Subvarian Omicron XBB, yang juga disebut Grypon, telah terdeteksi di Indonesia. Masyarakat diminta memperkuat prokes, terutama memakai masker.
Penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia, yang dimulai secara intensif sejak virus berbahaya itu terdeteksi pertama kali di tanah air, yakni pada 2 Maret 2020, telah membuahkan hasil. Indonesia pun menuai beragam apresiasi dari dunia internasional, lantaran dipandang berhasil mengendalikan angka penularan virus SARS COV-2.
Salah satu penghargaan disampaikan Presiden Majelis Umum PBB Abdulla Shahid, dalam sambutannya pada The 7th Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022 yang digelar di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Kabupaten Badung, Provinsi Bali, pada Rabu, 25 Mei 2022. "Kami semua sangat senang melihat Bali, berkumpul acara tatap muka hari ini dalam skala besar. Saya telah diberitahu bahwa sekitar tujuh ribu peserta telah mendaftar untuk pertemuan hari ini. Ini merupakan bukti komitmen kuat dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, di bawah kepemimpinan Yang Mulia Presiden Joko Widodo untuk memerangi Covid-19 dan mengembalikan negara ke jalur pemulihan," ujarnya.
Pujian senada juga datang dari Deputi Sekretaris Jenderal PBB Amina Jane Mohammed. Dia mengapresiasi sejumlah langkah dan kebijakan yang diambil pemerintah Indonesia dalam penanganan pandemi Covid-19 di tanah air. Dia juga mengapresiasi pencapaian vaksinasi Covid-19 di Indonesia.
"Vaksinasi populasi sebanyak 270 juta adalah prestasi besar, dan kami memuji kepemimpinan Indonesia atas program vaksinnya untuk menjaga semua orang aman," ujar Amina.
Sementara itu dalam sambutannya, Presiden Joko Widodo mengatakan, pandemi Covid-19 dalam dua tahun ini merupakan bencana terbesar di dunia yang telah menginfeksi 527 juta orang dan merenggut korban jiwa hingga 6,3 juta orang. Untuk menjaga keseimbangan sisi kesehatan dan sisi ekonomi, Presiden Jokowi memaparkan, pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan dinamis sesuai situasi terkini.
"Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan dinamis sesuai situasi terkini, menjalankan kebijakan 'gas dan rem' untuk menjaga keseimbangan sisi kesehatan dan ekonomi, dan terbukti telah memberikan dampak baik," ungkap Presiden Jokowi, pada kesempatan itu.
Di hadapan para delegasi, Presiden Jokowi juga menjelaskan bahwa Indonesia yang terdiri dari 17.000 pulau lebih, telah berhasil menyuntikkan sedikitnya 411,5 juta dosis vaksin. Dampak dari langkah tersebut, kasus harian menurun tajam dan pertumbuhan ekonomi dapat terjaga baik.
Menuju Endemi
Setelah melakukan penanganan pandemi selama hampir tiga tahun, pada awal Oktober 2022 Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan adanya instruksi dari Presiden Jokowi. Yakni, agar dirinya berkonsultasi dengan Direktur Jenderal (Dirjen) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengenai status pandemi Covid-19.
Sebelumnya, Presiden Jokowi sendiri telah mengisyaratkan kemungkinan akan dicabutnya status pandemi dalam waktu dekat. “Presiden meminta saya berkonsultasi dengan Dirjen WHO. Dirjen WHO bilang, kalau ada kebijakan-kebijakan lokal mengenai pengurangan pengetatan dari protokol kesehatan, bisa dilakukan,” ujar Menkes, usai mengikuti rapat yang dipimpin oleh Presiden Jokowi, di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (3/10/2022).
Indonesia memang tengah bersiap untuk menuju endemi. Hal itu didasarkan pada parameter penilaian Covid-19 yang terus melandai. Kendati begitu, tetap diperlukan adanya kewaspadaan terhadap kemungkinan mutasi virus.
Melandainya kasus infeksi corona di Indonesia didasarkan pada penilaian sejumlah parameter Covid-19. Mulai dari angka kasus hingga penggunaan tempat tidur perawatan. Parameter pertama terlihat dari penurunan kasus konfirmasi mingguan sejak Agustus minggu ketiga. Saat itu, rata-rata angka kasus harian Covid-19 berkisar di angka 2.000 kasus.
Hal ini dibarengi dengan penurunan positivity rate mingguan menjadi 6,38 persen dalam minggu terakhir. Demikian halnya dengan kasus kematian juga mengalami penurunan menjadi 123 per minggu, atau rata-rata di bawah 20 per hari.
Penurunan angka kasus juga disertai dengan adanya penurunan angka perawatan pasien Covid-19 di rumah sakit. Tingkat keterisian tempat tidur atau BOR terus menciut dari angka 5 persen pada 10 September menjadi 4,83 persen saat ini. Begitu juga kasus harian dengan positivity rate cenderung melandai dalam satu bulan terakhir.
Waspada Awal Tahun
Kendati kenaikan kasus Covid-19 di Indonesia pada Juli hingga Agustus 2022 lebih sedikit dibanding tahun sebelumnya, kewaspadaan perlu tetap digelar. Terutama, disampaikan Menkes Budi, pada Capaian Kinerja Pemerintah tahun 2022 yang disampaikan secara virtual, pada Jumat (21/10/2022) di Jakarta, karena bangsa ini akan menghadapi masa pergantian tahun 2023, yang didahului oleh libur Natal dan tahun baru.
“Ujiannya nanti akan kita lihat di awal tahun depan. Karena beberapa varian baru seperti BA.2.7.5 sudah terjadi di India,” ujarnya.
Kenaikan kasus memang terjadi di negara tetangga Indonesia, seperti Singapura. Yang tadinya hanya ratusan kasus, kini negeri jiran itu mencatatkan 6.000 kasus per hari, lebih tinggi dari kenaikan kasus di Indonesia yang cuma 2.000 kasus per hari.
Sebelumnya, pada Juli hingga Agustus 2022, hampir seluruh dunia mengalami kenaikan yang tinggi karena varian Omicron B.4 dan B.5. Namun di Indonesia, kenaikan yang terjadi relatif tipis, sebagaimana yang juga terjadi di India dan Tiongkok. Menkes menjelaskan, strategi penanganan pandemi di Indonesia yang relatif baik, menjadi alasannya.
Itu pulalah sebabnya, selama enam bulan terhitung mulai awal tahun Indonesia tidak mengalami lonjakan kasus yang berarti. Padahal biasanya enam bulan awal merupakan siklus kenaikan gelombang Covid-19, karena adanya varian baru. “Jadi artinya memang Indonesia sudah berhasil menangani pandemi dengan recoverylebih baik,” katanya.
Menkes Budi juga menilai, Indonesia beruntung karena program vaksinasi Covid-19 berjalan sangat baik. Sekarang sudah 440 juta dosis disuntikkan ke lebih dari 204 juta populasi, sehingga imunitas dari masyarakat baik.
Ditambah lagi, Menkes Budi menegaskan, di Indonesia pemberlakuan protokol kesehatan juga relatif lebih konservatif. Tampak hingga kini, sambung dia, masyarakat masih terbiasa memakai masker, berbeda dengan di sejumlah negara lain yang warganya relatif sudah membuka masker.
“Mudah-mudahan nanti di Januari-Februari 2023 kita bisa mencegah kenaikan kasus dengan baik seperti pada Juli–Agustus tahun ini. Sehingga Indonesia akan menjadi salah satu dari sedikit negara di dunia yang selama 12 bulan berturut-turut tidak mengalami ada lonjakan kasus,” ungkap Menkes Budi.
Sebagai catatan, Indonesia sempat mengalami puncak kasus mencapai hampir 600.000 per hari. Kini, angka kasus penularan sudah turun menjadi di bawah 2.000 per hari.
Untuk jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit sempat mencapai 100.000 orang, tapi sekarang yang masuk rumah sakit sebanyak 3.100 orang. Selanjutnya, jika kasus kematian di Indonesia pernah mencapai 1.800 orang per hari, kini angkanya sudah turun signifikan.
“Jadi itu adalah pencapaian yang kita raih di masa pandemi ini, dan seluruh dunia juga mengakui bahwa pencapaian ini termasuk yang paling baik khususnya di gelombang terakhir varian Omicron BA.4 dan BA.5,” tutur Menkes Budi.
Subvarian Omicron XBB
Kondisi yang menggembirakan di tanah air jelas tak boleh lantas membuat semua pihak lengah. Itulah sebabnya, Menkes Budi pun senantiasa mengingatkan agar masyarakat tetap menjaga kesadaran untuk melakukan disiplin protokol kesehatan.
