Indonesia.go.id - Transformasi Pengelolaan Perikanan Mendorong Pemerataan Ekonomi

Transformasi Pengelolaan Perikanan Mendorong Pemerataan Ekonomi

  • Administrator
  • Senin, 10 Oktober 2022 | 19:25 WIB
PERIKANAN
  Presiden Joko Widodo (Jokowi) didampingi CEO PT SIS Arif Wijaya Siswanto meninjau pabrik pengelolahan ikan di Tual, Maluku. SETPRES
Langkah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mempromosikan program penangkapan ikan terukur berbasis kuota sempat menarik perhatian para investor peserta konferensi internasional United Nation Oceans Conference (UNOC) 2022 di Lisbon, Portugal pada Juni lalu.

Ketika Presiden Joko Widodo berkunjung ke Kota Tual, Provinsi Maluku pertengahan September lalu, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menunjukkan kesiapan sarana prasarana dalam mengimplementasikan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota. Salah satu sarana yang dimaksud adalah timbangan elektronik yang terhubung langsung secara online, yang akan dioperasikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Tual.

PPN Tual merupakan salah satu lokasi percontohan implementasi kebijakan penangkapan ikan terukur dan pemungutan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pascaproduksi. Dalam keterangannya, Trenggono menyampaikan, penggunaan timbangan elektronik ditujukan untuk meningkatkan akurasi dan mempermudah proses inventarisasi data perikanan berbasis teknologi.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menyiapkan sedikitnya 12 timbangan yang berada di Tual (enam buah), Kejawanan (tiga buah), dan Ternate (tiga buah). “Jadi, nanti semua data bongkar muat hasil tangkapan nelayan bisa terdata dengan baik, sehingga nelayan mengetahui total tangkapan setiap kali melaut," katanya, dalam keterangan tertulis, pada Kamis, 15 September 2022.

Kebijakan penangkapan ikan terukur merupakan upaya KKP mewujudkan ekonomi biru. Konsep tersebut mentransformasikan pengelolaan perikanan yang selama ini sepenuhnya berbasis input control ke dalam pengelolaan berbasis output control. Dengan mekanisme output control, kuota penangkapan pun ditetapkan.

Dengan begitu, kapal perikanan yang mendapatkan izin tidak dapat lagi menangkap sebanyak-banyaknya. Pasalnya, kegiatan serupa itu berpotensi melebihi daya dukung sumber daya ikan.

Hal lain yang sangat penting dari implementasi sistem baru itu adalah kapal perikanan yang diberikan izin harus mendaratkan ikan di pelabuan perikanan yang sudah ditentukan. Sehingga, pendaratan ikan tidak lagi tersentralisasi di Pulau Jawa. Dari situ, dapat terjadi pemerataan pertumbuhan ekonomi di setiap wilayah pengelolaan perikanan di Indonesia.

Lebih lanjut, Trenggono menjelaskan, penggunaan timbangan elektronik juga bermanfaat karena mempunyai tingkat galat atau error yang kecil. Data timbangan ikan hasil tangkapan bersifat representatif, kredibel, dan dapat dipertanggungjawabkan. Keunggulan lainnya, data dapat terkirim secara realtime, sehingga dapat langsung diverifikasi dan divalidasi oleh verifikator.

Presiden Jokowi sendiri menyambut baik program tersebut dan berpesan agar seluruh jajaran KKP mengawal dan memastikan program itu berjalan dengan baik dan memberi manfaat sebesar-besarnya bagi nelayan dan masyarakat pesisir secara luas. "Pastikan bisa terkontrol dan terukur," ujar Presiden Jokowi, saat mengunjungi PPN Tual, Rabu (14/9/2022).

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP M Zaini Hanafi memaparkan, pada 2020 volume produksi perikanan tangkap Provinsi Maluku tercatat sebesar 445.577 ton dengan nilai sebesar Rp13,3 triliun. "Dari jumlah tersebut, Kota Tual berada pada urutan ke lima dari seluruh kabupaten/kota dengan share produksi sebesar 5 persen yaitu mencapai 21.992 ton dengan nilai sebesar Rp143,6 miliar," ungkap Zaini.

Ditambahkannya, perikanan Maluku termasuk pada Zona 03 Penangkapan Ikan Terukur yang terdiri dari WPP NRI 715 dan WPP 718 dengan kuota untuk industri mencapai 2,44 juta ton dengan nilai produksi ikan Rp75 triliun. Sekitar 1,2 juta ton pendaratan dilakukan di sejumlah pelabuhan pangkalan di wilayah Provinsi Maluku, termasuk di Kota Tual.

Luas lautan Kota Tual mencapai 98,67% dari keseluruhan luas wilayahnya. Tual memiliki potensi perikanan yang relatif besar terutama pada jenis ikan pelagis kecil, dengan ikan tangkapan dominan adalah tongkol, tenggiri, teri, layang, dan kembung.

 

Magnet bagi Investor

Langkah KKP mempromosikan program penangkapan ikan terukur berbasis kuota itu sempat menarik perhatian para investor peserta konferensi internasional United Nation Oceans Conference (UNOC) 2022 di Lisbon, Portugal yang berlangsung pada 27 Juni–1 Juli 2022. Dalam kegiatan tersebut, Menteri Trenggono gencar memperkenalkan program berbasis ekonomi biru, salah satunya penangkapan ikan terukur.

"Investor banyak yang menyampaikan minatnya untuk berinvestasi di bidang perikanan tangkap di Indonesia. Ini tentu kesempatan baik, tapi kami tetap memprioritaskan pelaku usaha perikanan dalam negeri," ungkap Dirjen Zaini, yang turut menghadiri UNOC 2022, mendampingi Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono.

KKP merilis data, sumber daya ikan yang dapat dimanfaatkan mencapai 5,6 juta ton di empat zona penangkapan ikan terukur untuk industri. Nilai produksinya ditaksir mencapai Rp180 triliun. Sementara itu, nilai penerimaan negara sumber daya alam subsektor perikanan tangkap mencapai Rp18 triliun.

“Penangkapan ikan terukur akan memberikan multiplier effect yang positif. Mulai dari tumbuhnya beragam usaha baru yang berimbas pada penyerapan tenaga kerja, hingga meratanya pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah Indonesia dan tidak berpusat di Pulau Jawa,” ujarnya Zaini.

Lebih lanjut, Zaini menerangkan, para investor di subsektor perikanan tangkap diharuskan mempekerjakan nelayan lokal atau memanfaatkan sumber daya manusia dari dalam negeri. Sehingga, para nelayan juga diharapkan mendapatkan ilmu baru dengan menjadi awak kapal perikanan di sektor industri.

“Para Investor nantinya akan memanfaatkan kuota penangkapan ikan di empat zona penangkapan ikan untuk industri. Titik lokasinya di Laut Natuna Utara pada Zona 2, Laut Aru, Arafura, dan Laut Timor. Lalu, pada Zona 3, serta Samudra Hindia pada Zona 5," urainya.

Sementara itu, Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas KAJISKAN, 2022) telah merevisi potensi lestari perikanan tangkap dari 12,54 juta ton (2017) menjadi 12,01 juta ton, sesuai Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 19 tahun 2022, dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 82 persen. Perkiraan potensi ikan tertangkap pada 2022 mencapai 1,5 juta ton dengan nilai PNBP sebesar Rp3,875 triliun, sedangkan pada 2024 potensi ikan tertangkap mencapai 5 juta ton, dengan nilai PNBP sebesar Rp14,554 triliun.

 

Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari