Indonesia.go.id - Tegas dan Terukur, Aturan Mobilitas Lebaran Diperketat

Tegas dan Terukur, Aturan Mobilitas Lebaran Diperketat

  • Administrator
  • Jumat, 23 April 2021 | 17:20 WIB
COVID-19
  Presiden Jokowi Berikan Penjelasan Terkait Peniadaan Mudik Lebaran Tahun 2021. SETPRES
Aturan mobilitas warga jelang perayaan Idulfitri 2021 diperketat. Diharapkan, masyarakat mengurungkan niatan mudik.

Pertengahan April 2021, Sekretariat Presiden merilis pernyataan Presiden Joko Widodo yang menjadi konten breaking news di sejumlah media arus utama di tanah air. Isinya jelas dan tegas. Presiden Jokowi menyampaikan kembali urgensi larangan mudik dalam menyambut Idulfitri 1442 H.

Dalam pernyataannya itu, Presiden Jokowi secara detail membeberkan ancaman penularan Covid-19 yang senantiasa menghantui anak bangsa di saat-saat pelaksanaan libur panjang, sepanjang 2020-2021. Setidaknya, ada empat momen krusial yang dialami bangsa ini terkait penularan Covid-19.

Hal itulah, yang menurut Presiden Jokowi, menjadi pertimbangan utama dalam memutuskan pelarangan mudik lebaran 2021. “Keputusan ini diambil melalui berbagai macam pertimbangan, karena pengalaman tahun lalu terjadi tren kenaikan kasus setelah empat kali libur panjang,” kata Presiden Jokowi.

Dari data yang disebutkan Presiden Jokowi tampak bahwa kasus penularan Covid-19 naik signifikan pertama kali saat libur Idulfitri tahun lalu. Ketika itu, kenaikan kasus harian mencapai 93 persen dan terjadi tingkat kematian mingguan hingga 66 persen.

Kemudian, kenaikan kasus Covid-19 yang kedua terjadi saat libur panjang pada 20-23 Agustus 2020. Akibat momentum itu, terjadi kenaikan hingga 119 persen dan tingkat kematian mingguan meningkat hingga 57 persen. Selanjutnya titik krusial ketiga terjadi pascalibur panjang pada 28 Oktober-1 November 2020 yang menyebabkan terjadinya kenaikan kasus Covid-19 hingga 95 persen dan kenaikan tingkat kematian mingguan mencapai 75 persen.

Dan momentum pencetus kenaikan kasus Covid-19 yang keempat terjadi seiring libur di akhir tahun, 24 Desember 2020-3 Januari 2021. Di mana tercatat ada kenaikan jumlah kasus harian mencapai 78 persen dan kenaikan tingkat kematian mingguan hingga 46 persen.

Selain sederet insiden di atas, Presiden Jokowi juga mengungkapkan pertimbangan lain yang melatari pelarangan mudik jelang perayaan Idulfitri kali ini. Yakni, terkait dengan kian melandainya angka Covid-19, yang harus senantiasa dijaga. “Kita harus menjaga tren menurunnya kasus aktif di Indonesia dalam dua bulan terakhir ini. (Kasus) Menurun dari 176.672 kasus pada 5 Februari 2021 dan pada 15 April 2021 menjadi 108.032 kasus. Penambahan kasus harian juga sudah relatif menurun. Kita pernah mengalami 14-15 ribu kasus per hari pada bulan Januari 2021 tapi kini berada di kisaran 4-6 ribu kasus per hari,” katanya.

Tak hanya itu, menurut Presiden Jokowi, tren kesembuhan pun terus mengalami peningkatan. Bila pada 1 Maret 2021 sebanyak 1.151.915 orang yang sembuh atau 85,88 persen dari total kasus, maka di 15 April 2021 meningkat menjadi 1.438.254 pasien sembuh atau telah mencapai 90,5 persen sembuh dari total kasus.

Jutaan Ingin Mudik

Ibarat telah kenyang memakan asam garam, pemerintah meyakini betapa sebuah langkah tegas dan terukur harus segera diambil dalam menghadapi momentum perayaan keagamaan kali ini. Terlebih, hasil survei yang pernah dilakukan Kementerian Perhubungan menunjukkan adanya keinginan kuat dari masyarakat untuk tetap menghelat silaturahmi dengan keluarga di kampung halaman pada saat lebaran.

Dipaparkan Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi, pada awal April 2021, dari hasil survei tersebut ditemukan bahwa bila tidak ada larangan mudik, maka 81 juta orang akan melakukan perjalanan ke kampung halaman mereka. Namun bila ada larangan, angkanya yang muncul pun cukup meresahkan.

 "Survei juga menemukan dengan adanya larangan mudik lebaran 2021, sebanyak 27 juta orang akan tetap melakukan perjalanan ke kampung halaman," kata Budi Karya dalam konferensi pers virtual, Rabu (7/4/2021).

Dari hasil survei itu ditemukan pula, Budi melanjutkan, yang akan melakukan mudik dari Jabodetabek ke Jawa Tengah mencapai 12 juta orang. Sedangkan, sambung dia, yang ke Jawa Timur dan Jawa Barat mencapai 6 juta orang.

"Jadi meski hanya 27 juta orang yang akan melakukan perjalanan mudik, tentunya perlu strategi untuk mengantisipasi pergerakan masyarakat," kata Budi.

Strategi awal yang dilakukan pemerintah adalah dengan menerbitkan SE Kepala Satgas Penanganan Covid-19 nomor 13 tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik pada Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah selama 6-17 Mei 2021.

Demi memperkuat aturan itu, pemerintah pun mengeluarkan adendum SE 13/2021. Adendum sendiri merupakan upaya menambahkan klausula atau pasal yang secara fisik terpisah dari perjanjian pokok--dalam hal ini SE 13/2021--, namun secara hukum melekat pada perjanjian pokok itu.

Adendum SE 13/2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idulfitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Selama Bulan Suci Ramadan 1442 Hijriah itu diterbitkan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 dan diteken Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo pada 21 April 2021.

Pada adendum itu diatur tentang pengetatan persyaratan Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) selama H-14 peniadaan mudik (22 April–5 Mei 2021) dan H+7 peniadaan mudik (18 Mei–24 Mei 2021). Dengan adanya aturan ini, maka selama masa peniadaan mudik 6–17 Mei 2021 tetap diberlakukan aturan sebagaimana tertuang dalam SE Satgas 13/2021.

“Adendum SE ini berlaku efektif mulai 22 April sampai dengan 5 Mei 2021 dan 18 Mei sampai dengan 24 Mei 2021, serta akan ditinjau lebih lanjut sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan situasi terakhir di lapangan,” ujar Doni.

Adendum itu diterbitkan dalam rangka mencegah dan memutus rantai penyebaran Covid-19, di mana pada Ramadan dan semakin mendekati Hari Raya Idulfitri Tahun 1442 H, terdapat peluang peningkatan mobilitas masyarakat, baik untuk kegiatan keagamaan, keluarga, maupun pariwisata.

Pasalnya beragam hal tersebut dikhawatirkan akan meningkatkan risiko laju penularan Covid-19. Apalagi hasil Survei Pascapenetapan Peniadaan Mudik Selama Masa Lebaran 2021 oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan ditemukan masih adanya sekelompok masyarakat yang hendak pergi mudik pada rentang waktu H-7 dan H+7 pemberlakuan Peraturan Peniadaan Mudik.

“Tujuan adendum Surat Edaran ini adalah untuk mengantisipasi peningkatan arus pergerakan penduduk yang berpotensi meningkatkan penularan kasus antardaerah pada masa sebelum dan sesudah periode peniadaan mudik diberlakukan,” ujar Doni dalam adendum SE.

Selain 12 ketentuan protokol yang sudah ada pada SE 13/2021, pada adendum ini ditambahkan beberapa ketentuan protokol perjalanan, yang dijabarkan sebagai berikut dan ditandai dalam penomoran melanjutkan yang ada di surat edaran sebelumnya:

13. Selain ketentuan dalam angka 5, berlaku ketentuan khusus pengetatan mobilitas Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) pada periode menjelang masa peniadaan mudik yang berlaku 22 April sampai dengan 5 Mei 2021 dan pascamasa peniadaan mudik yang berlaku 18 Mei sampai dengan 24 Mei 2021, dengan ketentuan sebagai berikut:

A. Pelaku perjalanan transportasi udara wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR/rapid test antigen yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 1 x 24 jam sebelum keberangkatan, atau surat keterangan hasil negatif tes GeNose C19 di bandar udara sebelum keberangkatan sebagai persyaratan perjalanan dan mengisi e-HAC Indonesia;

B. Pelaku perjalanan transportasi laut wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR/rapid test antigen yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 1 x 24 jam sebelum keberangkatan, atau surat keterangan hasil negatif tes GeNose C19 di pelabuhan sebelum keberangkatan sebagai persyaratan perjalanan dan mengisi e-HAC Indonesia;

C. Pelaku perjalanan penyeberangan laut wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR/rapid test antigen yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 1 x 24 jam sebelum keberangkatan, atau surat keterangan hasil negatif tes GeNose C19 di pelabuhan sebelum keberangkatan sebagai persyaratan perjalanan dan mengisi e-HAC Indonesia;

D. Khusus perjalanan rutin dengan moda transportasi laut untuk pelayaran terbatas dalam wilayah satu kecamatan/kabupaten/provinsi, atau dengan transportasi darat baik pribadi maupun umum dalam satu wilayah aglomerasi perkotaan tidak diwajibkan untuk menunjukkan surat hasil tes RT-PCR/rapid test antigen/tes GeNose C19 sebagai syarat perjalanan namun akan dilakukan tes acak apabila diperlukan oleh Satgas Penanganan Covid-19 Daerah;

E. Pelaku perjalanan kereta api antarkota wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR/rapid test antigen yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 1 x 24 jam sebelum keberangkatan, atau surat keterangan hasil negatif tes GeNose C19 di stasiun kereta api sebelum keberangkatan sebagai persyaratan perjalanan;

F. Pelaku perjalanan transportasi umum darat akan dilakukan tes acak rapid test antigen/tes GeNose C19 apabila diperlukan oleh Satgas Penanganan Covid-19 Daerah;

G. Pelaku perjalanan transportasi darat pribadi, diimbau melakukan tes RT-PCR atau rapid test antigen yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 1 x 24 jam sebelum keberangkatan, atau tes GeNose C19 di rest area sebagai persyaratan melanjutkan perjalanan dan akan dilakukan tes acak apabila diperlukan oleh Satgas Penanganan Covid-19 Daerah;

H. Pengisian e-HAC Indonesia diimbau bagi pelaku perjalanan dengan seluruh moda transportasi darat umum maupun pribadi, kecuali bagi pelaku perjalanan udara dan laut wajib melakukan pengisian e-HAC Indonesia;

I. Anak-anak di bawah usia lima tahun tidak diwajibkan untuk melakukan tes RT-PCR/rapid test antigen/tes GeNose C19 sebagai syarat perjalanan;

J. Apabila hasil tes RT-PCR/rapid test antigen/tes GeNose C19 pelaku perjalanan negatif, namun menunjukkan gejala, maka pelaku perjalanan tidak boleh melanjutkan perjalanan dan diwajibkan untuk melakukan tes diagnostik RT-PCR dan isolasi mandiri selama waktu tunggu hasil pemeriksaan; dan

K. Kementerian/lembaga/perangkat daerah yang menyelenggarakan fungsi terkait perhubungan darat/laut/udara/perkeretaapian menindaklanjuti Adendum SE ini dengan melakukan penerbitan instrumen hukum dengan mengacu pada Adendum SE ini dan peraturan perundang-undangan.

14. Perjalanan orang selama bulan suci Ramadan dan Idulfitri Tahun 1442 Hijriah sebagaimana dimaksud pada huruf G.1 SE Satgas 13/2021 dikecualikan bagi kendaraan pelayanan distribusi logistik dan pelaku perjalanan dengan keperluan mendesak untuk kepentingan nonmudik, antara lain, bekerja/perjalanan dinas, kunjungan keluarga sakit, kunjungan duka anggota keluarga meninggal, ibu hamil yang didamping oleh satu orang anggota keluarga, kepentingan persalinan yang didampingi maksimal dua orang, dan kepentingan nonmudik tertentu lainnya yang dilengkapi surat keterangan dari kepala desa/lurah setempat.

15. Kementerian/lembaga, pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang akan memberlakukan kriteria dan persyaratan khusus terkait pelaku perjalanan di daerahnya secara lebih rinci, dapat menindaklanjuti dengan mengeluarkan instrumen hukum yang selaras dan tidak bertentangan dengan Adendum SE Satgas 13/2021.

16. Instrumen hukum sebagaimana dimaksud dalam angka 15 yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan khusus merupakan bagian tidak terpisahkan dari Adendum SE Satgas 13/2021.

Disebutkan pula dalam adendum itu, ruang lingkup, dasar hukum, pengertian, serta pemantauan, pengendalian, dan evaluasi tetap sama seperti yang tertuang dalam SE 13/2021.

 

Mengurungkan Niat

Jadi pesan utama dari aturan yang mengandung makna perluasan larangan mudik itu, dikatakan Doni, secara garis besar mengatur adanya perubahan berupa masa berlaku testing bagi para pelaku perjalanan dan memperluas waktu pembatasan dari 22 April hingga 24 Mei. Tujuannya, agar bisa mendorong masyarakat mengurungkan niatnya untuk mudik selama pandemi.

Sebab, diingatkan Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adi Putranto, peningkatan mobilitas saat mudik berpotensi memicu peningkatan kasus dan meningkatkan beban layanan faskes (fasilitas kesehatan) dan korban jiwa yang ditimbulkan. Terlebih, sambung dia, saat mudik sarat interaksi fisik seperti berjabat tangan, sehingga bisa menjadi titik awal penularan.

"Pemerintah paham mudik sudah melekat dan menjadi momen yang saling memaafkan, tetapi perjalanan mudik akan membahayakan bagi lansia. Apalagi lansia merupakan mendominasi korban jiwa akibat Covid-19 sebesar 48%. Pemerintah meminta masyarakat urung mudik untuk menjaga diri sendiri dan keluarga kampung halaman dari tertular Covid-19," kata dia.

Bahkan, Profesor Wiku mengatakan, walaupun masyarakat sudah negatif sebelum melakukan perjalanan, potensi tertular saat perjalanan masih terbuka. Sehingga, kata dia, tetap masih bisa membahayakan keluarga di kampung halaman.

Profesor Wiku juga mengakui, aturan terkait peniadaan mudik ini merupakan hasil pembelajaran dari lonjakan kasus yang terjadi di India. Jadi, sudah seharusnyalah bukan hanya pemerintah yang dapat memberi makna bagi rangkaian peristiwa itu.

Seluruh elemen bangsa pun harusnya dapat pula memetik pelajaran, khususnya dari empat momentum berbahaya yang terjadi di dalam negeri. Untuk selanjutnya, senantiasa mampu dapat memilih perilaku yang tepat demi terhindar dari kemungkinan terjatuh di lubang yang sama, yakni munculnya kembali lonjakan kasus infeksi SARS COV-2.

 

 

Penulis: Ratna Nuraini
Redaktur: Elvira Inda Sari

-->