Bicara soal kedaulatan pangan tanpa melibatkan peran nelayan, hanyalah omong kosong belaka. Pembangunan ekosistem perikanan pun menjadi keniscayaan.
Sebagai salah satu negara dengan bentang laut terluas di dunia, masyarakat di Indonesia kerap menggantungkan hidupnya dari laut, khususnya yang berada di wilayah pesisir. Saat ini setidaknya ada 2,3 juta orang di wilayah Nusantara yang berprofesi sebagai nelayan.
Umumnya, nelayan di Indonesia tergolong nelayan kecil atau nelayan yang menangkap ikan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jadi walau penangkapan ikan lazim menggunakan kapal tangkap ikan, di Indonesia mayoritas kegiatan itu dilakukan tanpa kapal penangkap.
Konsekuensi dari luas dan beragamnya kondisi perairan Indonesia adalah sangat besarnya potensi perikanan di negeri ini. Dari catatan Kementerian BUMN, potensi perikanan laut mencapai 12,54 juta ton per tahun dan perikanan darat sebesar tiga juta ton per tahun.
Nelayan di negara kepulauan ini juga memegang peran penting bagi masa depan ekonomi dan kedaulatan pangan bangsa. Pasalnya, 54 persen asupan protein nasional diperoleh dari kontribusi nelayan melalui produk ikan dan makanan laut lainnya.
"Dengan kondisi begitu, nelayan Indonesia tidak boleh seperti ayam yang kelaparan di lumbung padi. Dengan potensi sebesar itu harus ada cara bagaimana kita bisa memenuhi kesejahteraan nelayan sekaligus memenuhi kebutuhan pangan nasional," ucap Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Tohir, saat menjadi narasumber dalam Munas IV KNTI bertajuk "Aksi Kolaborasi Pemenuhan Hak Nelayan Tradisional menuju Indonesia yang Mandiri, Adil, Makmur, dan Lestari" di Gedung Smesco Tower, Jakarta, pada Selasa, 19 Juli 2022.
Lantaran itulah, demi kemajuan perikanan Indonesia, Erick Thohir mengaku hendak membangun ekosistem perikanan Indonesia lewat kolaborasi BUMN dengan Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Kelautan dan Perikanan, hingga Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI). Erick juga bakal akan mendorong BUMN seperti Himbara, Perindo, Perinus, hingga PNM untuk terlibat dalam ekosistem tersebut.
"Tantangan di sektor perikanan sangat kompleks. Kita harus ikut perubahan. Kalau kita berdiam diri, kita tidak akan ke mana-mana," ujar Erick.
Saat berkunjung ke sejumlah daerah dan berdiskusi dengan para nelayan, Erick juga mengaku mendapat informasi dari nelayan yang acapkali dihadapkan pada sejumlah hal yang memengaruhi produktivitas, baik itu dari sisi permodalan, pendampingan, hingga akses pasar. "Yang saya pahami dari dialog dengan rekan-rekan dari kampung nelayan, sejatinya nelayan Indonesia bukan semata-mata ingin 'disuapi', melainkan membutuhkan satu ekosistem sehat dan berkelanjutan," lanjut Erick.
Ekosistem perikanan yang akan dibangun akan meniru jejak kesuksesan ekosistem pertanian dalam program Makmur, yang terintegrasi dari hulu ke hilir, dan telah menjangkau 200 ribu hektare pada empat komoditas utama, yakni sawit, tebu, jagung, dan padi. "Dengan fokus pada produk yang laku di pasar, pendapatan petani naik 46 persen," ungkap dia.
Tiga Inisiatif
Oleh karena itu, BUMN bertekad akan mewujudkan kesejahteraan nelayan dan memetakan kebutuhan para pahlawan maritim bangsa, melalui tiga inisiatif. Pertama, pendanaan nelayan dengan penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) dan PNM di sektor perikanan.
Sampai saat ini, serapan KUR nelayan baru sebesar Rp2,1 triliun dari total KUR yang mencapai Rp388 triliun. Adapun serapan PNM Mekaar di nelayan yang baru sebesar Rp1,6 triliun dari total alokasi yang disediakan yang sebesar Rp46 triliun. Serapannya masih sangat kecil.
Oleh karena itu, harus didorong agar ada pendataan di nelayan, suami dapat bantuan, ibu-ibunya juga di rumah bisa tetap berusaha dengan PNM Mekaar. Bantuan permodalan ini bisa membantu nelayan terlepas dari jeratan rentenir.
Kedua, BUMN juga akan mendukung sarana perikanan dengan memperbaiki tata kelola BBM agar nelayan dapat akses BBM yang berkelanjutan. Perbaikan tata kelola BBM dapat memotong hingga 60 persen pengeluaran nelayan.
Erick menawarkan, para nelayan membentuk sebuah koperasi. Dengan begitu, Pertamina akan memiliki data yang jelas dalam menyalurkan solar bersubsidi. "Jangan sampai (solar bersubsidi) disalurkan, bukan buat nelayan tapi dipakai buat orang lain, akhirnya BBM bersubsidi dipakai (korporasi) yang besar-besar lagi," ucap Erick.
Ketiga, akses pasar-pasar nelayan juga perlu dikuatkan, seluruh kanal distribusi, baik daring maupun luring, sehingga berdampak signifikan bagi peningkatan penyerapan hasil nelayan. Disarankan, para nelayan mulai mencari opsi lain dalam mencari ikan, salah satunya lewat budi daya. Hal ini sebagai alternatif dan langkah antisipatif dalam pencarian ikan di laut yang kerap diliputi ketidakpastian tangkapan.
"Sebagai negara maritim terbesar di dunia, bangsa kita tidak boleh memunggungi nasib nelayan. Bahkan, kita tidak bisa bicara soal kedaulatan pangan tanpa melibatkan peran nelayan. Karena itu, BUMN berjuang menciptakan ekosistem usaha yang berpihak pada kesejahteraan nelayan, terutama nelayan kecil dan tradisional," lanjut Erick.
Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari