Indonesia.go.id - Petani Padi Ikut Menahan Laju Inflasi

Petani Padi Ikut Menahan Laju Inflasi

  • Administrator
  • Jumat, 12 Agustus 2022 | 13:11 WIB
INDEKS HARGA PANGAN
  Petani merontokkan padi di areal persawahan di Bekasi, Jawa Barat. Petani padi telah berjasa ikut menahan inflasi untuk tidak beranjak terlalu tinggi. ANTARA FOTO/ Andi Bagasela
Inflasi bahan pangan mencapai 9,35 persen (yoy) di Juli 2022. Indeks harga pangan dunia mulai turun. Harga serealia terkoreksi. Namun, indeks nilai tukar petani tanaman pangan rendah.

Fluktuasi harga bergerak dalam kisaran yang sempit dalam sepekan terakhir. Dalam dashboard edisi 8 Agustus 2022, yang terpampang di laman Pusat  Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), terlihat ada kenaikan pada harga cabai rawit hijau, cabai rawit merah, dan beras super. Namun, kenaikannya tak cukup bikin kesal ibu-ibu rumah tangga, karena lonjakannya tidak lebih dari 1 persen.

Harga daging ayam segar, daging sapi, minyak goreng, gula pasir, dan cabai merah keriting cenderung turun. Tapi penurunan harga itu juga tipis-tipis saja, dalam kisaran kurang dari 1 persen. Sementara itu, harga beberapa bahan pokok strategis lainnya relatif stabil seperti beras super II, daging super II, dan gula pasir lokal.

Rekaman harga mingguan oleh PIHPS, salah satu unit kerja dari Bank Indonesia (BI) yang memantau perkembangan harga bahan pokok pangan secara nasional, jarang memperlihatkan adanya gejolak yang ugal-ugalan, dengan fluktuasi yang besar, kecuali pada beberapa produk hortikultura seperti cabai dan bawang, serta produk peternakan seperti telur, ayam potong, dan daging sapi. Selebihnya, naik atau turun perlahan-lahan.

Namun bila dijumlahkan dalam kurun satu tahun, kenaikannya pun cukup menambah beban rumah tangga. Di balik angka inflasi year on year/yoy nasional pada Juli 2022, sebesar 4,95 persen, seperti yang diumumkan BPS pada Senin (1/8/2022), ada inflasi pada sektor makanan, minuman, dan tembakau sebesar 9,35 persen. Rata-rata rumah tangga membeli makanan, minuman, dan tembakau pada Juli 2022 itu 9,35 persen lebih mahal dibanding Juli 2021.

Sektor lain yang cukup besar menyumbang pada inflasi Juli itu adalah transportasi, dengan kenaikan indeks harga sebesar 6,65 persen, peralatan dan pemeliharaan rumah tangga rutin 4,91 persen, dan harga makanan-minuman di rumah makan, warung, dan restoran 3,96 persen. Inflasi pada Juli 2022 ini yang tertinggi sejak Oktober 2015, ketika indeks harga konsumen melonjak 6,25 persen yoy.

Laju inflasi di Indonesia pada Juli 2022 itu secara yoy adalah 4,94 persen, dan tercatat yang  tertinggi sejak Oktober 2015, yang saat itu menorehkan angka 6,25 persen. Seperti di Oktober 2015, inflasi Juli 2022 ini terjadi di kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan angka sumbangan yang tertinggi. Kenaikan harga bahan pokok ini pula yang mengungkit fenomena inflasi di 2022. Bukan hanya di Indonesia, melainkan hampir di seluruh negara di dunia.

Pemerintahan Indonesia sebelumnya menargetkan, inflasi 2022 ada di kisaran 3–4 persen. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, inflasi 4,94 persen itu tergolong “moderat”, dibanding pada banyak negara. Thailand mengalami inflasi 7,7 persen, Singapura 6,7 persen, Filipina 6,1 persen, dan India 7 persen. Negara-negara Uni Eropa secara rata-rata mengalami inflasi 9,6 persen dan Amerika Serikat masih kesulitan menekan inflasinya yang 9,1 persen.

Menkeu mengatakan pula, inflasi meningkat seiring naiknya harga-harga komoditas di pasar global, yang diiringi gangguan rantai pasok, antara lain, akibat konflik geopolitik. Situasi ini berimbas ke dalam negeri. Pemerintah bertekad akan melakukan pengendalian inflasi, bekerja sama dengan BI, berkoordinasi dengan seluruh pemerintah daerah, melindungi daya beli masyarakat, seraya terus menjaga momentum pemulihan ekonomi.

Khusus untuk pangan, menurut Menkeu, ada pengaruh kuat kenaikan harga di kelompok volatile food, seperti gandum, jagung, dan minyak nabati, akibat pandemi yang disusul konflik geopolitik di Ukraina. Ada pula kenaikan harga produk domestik karena terganggunya pasokan oleh persoalan cuaca. Sampai kapan tekanan inflasi pangan ini akan terjadi?

Indeks harga pangan global sendiri telah mulai menurun sejak Mei lalu, setelah mencapai puncak pada April 2022. Namun, penurunannya masih terlalu lambat hingga pada Juni lalu, global food prince index (FPI) masih bertengger di angka 154,3. Baru pada Juli ada koreksi yang signifikan dengan penurunan indeks 13,4 poin ke 140,9. Namun angka 140,9 itu masih 13,1 persen di atas posisi Juli 2021.

Di pasar dunia, indeks harga minyak sayur, gula, susu, daging, dan sereal semuanya turun pada Juli. Harga gandum menyusut 14,5 persen, yang antara lain karena dicapai kesepakatan antara Pemerintah Ukraina, Rusia, Turki, dan PBB untuk membuka palang blokade ekspor produk biji-bijian (serealia) dari Pelabuhan Laut Hitam.

Organisasi Pangan Dunia (FAO) menyatakan pula, indeks harga jagung pun menyusut 10,7 persen pada Juli, sebagian lantaran kesepakatan Rusia-Ukraina. Ditambah lagi peningkatan ketersediaan jagung dari produsen utama Argentina dan Brasil. Sebuah kapal kargo yang membawa 58.041 ton dari Pelabuhan Odessa, Ukraina, Jumat (5/8/2022), seolah menjadi aba-aba pemulihan harga bahan pangan global.

Secara domestik, menurut BPS, penurunan harga secara konsisten terjadi pada minyak goreng (migor) baik yang kemasan maupun curah sepanjang tiga bulan terakhir. Harga rata-rata migor kemasan pada Juli adalah Rp21.600 per liter dan migor curah Rp15.000 per liter.

Namun, penyusutan harga pangan itu juga diikuti oleh menurunnya indeks nilai tukar petani (NTP). Secara kumulatif indek NTP pada Juli adalah 104,25, turun dari puncaknya pada Maret 2022 yang mencapai 110. Toh, petani hortikultura (buah dan sayur) masih bisa menikmati harga pantas, yang ditunjukkan dengan indeks nilai tukar mereka yang bertahan di level 118.

Indeks nilai tukar petani perkebunan juga masih bertengger di posisi 122, peternak 102, nelayan 107, dan pembudi daya ikan 106. Di tengah harga-harga yang menjulang itu, indeks harga petani tanaman pangan (padi) tertahan di bawah 100. Pada Juli 2022, indeks NTP mereka merosot  pada level 95,28.

Produksi padi melimpah dan harga beras stabil. Penerimaan petani relatif tetap, tapi mereka membeli barang keperluan dengan harga yang relatif lebih tinggi. Jadi selama beberapa tahun ini petani padi telah berjasa ikut menahan inflasi untuk tidak beranjak terlalu tinggi.

 

Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari