Ekspor jagung kembali dilakukan dari Gorontalo. Bappanas meyakini produksi jagung surplus. Harga acuan jagung pipilan (kering) yang Rp4.200 per kg sedang dievaluasi.
Musim kemarau basah di 2022 yang terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia, memberi peluang untuk peningkatan area tanaman jagung. Memasuki September-Oktober, panen jagung berlangsung di mana-mana, jagung melimpah dan harga turun. Di Gorontalo, jagung pipilan kering kadar air 15--16 persen yang biasanya bisa menyentuh Rp4.500 per kg terpelanting ke Rp3.650 per kg.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Gorontalo menyiasati merosotnya harga jagung ini dengan upaya melakukan ekspor. Rupanya, pintu ekspor pun terbuka. Maka, disaksikan Wakil Ketua DPR RI Rachmad Gobel, Sekretaris Daerah Syukri J Botutihe, dan sejumlah pejabat Pemprov Gorontalo, prosesi peluncuran ekspor jagung itu dilakukan, Kamis (20/10/2022).
‘’Kalau produksi nasional cukup, kelebihannya kita ekspor. Petani bisa mendapat harga lebih baik, dan negara bisa meraih devisa,’’ kata Rachmad Gobel, yang juga dikenal luas sebagai pengusaha papan atas di arena industri elektronik nasional, yang berdarah Gorontalo itu, ketika menyaksikan pengapalan jagung ke Filipina, dari Pelabuhan Anggrek, Gorontalo Utara.
Ekspor kali ini volumenya 6.100 ton, dan bukan itu kali yang petama. Sebelumnya, Gorontalo juga telah mengekspor 6.100 ton pada 19 September 2022, dengan tujuan ke Filipina. Berikutnya pada 15 Oktober 2022 ada pengapalan 6.150 ton dengan tujuan yang sama. Dengan begitu sampai pada akhir Oktober 2022 ini, Gorontalo telah melakukan ekspor jagung sebanyak 18.350 ton.
‘’Ekspor jagung ke Filipina ini merupakan solusi agar harga jagung tak semakin dalam tertekan dan agar produksi jagung petani dapat terus terserap di tengah keterbatasan permintaan dari pabrikan pakan ternak besar di dalam negeri serta peternak mandiri dalam negeri,” ujar Sekretaris Pemprov Syukri Botuihe dalam siaran persnya.
Produksi jagung nasional memerlukan alternatif dari sekadar pasar domestik. Produksi cenderung terus meningkat. Di tahun 2020, misalnya, Provinsi Gorontalo mencatatkan produksi jagung kering panen 1,4 juta ton, dan meningkat pada 2021 menjadi 1,6 juta ton. Padahal, lima enam atau tahun sebelumnya masih di bawah 1 juta ton.
Gorontalo adalah salah satu lumbung jagung nasional. Sepuluh provinsi penghasil jagung terbesar, sesuai dengan peringkatnya adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Gorontalo, dan Sumatra Selatan. Toh, di antara 10 lumbung itu, Gorontalo dikenal menghasilkan jagung dengan kualitas tinggi.
Secara nasional, produksi jagung nasional berfluktuasi, namun dengan kecenderungan meningkat. Pada 2010-2011, produksi nasional jagung (kering panen) masih di angka 17--18 juta ton per tahun, dan meningkat menjadi 23,6 juta ton di 2016. Melonjak ke level 29--30 juta ton pada 2017-2018. Tapi, kemudian anjlok ke level 22,5 juta ton di 2019-2020. Pada 2021 produksi jagung nasional diperkirakan kembali di atas 23 juta ton dan meningkat lagi pada 2022 ini.
Surplus
Adanya kelebihan produksi jagung versus permintaan domestik, ditandai dengan turunnya harga di tingkat petani. Di Jawa, harga dasar Rp4.200 per kg pipilan kering (kadar air 15 persen) sulit untuk dicapai dan di Gorontalo lebih rendah lagi. Ekspor memang bisa menjadi pilihan. Sekretaris Daerah Pemprov Gorontalo Syukri Botuihe mengapresiasi kebijakan pusat, yang disebutnya mendukung dan mengakomodir, kegiatan ekspor jagung itu.
Badan Pangan Nasional (Bapanas) telah memperkirakan bahwa produksi jagung nasional untuk pakan ternak pada 2022 akan mengalami surplus sehingga aman untuk kebutuhan dalam negeri. Meski demikian, pemerintah mengakui data jagung nasional masih perlu dikonsolidasikan agar mendapat gambaran produksi dan sebarannya secara lebih cermat.
Direktur Ketersediaan Pangan, Bapanas Budi Waryanto menuturkan, produksi jagung di periode Januari--September 2022, semula diproyeksikan bisa mencapai surplus 2,7 juta ton. Tapi, kalkulasi data terbaru mengoreksi angka surplus itu ke kisaran 2,3 juta ton hingga 2,5 juta ton.
‘’Secara umum jagung tetap cukup aman karena stok akhir tahun akan lebih dari 100 persen dari kebutuhan bulanannya," kata Budi dalam webinar Pataka, Kamis (22/9/2022). Tercatat, rata-rata kebutuhan jagung pakan bulanan secara nasional mencapai 800 ribu ton. Selebihnya diserap oleh industri tepung, industri pangan olahan, termasuk UKM di sektor makanan.
Kendati diyakini surplus di 2022, Bapanas menganggap perbaikan data produksi jagung masih harus dilakukan. Maka, badan yang menyandang nama National Food Agency ini mendorong agar Badan Pusat Statistik (BPS) bisa cepat menyelesaikan pendataan jagung dengan metode kerangka sampel area (KSA), seperti yang telah digunakan pada produksi beras. "Kami berharap semua data akan semakin clear," kata Budi Waryanto.
Lebih jauh, Budi mengatakan Bapanas juga masih mengkaji harga acuan untuk jagung yang lebih sesuai dengan situasi saat ini. Sebelumnya, harga jagung pipilan kering kadar air 15 persen telah ditetapkan sebesar Rp4.200 per kg dari sebelumnya Rp3.150 per kg. Namun, ia mengakui masih perlu diskusi panjang lantaran adanya kenaikan harga BBM yang bisa berdampak pada kenaikan biaya produksi. "Kami sedang mengawal peraturan badan untuk ini mudah-mudahan segera selesai," Budi Waryanto menambahkan.
Direktur Sereali, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementan, Ismail Wahab, menambahkan, pada tahun depan, pihaknya bersama BPS akan melakukan Survei Cadangan Jagung Nasional (SCJN). Survei itu dilakukan untuk mengetahui detail sebaran pasokan jagung yang selama ini telah dikatakan mengalami surplus.
Survei nasional sebelumnya telah dilakukan untuk beras. Ismail memaklumi jika masih banyak pihak yang meragukan data surplus jagung karena tidak dapat dibuktikan secara riil keberadaannya. Karena itu, survei yang bakal digelar akan memberikan gambaran dan bukti produksi yang dihasilkan.
‘’Seperti pada kasus padi. Tiap tahun surplus, tapi surplusnya ada di mana? Akhirnya kita melakukan survei cadangan beras nasional dan datanya ternyata klop. Untuk jagung, karena kita ini belum tahu saja, karena belum dilakukan survei," ujar Ismail Wahab.
Bila surplus bahan pangan itu telah terakumulasi dalam waktu yang panjang, serta diketahui persis jumlah sebarannya, maka kebijakan ekspor lebih aman untuk dilakukan. Setidaknya bisa diketahui batas angka ekspor yang bisa dilakukan.
Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari