Ekonomi kreatif semakin dilirik. Bahkan perlahan mulai jadi andalan perekonomian nasional.
Sektor ekonomi kreatif nyatanya mampu menjadi sektor yang berdaya tahan dalam menghadapi berbagai dinamika. Termasuk, kala dampak pandemi Covid-19 melanda dunia.
Kendati memiliki kemampuan untuk bertahan, industri kreatif tetap dituntut untuk terus meningkatkan daya saingnya. Sehingga, mampu bersaing di era globalisasi.
Apa sebenarnya itu produk kreatif? Produk kreatif merupakan sesuatu yang dihasilkan kemampuan dari gagasan atau ide inovatif. Harapannya, gagasan serupa itu bisa memberikan peluang ekonomi dan memecahkan permasalahan kehidupan.
Produk konten di Youtube, misalnya, merupakan salah satu bentuk produk kreatif. Produk konten berbasis digital itu bahkan telah berkembang pesat di tengah masyarakat. Pelaku kreatif bisa mempunyai jutaan pengikut.
Konten hanyalah salah satu wujud dari produk industri kreatif yang memiliki banyak ragam. Indonesia sendiri disebut-sebut sebagai negara terbesar ketiga di industri kreatif dunia, setelah Amerika Serikat dan Korea Selatan.
Dari sisi pelaku bisnis industri kreatif, tercatat jumlanya sudah mencapai delapan juta. Maka boleh dibilang, kontribusi industri ini sudah cukup besar dalam hal penyediaan lapangan kerja. Tapi, kesadaran di lingkup industri hal memberikan perlindungan produk dari plagiasi masih terhitung lemah.
Itulah sebabnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) Sandiaga Uno berulangkali mengingatkan para pemangku kepentingan di sektor tersebut agar memperhatikan masalah Hak Kekayaan Intelektual (HaKI). Walau begitu, Menteri Sandiaga menyebut, sedikitnya ada tiga dari 17 subsektor ekonomi kreatif yang patut dibanggakan, karena sudah memberikan sumbangan besar bagi PDB.
Subsektor itu adalah fesyen, kuliner, dan kriya. Kuliner yang menduduki peringkat pertama dengan perolehan terbesar, yakni sebesar 41 persen. Lalu ada fesyen yang kontribusinya sebesar 17 persen dan kriya sebesar 14,9 persen.
Sementara itu bila dibedah lebih jauh lagi, tiga teratas untuk produk wisata dan ekonomi kreatif yang sekarang menjadi primadona wisatawan, antara lain, nature (wisata alam), active lifestyle (aktivitas keseharian), dan kuliner.
Melihat angka-angka peluang tersebut, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, pemerintah perlu serius menggarap industri kreatif di Indonesia. Pelaku usaha tentunya lebih memahami dinamika yang terjadi di lapangan, sehingga kelak pemerintah akan lebih berperan sebagai fasilitator dan pemungkin (enabler) bagi terciptanya ekosistem yang kondusif.
“Pemerintah akan mendukung, apalagi hal ini juga terkait dengan pengembangan SDM dan sesuai dengan momentum digitalisasi,” ujarnya dalam satu kesempatan.
Harus diakui, industri kreatif telah berkembang dengan pesat. Dalam rangka mendorong terus berkembangnya industri itulah, pemerintah belum lama ini menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 24 tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif, tepatnya pada 12 Juli 2022.
PP yang diteken Presiden Joko Widodo itu tentu memberi harapan kepada pelaku ekonomi kreatif untuk mendapatkan kemudahan pembiayaan atau kredit dari lembaga keuangan. Sebab melalui PP itu juga, pemerintah berencana memberikan insentif kepada pelaku ekonomi kreatif agar dapat mengakses pembiayaan dari jasa keuangan.
Melalui peraturan itu, perbankan bisa memberikan pembiayaan kepada calon debitur yang memiliki agunan berupa kekayaan intelektual atau intellectual property (IP). Hanya saja, para pelaku ekonomi kreatif harus bersabar. Mengingat, perbankan masih menunggu aturan teknis dan turunan dari PP tersebut.
Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih mengkaji potensi prospek dan kelayakan HaKI menjadi jaminan kredit ke bank. Mengomentari rencana itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, hal itu masih dalam kajian OJK, khususnya terkait masalah valuasi, ketersediaan secondary market, apraisal untuk likuidasi HAKI, dan infrastruktur hukum eksekusi HAKI.
Saat ini, ekosistem HaKI di pasar sekunder masih belum cukup kuat dan mekanisme penentuan valuasi sebuah HaKI masih terbatas. Sedangkan bank harus mengetahui berapa nilai dari barang jaminan kredit. "Sehingga memang dibutuhkan peran pemerintah dan pihak terkait untuk membahas isu tersebut," ujarnya, Senin, (25/7/2022).
Kegiatan pemberian kredit sepenuhnya merupakan kewenangan bank berdasarkan hasil penilaian terhadap calon debitur. Adapun, agunan atau jaminan dalam penyediaan dana, baik berupa kredit atau pembiayaan bersifat opsional, tergatung dari risk appetite bank.
Sekretaris Bank BNI Mucharom menjelaskan, secara prinsip BNI mendukung PP 24/2022. Pasalnya potensi masyarakat untuk mendapatkan sumber funding semakin terbuka. Peran perbankan sebagai lembaga intermediasi juga semakin luas.
"Kami akan menyesuaikan peraturan internal untuk mengakomodir beleid tersebut. Tantangannya, adalah penggunaan sertifikat HaKI sebagai jaminan adalah pada mekanisme jaminan HaKI, karena belum diatur secara eksplisit dari regulasi,” ujarnya.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari