Indonesia.go.id - Mengejar Momentum Kenaikan Harga Timah

Mengejar Momentum Kenaikan Harga Timah

  • Administrator
  • Senin, 6 Juni 2022 | 22:00 WIB
DEVISA
  Harga naik, timah di Indonesia justru menyusut. PT Timah.
Volume produksi timah nasional terus menyusut. Dengan harga yang menguat, keuntungan meningkat. Toh, PT Timah Tbk bertekad meningkatkan volume produksinya.

Tanpa banyak menarik perhatian khalayak luas, pertambangan timah meraih cuan besar dari pasar dunia. Harganya terus menanjak sejak November 2020, dari angka USD200 per kg kemudian menanjak, sempat mencatat rekor USD480 per kg,lantas melandai dan bertahan di level USD330 per kg pada akhir Mei 2022. Namun, justru di tengah harga yang menjulang ini, produksi timah di Indonesia makin berkurang.

Indonesia adalah produsen timah terbesar kedua setelah Tiongkok. Pada 2015, produksi timah Indonesia mencapai 70 ribu ton, turun ke 62,9 ribu ton pada 2016, naik ke 78,10 ribu ton di 2017, dan mencapai puncaknya 82,87 ribu ton pada 2018. Setelah itu merosot ke 76,39 ribu ton di 2019, anjlok ke 54,26 ribu ton pada 2020, dan pada 2021 hanya mencatat produksi 34,05 ribu ton. Titik terendah dalam 10 tahun terakhir.

PT Timah Tbk (TINS) sebagai pemain utama pertambangan timah di tanah air, yang menguasai 70 persen produksi nasional, tak mau lebih lama kehilangan momentum. BUMN tambang senior yang biasa disebut TINS, sesuai kode sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) itu, berniat meningkatkan  produksinya, dari 24.670 ton pada 2021 menjadi 33.000 ton di 2022. Penambangan bijih timah dari dasar laut yang sudah berjalan lebih dari 10 tahun itu akan terus ditingkatkan.

Sudah beberapa tahun ini PT Timah lebih mengandalkanpenambangan dari lantai laut (offshore). Hasil penambangan offshore itu kini menyumbang sekitar 65 persen dan yang dari penambangan darat hanya 35 persen. Area penambangannya ada di Provinsi Bangka Belitung, dan sebagian lain ada Kepulauan Riau. Penambangan di darat sudah makin menyusut, karenanya aktivitas offshore akan lebih menjadi andalan.

Maka, salah satu strategi untuk mengejar target produksi adalah dengan melakukan penambahan armada laut. Dalam pernyataan publiknya pada 27 Mei 2022, menjelang rapat umum pemegang saham terkait pembagian deviden 2021, disebutkan bahwa PT Timah Tbk itu telah menambah satu unit kapal hisap dengan nilai investasi sekitar Rp60 miliar. Sebelumnya, BUMN tambang itu pun telah menambah lima unit kapal hisap dengan skema kemitraan. Dengan demikian, saat ini total ada 50 unit kapal hisap dan tiga unit kapal keruk yang beroperasi.

Penambahan armada kapal itu dianggap masalah yang mendesak. Tren penurunan produksi masih berlanjut hingga 2022 ini. Kinerja operasional TINS mengalami koreksi pada kuartal pertama 2022. Emiten pelat merah ini mencatat penurunan angka produksi maupun volume penjualan sepanjang tiga bulan pertama di 2022. Namun karena terkerek oleh kenaikan harga, kinerja keuangan TINS ini justru mencorong. Harga timah yang solid memoles kinerja keuangan PT Timah.

Produksi bijih timah pada kuartal pertama 2022 tercatat 4.508 ton, turun 11 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 5.037 ton. Produksi logam timahnya pun menurun 8 persen, menjadi 4.820 ton. Volume penjualan bijih timah dan logam timah (hasil proses dari smelter) tidak  bisa tidak tentu menurun dari 5.912 ton di kuartal 1 (Q1)-2021 ke 5.703 ton di Q1-2022.

Hanya saja, harga jual rerata atau average selling price (ASP) logam timah pada tiga bulan pertama 2022 naik cukup tajam. PT Timah mencatatkan ASP setinggi USD43.946 per ton, atau  melonjak 76 persen dibandingkan ASP Q1-2021 yang sebesar USD24.992 per Mton.

Hasilnya, emiten yang berbasis di Kepulauan Bangka Belitung ini berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp4.4 triliun atau naik 80 persen secara year-on-year (yoy). Laba bersih TINS juga meroket 5.713 persen menjadi Rp601 miliar dibandingkan periode yang sama 2021, yang hanya sebesar Rp10 miliar.

Direktur Utama PT Timah Achmad Ardianto menjabarkan, terdapat sejumlah faktor yang membuat produksi TINS menyusut. Pertama, cadangan komposit kini kebanyakan berada di laut. Penguatan armada di laut menjadi kunci dan itu sedang dilakukan oleh TINS dengan melakukan penambahan kapal hisap. Yang kedua, sejak akhir 2021 beberapa kapal yang masuk dock (galangan), hingga tidak bisa langsung terjun beroperasi di periode Januari sampai Maret 2022. Yang ketiga, penambangan di darat (khususnya kawasan tanah alluvial) sudah cukup sulit.

‘’TINS mengejar target 33.000 ton, kami akan kejar target itudengan armada baru. Kapasitas kami sebenarnya bisa bisa 5.000 ton sebulan,” kata Achmad Ardianto kepada wartawan di Jakarta, Rabu (25/5/2022).

Bukan hanya mengejar target produksi dan penjualan, Ardianto juga menyatakan, PT Timah juga telah siap menjalankan hilirisasi. BUMN penguasa timah itu kini sedang menyelesaikan pembangunan smelter ausmelt untuk proses timahnya. Saat ini progres smelter ausmelt milik TINS sudah mencapai 93 persen, dan mulai masuk ke tahapan commissioning, bahkan sudah dilakukan self running.  

Achmad Ardianto menargetkan, smelter itu sudah bisa operasional paling lambat Q3 tahun 2022 ini.

Smelter itu berkapasitas 40.000 ton per tahun. Tingkat utilisasi akan mencapai 50 persen kapasitas pada tahun pertama. Pada tahun kedua, tingkat utilisasi pabrik yang bernilai Rp1,2 triliun itu bisa menjadi 75 persen. Pada tahun ketiga semelter ini sudah beroperasi secara penuh. Pada saat itulah PT Timah bisa mengolah hasil tambangnya hingga menjadi logam dengan kemurnian 99,9 persen.

Namun, jauh hari sebelumnya, PT Timah pun sudah membangun anak perusahaan yang disebut PT Timah Industri sejak lebih dari 20 tahun lalu. Produknya, antara lain, tin solder dan tin chemical yang juga merupakan produk ekspor yang laku di pasar ekspor. Tapi, Timah Industri ini hanya menyerap sekitar 10 persen dari produk timah nasional.

 

Penulis : Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari