Presiden Joko Widodo menginstruksikan para menteri, bupati, hingga TNI untuk menggunakan kendaraan listrik.
Penggunaan kendaraan bertenaga listrik semakin masif. Demikian pula populasinya, beberapa merek kendaraan baik roda empat maupun roda dua, sudah semakin banyak yang mengaspal di jalan umum.
Tak dipungkiri, pemerintah terus mendorong mimpi Indonesia sebagai pemain utama kendaraan berbasis listrik. Motivasi itu semakin membara dan mendapatkan justifikasinya seiring dengan kenaikan harga BBM di tengah ketidakpastian global, akibat konflik geopolitik Rusia-Ukraina yang terus memanas.
Tekad membara pemerintah mendorong penggunaan kendaraan berbasis listrik juga mendapatkan sambutan yang positif dari kalangan pabrikan kendaraan bermotor untuk mengembangkan kendaraan yang rendah emisi. Hampir sebagian besar produsen ternama di negara ini, semua siap berkomitmen berinvestasi kendaraan listrik di Indonesia. Beberapa pabrikan itu adalah Hyundai, Toyota, Suzuki, Honda, dan Mitsubishi.
Pelbagai produsen itu memang belum menyebutkan jenis kendaraan listrik yang akan diproduksi. Yang jelas, total investasi produsen otomotif global itu bisa mencapai Rp49,5 triliun lebih.
Diketahui, varian jenis mobil listrik ada bermacam-macam, ada battery electric vehicle (BEV), hybrid electric vehicle (HEV), maupun plug-in hybrid electric vehicle (PHEV).
Komitmen pemain otomotif dunia bisa mendorong minat bisnis industri pendukungnya. Seperti, baterai untuk kendaraan listrik yang merupakan komponen vital bagi wahana tersebut.
Sebut saja, LG yang sudah berkomitmen mendirikan pabrik baterai dengan nama PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC). Peta jalan negara ini menjadi pemain utama kendaraan berbasis listrik itu kian mendapatkan momentumnya, ketika Presiden Joko Widodo menginstruksikan para menteri, bupati, hingga TNI untuk menggunakan kendaraan listrik.
Hal ini tertuang dalam Instruksi Presiden nomor 7 tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Instruksi itu berlaku mulai 13 September 2022.
"[Instruksi] dalam rangka percepatan pelaksanaan program penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai sebagai kendaraan dinas," demikian bunyi Inpres itu yang dikutip Rabu (14/9/2022).
Inpres itu menyebutkan, pemerintah pusat dan daerah diminta menyusun aturan penggunaan kendaraan listrik sebagai kendaraan dinas atau kendaraan perorangan dinas instansi. Artinya, dari beleid ini dimaknai bahwa kendaraan dinas itu termasuk kendaraan berpelat merah.
Mereka juga perlu menetapkan alokasi anggaran untuk penggunaan kendaraan listrik itu. Adapun, peningkatan penggunaan kendaraan listrik dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah di seluruh Indonesia.
Instruksi diberikan untuk seluruh menteri, sekretaris kabinet, kepala staf kepresidenan, Jaksa Agung RI, Panglima TNI, dan Kepala Kepolisian RI. Kemudian, kepala lembaga, pimpinan kesekretariatan lembaga negara, gubernur, dan bupati/wali kota.
Melalui instruksi itu, Presiden Jokowi juga meminta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan untuk menyelesaikan hambatan penggunaan kendaraan listrik untuk dinas.
"Dan melaporkan pelaksanaan instruksi presiden ini kepada Presiden secara berkala setiap enam bulan," demikian tertulis pada inpres tersebut.
Lebih Masif Lagi
Tentu saja, keluarnya kebijakan itu patut diapresiasi. Melalui kebijakan itu, populasi kendaraan listrik di Indonesia bisa diakselerasi dengan lebih masif lagi. Sebab poin penting beleid itu adalah instruksi bagi jajaran kementerian hingga pemerintah daerah untuk menggunakan kendaraan bermotor listrik (BEV) sebagai kendaraan operasional.
Poin lainnya, penggunaan kendaraan listrik sebagai armada operasional itu bisa diperoleh melalui pembelian, penyewaan, maupun konversi kendaraan bermotor konvensional. Sedangkan sumber pendanaan, diwajibkan berasal dari APBN, APBD, dan sumber lain yang sah.
Menko Marinves bertindak sebagai koordinator program yang melakukan sinkronisasi, pengawasan, evaluasi hingga pengendalian. Tidak hanya itu, inpres juga memberikan wewenang kepada Menko Marinves untuk menyelesaikan berbagai permasalahan penghambat implementasi.
Pada pelaksanaannya, Menko Luhut harus melaporkan berkala pelaksanaan program tiap semester atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. Di sisi lain, berdasarkan Inpres, terdapat tugas dari masing-masing kementerian teknis terkait. Salah satunya, Mendagri RI yang harus mendorong para kepala daerah mempercepat penggunaan kendaraan listrik sebagai kendaraan dinas operasional.
Hal yang sama yang dimintakan kepada Menteri Pertahanan RI dan Panglima TNI, untuk memprioritaskan secara bertahap kendaraan bermotor listrik sebagai kendaraan dinas operasional. Tugas krusial lainnya diemban Menteri Keuangan RI. Jajaran Sri Mulyani harus segera menyusun regulasi terkait standar biaya untuk penggunaan BEV di daerah maupun pusat. Tidak hanya itu, Menteri Keuangan juga diminta mengeluarkan kebijakan moratorium pengadaan kendaraan konvesional.
Sementara itu, Menteri ESDM Arifin Tasrif mendapatkan tugas untuk memastikan, mempercepat dan memperbanyak pendirian Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum. Sebagai informasi, menurut catatan Kementerian ESDM, saat ini terdapat 332 unit SPKLU ataupun charging station di 279 di lokasi publik dan 369 unit SPBKLU di Indonesia.
Lalu Menteri BUMN Erick Tohir diminta untuk mendorong perusahaan pelat merah mengalokasikan anggaran mendukung percepatan pelaksanaan program BEV. Tidak berhenti di situ saja, melalui Menteri ESDM Arifin Tasrif pun menginformasikan bahwa pemerintah tengah menggodok sejumlah paket insentif untuk memberi subsidi pembelian kendaraan listrik kepada masyarakat.
Aturan itu tengah didorong untuk mempercepat peralihan penggunaan kendaraan berbasis energi fosil menuju listrik domestik. “Sekarang mekanismenya sedang digodok, sedang kita bahas,” kata Arifin, Jumat (16/9/2022).
Arifin menjelaskan rencana itu menjadi krusial di tengah daya tawar energi listrik yang lebih kompetitif ketimbang fosil ke depan. Malahan, menurutnya, harga keekonomian untuk listrik jauh lebih murah dari pengadaan setiap liter bahan bakar minyak (BBM).
“Contohnya sekarang ini berapa, Pertalite Rp10.000 untuk 30 kilometer kalau sekarang pakai listrik 1 kWh bisa juga 30 kilometer. Kalau charge listrik ongkosnya kan enggak sampai Rp2.000,” ujarnya.
Harapannya, adanya sejumlah insentif ini akan membuat industri kendaraan listrik baterai semakin berkembang. Biaya produksi pun semakin murah sehingga masyarakat mampu membelinya. Tujuan menuju negara rendah emisi pun bisa segera direalisasikan.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari