Menurut Presiden Jokowi, Indonesia tak boleh hanya bergantung pada beras sebagai bahan pangan pokok penyedia karbohidrat. Untuk itu, pemerintah mendorong peningkatan produksi sorgum. Kandungan protein dan mineralnya cukup tinggi.
Sebagai bahan pangan, jagung dan sorgum itu setara. Kandungan protein keduanya 8--11 persen, lebih tinggi dari beras yang hanya 6--7 persen. Mineralnya kaya dan tinggi.
Kini, Presiden Joko Widodo pun menengok ke biji sorgum sebagai alternatif penyedia karbohidrat dalam diversifikasi pangan. Dalam kunjungan kerja ke Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Kamis (2/6/2022), Presiden Jokowi menyempatkan diri meninjau ladang sorgum modern, dilengkapi dengan traktor, gudang, berikut mesin gilingnya di Kabupaten Sumba Timur.
Pada sebuah petakan ladang di tengah food estate seluas 60 hektare itu, Presiden Jokowi bersama Iriana Joko Widodo menanam sebaris biji sorgum dengan mesin tangan sederhana. Usai seremoni tanam biji, Presiden Jokowi memeriksa sebuah gudang besar dengan sejumlah mesin di dalamnya.
Dalam sambutannya, seperti disiarkan melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden, Kepala Negara menekankan bahwa uji coba penanaman sorgum merupakan usaha menghadapi krisis pangan global, yang bukan saja bisa terjadi di hari ini tapi juga bisa muncul di tahun-tahun mendatang.
Hingga Mei 2022 ini, indeks harga pangan dunia masih bergerak-gerak di level 145, sekitar 40 poin di atas harga 2020. Situasi ini diperburuk oleh perang di Ukraina dan inflasi yang melanda dunia.
Dalam situasi rawan ini, kata Presiden Jokowi, Organisasi Pangan Dunia (FAO) pun terus memperingatkan negara-negara anggotanya agar siap siaga menghadapi kemungkinan krisis pangan global. Pemerintah mengedepankan food security, ketersediaan pangan yang terjangkau dengan kualitas nutrisi yang memadai. Pemerintah Indonesia merespons situasi rawan ini dengan mendorong petani menanam jagung, umbi-umbian seperti kentang, sagu, dan sorgum, sebagai bahan pangan alternatif.
‘’Harapannya, kita miliki alternatif pangan dalam rangka krisis pangan dunia. Kalau kita ada berlebih, ada stok, ya enggak apa-apa. Justru ini yang kita inginkan, kita ekspor dan menghasilkan devisa bagi negara," ujar Presiden Jokowi.
Indonesia, menurut Presiden Jokowi, tak boleh hanya bergantung pada beras sebagai bahan pangan pokok penyedia karbohidrat. Bahan alternatifnya perlu disiapkan dan produksinya harus dilakukan agar sewaktu-waktu diperlukan sudah tersedia. Lahan yang ada perlu dioptimalkan pemanfaatannya. Pilihan sorgum di Sumba itu, kata Presiden Jokowi, dilakukan karena pada musim sebelumnya penanaman jagung tidak terlalu berhasil. Ternyata, pilihan atas sorgum tidak meleset.
‘’Sudah dicoba di Kabupaten Sumba Timur ini, seluas 60 hektare, dan kita sudah pula melihat sendiri hasilnya, sangat baik. Bicara keekonomian juga masuk, bisa merekrut banyak SDM, sebagai tenaga kerja kita,’’ ujar Presiden Jokowi.
Nilai ekonomiannya bisa mencapai Rp50 juta bersih per tahun. ‘’Artinya, kalau dibagi dua belas, per bulannya mencapai lebih empat jutaan rupiah. Ini juga hasil yang tidak kecil,” Presiden Jokowi menambahkan.
Biji sorgum bentuknya cenderung bulat dengan kulit sekam di bagian luar, mirip gabah. Seperti biji sereal dari famili padi-padian, sorgum juga multiguna. Dengan pengolahan sederhana, sorgum bisa menjadi beras sorgum pengganti nasi, dimasak menjadi bubur, digiling menjadi tepung roti, tepung, kue, hingga sirup.
Presiden Jokowi berharap, tepung sorgum itu bisa diolah untuk mensubtitusi (setidaknya sebagian) tepung gandum (terigu) yang sepenuhnya diimpor. Maka, ia berharap agar kepala-kepala daerah di NTT bisa membuat pemetaan pada wilayah masing-masing dan menentukan area yang cocok untuk budi daya sorgum. Pendek kata, Presiden Jokowi mendorong agar para kepala daerah menggelorakan semangat untuk produksi sorgum.
Potensi Besar
Di Indonesia sorgum relatif baru dibanding jagung. Tanaman sorgum baru diintroduksi ke Nusantara tahun 1925. Benihnya didatangkan dari Mesir, tempat ia dibudidayakan sejak ribuan tahun lalu. Asal sorgum sendiri dari Etiopia. Dari Mesir ia menyebar ke seluruh dunia.
Sorgum mudah beradaptasi pada berbagai kondisi lingkungan, termasuk di daerah kering dan kurang subur. Di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Gorontalo, 2020, dibuktikan bahwa kebutuhan sorgum akan air hanya 1/3 dibanding tanaman tebu, dan 1/2 dari jagung.
Sebagai komoditas serealia, pamor sorgum kurang mentereng. Produksinya di bawah gandum, padi, jagung, dan barley. Produsen terbesarnya adalah Amerika Serikat, yang memanfaatkannya sebagai pakan ternak karena kadar proteinnya yang tinggi. Produktivitas sorgum di Amerika rata-rata 3,6 ton per ha per musim. Umur sorgum sekitar 100–110 hari.
Di Indonesia, produksi sorgum tidak besar. Sentra produksnya hanya di sejumlah kabupaten di Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, NTB, dan NTT. Produksi seluruhnya diperkirakan tidak lebih dari 10 ribu ton. Terpaut jauh dari gabah yang bisa mencapai 52 juta ton dan jagung yang 14 juta ton/tahun. Produktivitas sorgum di kebun rakyat pun rata-rata 1,2–1,3 ton per ha.
Namun, potensinya besar. Kementerian Pertanian telah menyediakan sejumlah varietas unggul dan berumur pendek (genjah) 90--100 hari. Sebut saja, misalnya, varietas Bioguma I, Bioguma 2, Bioguma 3, varietas Super 1, 2, dan beberapa lainnya. Dalam kondisi yang serba optimal di kebun percobaaan Balitbang Pertanian, kebun sorgum bisa menghasilkan 9 ton per hektare. Biomassa yang dihasilkan 45--50 ton, seperti daun, batang, pucuk, dan akar, yang sebagian bisa digunakan untuk pakan ternak.
Namun, memang tak mudah mengerek pamor sorgum sebagai bahan makanan pokok. Sekam kulit sorgum tak semudah sekam gabah untuk dipisahkan. Mesin giling padi tak sesuai untuk sorgum. Secara alamiah, biji sorgum juga mengandung tanin, yang memberi rasa sepet, seperti rasa di buah salak yang belum matang. Rasa sepet itu cukup kental karena kadar tanin itu berkisar antara 2,7-- 10,2 persen.
Banyak cara untuk menghilangkan tanin ini. Perendaman dengan air suling (murni) selama 30 jam, bisa mengurangi kadar tanin itu sampai 31 persen. Penelitian yang lain menyatakan, perendaman sorgum dalam larutan natrium carbonat (Na2 CO3) bisa menghilangkan 77,5 persen tanin. Dengan proses itu, cita rasa beras sorgum sudah tak kalah dari padi pada umumnya. Hanya saja, harganya cukup tinggi. Toko-toko online membanderolnya Rp45 ribu hingga Rp55 ribu per kilogram.
Untuk menjadikan sorgum sebagai bahan tepung unggulan juga penuh tantangan. Selain soal tanin, sorgum juga tak mengandung bahan gluten, seperti halnya tepung terigu atau jelai. Kalaupun bukan soal gizi, gluten yang kaya protein itu berperan seperti lem sehingga butiran tepung tak mudah lepas satu sama lain. Gluten membuat adonan lebih kenyal dan mengembang ketika dipanaskan. Hampir delapan persen dari protein gandum adalah gluten.
Dengan begitu, pemakaian tepung sorgum akan mirip-mirip tepung beras atau tepung jagung yang semuanya miskin gluten. Tentu, banyak makanan yang bisa diolah dari tepung sorgum ini, dengan segala karakteristik yang ada. Potensinya masih sangat mungkin bisa terus dikembangkan, sejalan dengan culinary arts yang tak pernah berhenti menyodorkan kreasi baru.
Rendahnya permintaan produk sorgum di pasar domestik juga tidak terlepas dari harga dan produk yang ditawarkan. Yang didorong Presiden Jokowi ialah membuat produksinya melimpah, yang pada gilirannya akan mengungkit variasi produk pangan dengan harga yang lebih terjangkau. Para pelaku usaha perlu cepat meresponsnya sebagai peluang baru, sebelum keduluan yang lain.
Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari