Pemulihan ekonomi Indonesia sudah pada jalur yang benar. Keputusan lembaga pemeringkat merupakan pengakuan atas stabilitas makroekonomi dan prospek jangka menengah Indonesia yang tetap terjaga.
Lengkap sudah keyakinan bahwa pemulihan ekonomi Indonesia sudah on the track. Setelah penilaian rating kredit Indonesia oleh Fitch yang mempertahankan peringkat kredit Indonesia pada 22 Maret 2021. Dua lembaga kredibel pemeringkat lainnya, yaitu Rating and Investment Information, Inc (R&I) dan Standard and Poor's (S&P), mempertahankan kembali peringkat (rating) kredit Indonesia tetap pada posisi BBB+ outlook stable oleh R&I, dan BBB outlook negative oleh S&P.
Keputusan R&I dan S&P ini sekali lagi memberikan konfirmasi bahwa langkah penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi di Indonesia berjalan on the track. Kedua lembaga pemeringkat itu menilai, Indonesia mampu menjaga kondisi perekonomian tetap stabil di tengah tekanan kondisi eksternal dan fiskal akibat Covid-19 yang dihadapi. Penilaian S&P menekankan pada prospek pertumbuhan ekonomi yang solid dan rekam jejak pengelolaan disiplin fiskal yang baik.
Selain itu, langkah komprehensif yang diambil pemerintah dalam penanganan pandemi dianggap mampu meredam dampak sosio-ekonomi yang lebih dalam. Dukungan institusi dan stabilitas politik menjadi kekuatan Indonesia untuk menghadapi tantangan kesehatan, ekonomi, dan sosial. Sejalan dengan S&P, R&I menekankan optimisme upaya vaksinasi yang tengah dilakukan pemerintah akan menjadi kunci pemulihan ekonomi Indonesia.
Pemberian peringkat kredit Indonesia merupakan bentuk pengakuan stakeholder internasional atas stabilitas makroekonomi dan prospek ekonomi baik jangka pendek maupun jangka menengah Indonesia. Berita ini cukup menggembirakan karena krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 sejak awal 2020 membuat pertumbuhan ekonomi dunia mengalami gangguan yang luar biasa.
S&P memperkirakan, ekonomi Indonesia akan pulih dan tumbuh sebesar 4,5% di tahun 2021 dan 5,4% di tahun 2022. S&P menggarisbawahi, laju pemulihan ekonomi Indonesia akan bergantung pada kecepatan dan efektivitas program vaksinasi. Kebijakan pengendalian pandemi secara global juga mempengaruhi pemulihan ekonomi Indonesia terutama terkait pemulihan sektor berorientasi ekspor dan pariwisata.
Sedangkan R&I juga memperkirakan, ekonomi Indonesia akan pulih, antara lain, didukung oleh implementasi UU Cipta Kerja, peningkatan investasi dan pembiayaan infrastruktur, dan daya tahan perekonomian Indonesia terhadap sektor eksternal yang dinilai dapat dipertahankan melalui kebijakan-kebijakan yang ditempuh pemerintah dan Bank Indonesia.
R&I memproyeksikan, defisit neraca transaksi berjalan 2021 dan beberapa tahun ke depan akan berada di sekitar 1-2% PDB, meningkat dari 0,4% PDB di 2020, terutama didorong oleh pemulihan ekonomi dan peningkatan impor. Di samping itu, likuiditas valas domestik dinilai dapat terjaga dengan mempertimbangkan bahwa cadangan devisa di level USD137,1 miliar di akhir Maret dan aliran modal asing yang cukup stabil.
Dalam jangka menengah, S&P optimis tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di atas rata-rata negara peers. Potensi ini didorong oleh kebijakan reformasi struktural melalui pengesahan UU Cipta Kerja yang bertujuan memperbaiki iklim usaha, penyederhanaan birokrasi, dan mendorong kinerja investasi.
Selain itu, berbagai kemudahan di bidang perpajakan serta fleksibilitas kebijakan ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja dinilai dapat mendorong penciptaan lapangan kerja terutama di sektor manufaktur.
Keputusan pemerintah untuk mengesahkan UU Cipta Kerja di tengah kondisi krisis akibat pandemi merupakan bentuk terobosan untuk memperkuat ekonomi serta membuktikan komitmen pembuat kebijakan.
Di sisi lain, S&P memberikan catatan pada tantangan yang dihadapi Indonesia dari sisi penerimaan terutama untuk mengembalikan rasio defisit fiskal ke 3% pada 2023. S&P memproyeksikan, konsolidasi fiskal akan berjalan secara gradual, defisit fiskal akan menyempit di 2021 menjadi 5,7% dan 4,2% di 2022. Pemerintah diharapkan dapat menjaga komitmen untuk mengembalikan disiplin fiskal, meskipun di tengah ketidakpastian akibat pandemi yang masih sangat tinggi.
Namun demikian, R&I menilai, pemerintah sanggup melakukan konsolidasi fiskal dengan langkah-langkah strategis yang telah dipersiapkan serta merekomendasikan peningkatan basis pajak untuk mendukung upaya tersebut. Di akhir pernyatannya, R&I juga menilai bahwa kebijakan Bank Indonesia untuk membeli SBN Pemerintah di pasar primer pada 2020 dan menjadi standby buyer di 2021 tidak akan mempengaruhi peringkat kredit Indonesia selama dilakukan secara temporer.
Keputusan lembaga pemeringkat mempertahankan peringkat kredit Indonesia merupakan pengakuan atas stabilitas makroekonomi dan prospek jangka menengah Indonesia yang tetap terjaga di tengah situasi pandemi Covid-19. Hal ini tentunya dapat tercipta melalui dukungan kredibilitas kebijakan dan sinergi bauran kebijakan yang tetap kuat antara pemerintah, otoritas moneter, dan otoritas sistem keuangan.
Tabel:
Posisi peringkat kredit Indonesia terkini:
Lembaga Pemeringkat
|
Peringkat Kredit
|
Outlook
|
Tanggal Pemeringkatan
|
Rating & Investment (R&I)
|
BBB+
|
Stable
|
22 April 2021
|
S&P
|
BBB
|
Negative
|
22 April 2021
|
Fitch
|
BBB
|
Stable
|
22 Maret 2021
|
Japan Credit Rating (JCR) Agency
|
BBB+
|
Stable
|
1 Desember 2020
|
Moody’s
|
Baa2
|
Stable
|
1 Februari 2020
|
|
|
|
|
Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari