Refocusing alokasi anggaran dilakukan untuk menambah anggaran kesehatan dan perlindungan sosial. Tapi, pagu anggaran PEN tetap. PPKM Darurat mengoreksi angka pertumbuhan 2021.
Digeser-geser, ada yang berkurang dan ada yang bertambah, tapi jumlahnya masih tetap sama, Rp699,43 triliun. Sejumlah itulah anggaran yang dialokasikan APBN ke program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), yang di dalamnya termasuk sektor kesehatan. Refocusing anggaran itu jadi agenda utama sidang paripura Kabinet Indonesia Maju di Istana Presiden, Jakarta, Senin 5 Juli 2021.
Pemerintah kembali melakukan refocusing anggaran 2021 karena adanya lonjakan pandemi Covid-19 dalam 5--6 minggu terakhir. Lonjakan insidensi yang disebut gelombang kedua Covid-19 di Indonesia menuntut biaya lebih besar dari yang sudah dianggarkan sebelumnya.
“Dibutuhkan tambahan anggaran untuk penanganan kesehatan dan perlindungan sosial,” beber Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers seusai sidang kabinet lengkap itu. Secara umum, dalam refocusing itu ada alokasi baru sebesar Rp26,2 triliun, ditambah lagi Rp6 triliun, yang dipindahkan dari transfer dana desa, yang semua terkait program PEN.
Namun Sri Mulyani menegaskan bahwa secara keseluruhan anggaran PEN tak berubah, yakni Rp699,3 triliun. Dari jumlah tersebut, alokasi ke sektor kesehatan mengalami peningkatan sekitar Rp8 triliun menjadi Rp193.93 triliun. “Ini untuk kali ketiga dilakukan refocusing sektor kesehatan,” Menteri Sri Mulyani menambahkan.
Semula, pada APBN 2021 dialokasikan Rp172,84 triliun untuk kesehatan. Dalam perjalanannya, angka tersebut dinaikkan menjadi Rp185,98 triliun dan kini dikerek lagi menjadi Rp193,93 triliun. Penambahan lainnya adalah pada anggaran perlindungan sosial, yang naik menjadi Rp153,86 triliun, meningkat Rp5,61 triliun dari anggaran sebelumnya Rp148,27 triliun. Penambahan itu tak urung akan mengurangi sejumlah pos anggaran PEN yang dipatok Rp699,93 triliun.
Kenaikan anggaran tak mungkin terelakkan. Dalam sebulan terakhir, kasus positif Covid-19 melonjak secara eksponensial, dari posisi 6.200 kasus menjadi 38.391 kasus pada 8 Juli 2021. Angka kematian sempat melampaui 1.000 kasus per hari. Pemerintah harus melakukan respons cepat dan masif, yang tentunya memerlukan anggaran tidak sedikit.
Di bagian hulu, upaya pencegahan penularan dilakukan dalam skema PPKM Darurat untuk Jawa dan Bali. Operasi penyekatan wilayah dilakukan di mana-mana. Posko PPKM Darurat dioperasionalkan di berbagai tempat. Namun, seperti yang disebut Menteri Sri Mulyani, salah satu pos memerlukan biaya besar adalah percepatan vaksinasi, yang terus akan dikebut hingga mencapai dua juta dosis per hari.
Pembiayaan lain adalah penguatan kapasitas fasilitas layanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, laboratorium, dan perkakas medis serta piranti diagnosisnya. “Ada pula untuk tracing, testing, perawatan, insentif tenaga kesehatan, dan santunan bila ada yang meninggal,” kata Menteri Sri Mulyani. Semua anggaran akan dibelanjakan oleh kementerian dan lembaga (K/L) terkait.
Rencana refocusing anggaran tersebut telah diidentifikasi secara cermat dan tak akan mengganggu aktivitas K/L yang esensial. “Yang terkena (refocusing) adalah belanja-belanja seperti honorarium, perjalanan dinas, paket-paket meeting, belanja jasa, bantuan pembangunan gedung, pengadaan kendaraan, anggaran kegiatan yang belum dikontrakkan, yang tak mungkin akan selesai tahun ini,” papar Menteri Sri Mulyani.
Pertumbuhan Terkoreksi
Lonjakan kasus Covid-19, yang direspons pemerintah dengan PPKM Darurat itu diperkirakan akan berdampak pada pelambatan ekonomi. Maka, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun merevisi target pertumbuhan ekonomi sepanjang 2021 menjadi di kisaran 3,7 persen--4,5 persen. Proyeksi ini turun dari semula yang berada di kisaran 4,3 persen hingga 5,3 persen.
“Overall growth 2021 ada di kisaran 3,7 persen sampai 4,5 persen, karena di kuartal I tumbuhnya minus 0,7 persen,” ungkap Sri Mulyani Indrawati, pada webinar Mid Year Economic Outlook, Rabu (7/7/2021).
Lebih jauh, Sri Mulyani mengaku telah menyusun perhitungan dalam skenario moderat dan berat. Pada skenario moderat, jika kasus Covid-19 terkendali pada akhir Juli disertai dengan pelaksanaan PPKM Darurat, maka mobilitas masyakarat bisa mulai kembali normal secara bertahap pada awal Agustus. Aktivitas ekonomi bakal pulih secara gradual mulai medio Agustus. Maka, proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal III dan IV bisa di kisaran 5,4 persen hingga 5,9 persen.
"Maka, kita berharap pertumbuhan di kuartal III masih bisa bertahan di atas 5 persen dan kemudian menguat kembali pada kuartal IV,” kata Menkeu.
Pada skenario berat, jika penyebaran Covid-19 terus memuncak hingga minggu kedua Agustus, yang mengharuskan adanya penurunan mobilitas masyarakat hingga 50 persen, maka relaksasi atas PPKM Darurat diperkirakan baru akan dilakukan minggu ke-3 Agustus. Dengan demikian, laju pemulihan aktivitas ekonomi relatif lebih lambat, terjadi secara gradual pada September. Maka, proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal III dan IV bisa di kisaran 4 persen-4,6 persen.
‘’Jadi, seberapa dalam mobilitas ditekan dan seberapa lama pengetatan itu terjadi, ini akan sangat menentukan," ungkap Menkeu.
Di sisi lain, Sri Mulyani memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di semester I-2021 akan berada di kisaran 3,1 persen-3,3 persen. Terdiri dari pertumbuhan di kuartal I yang minus 0,7 persen dan kuartal II-2021 diproyeksi bisa mencapai 7 persen.
‘’Hal ini menggambarkan bahwa Covid-19 terus akan menjadi faktor yang menentukan dinamika perkembangan ekonomi di satu negara. Sehingga, semua tergantung dari bagaimana eskalasi dan kemudian penanganannya pandemi Covid-19,” tutur Menkeu Sri Mulyani.
Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari