukkan kondisi yang beragam. Di Tiongkok, pemulihan ekonomi masih tertahan dengan menurunnya sentimen konsumen dan dunia usaha.
Sementara di Eropa, pertumbuhan masih ditopang permintaan domestik, meski zona manufaktur menunjukkan pelemahan yang tercermin dari angka Purchasing Managers’ Indeks (PMI) yang tetap di zona kontraksi dan penurunan industrial production.
Perkembangan tersebut meningkatkan ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter global yang mendukung penguatan pasar keuangan global, serta aliran dana ke emerging markets termasuk Indonesia.
Di dalam negeri, perekonomian domestik mencatatkan tingkat pertumbuhan yang solid. Sementara itu, intermediasi di sektor jasa keuangan menunjukkan pertumbuhan yang positif sejalan dengan pertumbuhan ekonomi domestik.
Industri Asuransi Indonesia
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, untuk industri asuransi, per Juli 2025 aset industri mencapai Rp1.169,64 triliun atau naik 3,30 persen year on year (yoy). Dari sisi asuransi komersial, total aset tercatat sebesar Rp948,4 triliun atau mencatat pertumbuhan 3,99 persen yoy.
Kinerja asuransi komersial berupa pendapatan premi pada periode Januari-Juli 2025 sebesar Rp194,55 triliun, atau tumbuh 0,77 persen yoy, terdiri dari premi asuransi jiwa yang terkontraksi sebesar 0,84 persen yoy dengan nilai sebesar Rp103,42 triliun, dan premi asuransi umum dan reasuransi tumbuh 2,67 persen yoy dengan nilai sebesar Rp91,13 triliun.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menuturkan bahwa secara umum, permodalan industri asuransi komersial masih menunjukkan kondisi yang solid.
"Dengan industri asuransi jiwa serta asuransi umum dan reasuransi secara agregat melaporkan Risk Based Capital (RBC) masing-masing sebesar 471,23 persen dan 312,08 persen (di atas threshold sebesar 120 persen)," kata Ogi.
Ogi menambahkan, untuk asuransi non komersial yang terdiri dari BPJS Kesehatan (badan dan program jaminan kesehatan nasional) dan BPJS Ketenagakerjaan (badan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, atau jaminan kehilangan pekerjaan) serta program asuransi ASN, TNI, dan Polri terkait program jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian, total aset tercatat sebesar Rp221,24 triliun atau tumbuh sebesar 0,44 persen yoy.
Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) melaporkan kinerja 57 perusahaan asuransi jiwa pada periode Januari hingga Juni 2025.
Sepanjang periode tersebut, industri asuransi jiwa tetap mencatatkan ketahanan dan peran strategisnya dalam menjaga stabilitas keuangan masyarakat, meskipun dinamika ekonomi nasional masih penuh tantangan.
Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon, menyampaikan bahwa pada Semester 1-2025 total pendapatan industri naik 3,6 persen menjadi Rp109,00 triliun, ditopang oleh pertumbuhan premi lanjutan dan hasil investasi.
”Hasil ini menegaskan relevansi asuransi jiwa sebagai pilar penting dalam perencanaan keuangan keluarga, bahkan ketika ruang konsumsi masyarakat terbatas,” kata Budi beberapa waktu lalu.
Pendapatan premi lanjutan naik 6,1 persen menjadi Rp39,66 triliun, menunjukkan komitmen nasabah menjaga kesinambungan perlindungan. Jumlah Tertanggung juga meningkat signifikan 8,8 persen menjadi 123,70 juta jiwa dibandingkan Semester I-2024.
“Catatan positif ini menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap asuransi jiwa tetap terjaga, meskipun premi bisnis baru melambat akibat tekanan daya beli. Peningkatan premi lanjutan dan bertambahnya jumlah tertanggung menegaskan kesadaran masyarakat akan pentingnya asuransi sebagai instrumen perlindungan jangka panjang,” tambah Budi.
Klaim Kesehatan Naik
Di sebuah rumah sederhana di pinggiran Bekasi, Lestari (38) sedang menyiapkan sarapan untuk dua anaknya. Suaminya, seorang sopir ojek daring, baru saja berangkat kerja. Lestari pernah mengalami masa paling berat ketika suaminya mengalami kecelakaan lalu lintas dua tahun lalu. “Kalau bukan karena asuransi kesehatan dari kantor dulu, entah bagaimana saya harus bayar biaya rumah sakit yang hampir Rp80 juta,” kenangnya dengan mata berkaca-kaca.
Kisah Lestari adalah potret nyata bagaimana asuransi hadir sebagai penyelamat di tengah situasi tak terduga. Namun, ia juga mengaku masih banyak tetangganya yang ragu mengambil asuransi karena menganggap premi terlalu mahal atau takut ditipu.
Ketua Bidang Kanal Distribusi AAJI, Elin Waty, menegaskan bahwa tren kenaikan klaim kesehatan individu menjadi perhatian penting. "Reformasi industri kesehatan diharapkan dapat segera berjalan agar manfaat perlindungan dapat ditawarkan dengan nilai premi yang seimbang bagi masyarakat," ujar Elin.
Selain itu, lanjut Elin, industri asuransi jiwa menunaikan tanggung jawabnya dengan pembayaran klaim sebesar Rp72,47 triliun kepada 5,01 juta penerima manfaat sepanjang Januari–Juni 2025. Angka ini turun 6,7 persen dibanding periode sama tahun lalu, terutama karena penurunan klaim Partial Withdrawal.
Sebaliknya, klaim kesehatan meningkat 3,2 persen menjadi Rp12,20 triliun. Lonjakan terbesar berasal dari klaim kesehatan perorangan yang naik 25,5 persen menjadi Rp9,56 triliun, sementara klaim kesehatan kumpulan turun 37,2 persen menjadi Rp2,64 triliun.
Investasi Asuransi Jiwa Tumbuh Positif
Kenaikan total pendapatan industri asuransi jiwa salah satunya ditopang oleh hasil investasi yang tumbuh positif di Semester 1-2025. Sampai dengan Juni 2025, industri asuransi jiwa membukukan total hasil investasi sebesar Rp16,68 triliun, meningkat 38,4 persen dibandingkan tahun lalu.
Ketua Bidang Pengembangan dan Pelatihan SDM AAJI, Handojo Gunawan Kusuma, menyebutkan industri asuransi jiwa banyak melakukan adaptasi pada strategi investasi guna mendapatkan hasil yang optimal di tengah kondisi perekonomian yang belum sepenuhnya kondusif.
“Hasil investasi Semester 1-2025 yang tumbuh signifikan menunjukkan ketahanan industri dalam mengelola portofolio. Diversifikasi dan penerapan manajemen risiko yang tepat memastikan kepentingan pemegang polis tetap terjaga,” jelas Handojo.
Dari sisi aset, hingga Juni 2025 industri asuransi jiwa mencatatkan total aset Rp630,53 triliun naik 2,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Aset investasi tumbuh 2,3 persen menjadi Rp551,31 triliun.
Industri asuransi jiwa melalukan diversifikasi penempatan investasi di beberapa instrumen yang diperkenankan oleh OJK, sebagai berikut :
• Surat Berharga Negara (SBN) mengalami pertumbuhan sebesar 14,6 persen dengan kontribusi terhadap total investasi sebesar 40,5 persen atau setara dengan Rp223,03 triliun.
• Saham mengalami penurunan sebesar 13,6 persen dengan kontribusi terhadap total investasi sebesar 22,0 persen atau setara dengan Rp121,50 triliun.
• Reksadana mengalami penurunan sebesar 6,8 persen dengan kontribusi terhadap total investasi sebesar 12,4 persen atau setara dengan Rp68,14 triliun.
• Sukuk Korporasi mengalami pertumbuhan sebesar 14,2 persen dengan kontribusi terhadap total investasi sebesar 9,7 persen atau setara dengan Rp53,26 triliun.
• Deposito mengalami penurunan sebesar 6,8 persen dengan kontribusi terhadap total investasi sebesar 6,1 persen atau setara dengan Rp33,71 triliun.
”Konsistensi penempatan investasi pada instrumen SBN merupakan wujud komitmen industri asuransi jiwa kepada para pemegang polis untuk menempatkan dananya pada instrumen yang relatif stabil dan memiliki tenor waktu yang sesuai dengan kontrak polis mereka. Penempatan investasi di SBN juga menjadi bukti nyata kontribusi industri asuransi jiwa dalam mendukung program pembangunan nasional,” tambah Handojo.
Lebih lanjut, Budi Tampubolon menegaskan bahwa momentum meningkatnya kesadaran masyarakat ini menjadi landasan bagi transformasi industri ke depan.
“Dengan tren surrender yang menurun, jumlah tertanggung yang bertambah, serta premi lanjutan yang menguat, masyarakat semakin menjadikan asuransi bagian dari strategi finansial jangka panjang. Industri berkomitmen memperluas perlindungan, memperkuat kualitas SDM, serta terus berkontribusi bagi stabilitas keuangan nasional,” ujarnya.
Mengenai penguatan SDM asuransi jiwa, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Surat Tanda Terdaftar (STTD) bagi para agen asuransi. Surat ini diberikan sebagai tanda bahwa agen dimaksud telah terdaftar dan memenuhi persyaratan untuk beroperasi di sektor jasa keuangan, khususnya di industri keuangan non-bank.
STTD yang diterbitkan oleh OJK berupa QR Code unik yang wajib dicantumkan di tanda pengenal agen asuransi. Setiap agen asuransi wajib menunjukkan tanda pengenal yang sudah dilengkapi dengan QR Code STTD OJK kepada para calon pemegang polis. Calon pemegang polis dapat melakukan pengecekan dengan melakukan scan QR Code tersebut untuk memastikan bahwa agen asuransi yang ditemuinya adalah benar dan sudah resmi terdaftar di OJK.
Mendukung langkah tersebut, AAJI meluncurkan Microsite Asuransi Jiwa, sebuah platform pembelajaran digital yang menyediakan materi pelatihan seputar etika profesi, anti-fraud, perlindungan konsumen, dan praktik penjualan yang benar.
Ke depan, microsite ini akan menjadi media pembelajaran berkelanjutan yang terintegrasi dengan program sertifikasi agen, guna menciptakan tenaga pemasar yang profesional, terpercaya, dan berintegritas.
Menyongsong Masa Depan
Transformasi industri asuransi jiwa akan terus berlanjut. Pengembangan SDM, khususnya agen, kami dorong melalui berbagai pelatihan dan inovasi digital. Implementasi QR Code pada STTD agen melalui sistem SPRINT OJK menjadi langkah nyata untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, sementara peluncuran Microsite Asuransi Jiwa menghadirkan platform pembelajaran digital berkelanjutan bagi seluruh tenaga pemasar.
"Dengan ketahanan yang ditunjukkan pada Semester I-2025, industri asuransi jiwa tidak hanya menjaga stabilitas keuangan, tetapi juga memperluas perlindungan bagi jutaan masyarakat Indonesia.” tutup Budi Tampubolon.
Di tengah ketidakpastian global, wajah industri perasuransian Indonesia sedang berubah. Dari sektor yang dulu dipandang sebagai “pelengkap”, kini ia dituntut menjadi pemain utama dalam mendukung ketahanan ekonomi nasional.
Potensi pasar domestik yang besar, bonus demografi, hingga akselerasi digitalisasi menjadi modal berharga. Namun keberhasilan hanya bisa diraih jika ada sinergi: regulator yang tegas, perusahaan yang inovatif, dan masyarakat yang semakin sadar proteksi.
Delapan dekade setelah proklamasi kemerdekaan, Indonesia sedang berupaya mewujudkan kemandirian ekonomi. Dan di dalamnya, industri perasuransian memegang peran krusial, yakni sebagai penguat fondasi perekonomian nasional, sekaligus sebagai penggerak roda kepercayaan masyarakat.
Penulis: Ismadi Amrin
Redaktur: Kristantyo Wisnubroto
Berita ini sudah terbit di infopublik.id: https://infopublik.id/kategori/sorot-ekonomi-bisnis/936620/wajah-industri-perasuransian-indonesia-dalam-dinamika-pererkonomian-global