Senantiasa memakai masker, mencuci tangan, dan bagi yang belum vaksinasi booster segera lakukan menjadi panduan yang selalu disampaikan pemerintah kepada masyarakat. Apalagi pekan ini, disampaikan Juru Bicara Covid-19 Kementerian Kesehatan M Syahril, subvarian Omicron XBB telah terdeteksi masuk ke Indonesia.
Subvarian XBB itu diketahui menjadi penyebab terjadinya lonjakan tajam kasus Covid-19 di Singapura. Tak hanya itu, subvarian tersebut juga teridentifikasi mengakibatkan adanya peningkatan tren perawatan di rumah sakit.
“Peningkatan kasus gelombang XBB di Singapura berlangsung cepat dan sudah mencapai 0,79 kali gelombang BA.5 dan 0,46 kali gelombang BA.2,” ujar Syahril.
Kasus pertama XBB di Indonesia merupakan transmisi lokal, yang terdeteksi pada seorang perempuan berusia 29 tahun, yang baru kembali dari Lombok, Nusa Tenggara Barat. “Ada gejala seperti batuk, pilek, dan demam. Ia kemudian melakukan pemeriksaan dan dinyatakan positif pada 26 September. Setelah menjalani isolasi, pasien telah dinyatakan sembuh pada 3 Oktober,” jelas Syahril.
Jubir Syahril juga mengungkapkan, meski varian baru XBB cepat menular, fatalitasnya tidak lebih parah dari varian Omicron. Hanya memang, dalam tujuh hari terakhir, dilaporkan terjadi kenaikan kasus di 24 provinsi.
Per Selasa (25/10/2022) Humas BNPB menyebutkan adanya penambahan sebanyak 3.008 kasus. Provinsi yang paling banyak melaporkan kasus harian adalah DKI Jakarta, dengan 889 kasus.
Dengan adanya penambahan 3.008 kasus baru, total kasus Covid-19 di Indonesia menjadi 6.475.672. Sebanyak 19.915 di antaranya merupakan kasus aktif.
Selain itu, sebanyak 21 pasien Covid-19 meninggal dunia sehingga total kasus kematian akibat corona menjadi 158.475.
Seiring kondisi itu, Kemenkes juga telah meningkatkan pengawasan kedatangan WNI dan WNA di pintu-pintu masuk negara. Diketahui, subvarian XBB--juga dikenal dengan sebutan Grypon--ditemukan di Amerika Serikat (AS). Keberadaan XBB menggeser varian BA.4 dan BA.5 yang beredar di AS, selama beberapa bulan terakhir.
Dilansir dari Prevention pada Selasa (18/10/2022), spesialis penyakit menular dan profesor di Fakultas Kedokteran Universitas Vanderbilt William Schaffner menyebutkan, XBB diperkirakan memiliki tingkat penyebaran yang lebih cepat daripada varian BA.4 dan BA.5. Selain itu, Schaffner menambahkan, antibodi manusia kurang efektif melawan varian ini.
Pendapat kecepatan penyebaran virus subvarian XBB disampaikan pula Thomas Russo, profesor dan kepala penyakit menular di University at Buffalo di New York. Bahkan menurut studi pracetak dari para peneliti di Tiongkok, strain baru Omicron, dan XBB khususnya, merupakan strain yang paling menghindari antibodi yang diuji, jauh melebihi BA.5 dan mendekati tingkat SARS-CoV-1.
Itu berarti, vaksin dan antibodi dari seseorang yang telah menderita Covid-19 tidak bekerja secara efektif terhadap XBB. Obat antibodi seperti Evoshield dan Bebtelovimab diperkirakan juga kurang efektif. "Varian ini berevolusi untuk menghindari perlindungan antibodi," kata Russo.
Namun jangan panik, Amesh A Adalja, seorang sarjana senior di Johns Hopkins Center for Health Security--yang menyebut bahwa XBB adalah versi hibrida dari dua strain BA.2 varian Omicron—menegaskan, bahkan terhadap varian paling kuat terhadap sistem imun, perlindungan vaksin tetap memiliki efek.
Kini, subvarian tersebut menyebar secara efisien di Singapura. Varian ini pertama kali terdeteksi pada Agustus 2022 di India, dan telah terdeteksi di lebih dari 17 negara sejak saat itu, termasuk Australia, Bangladesh, Denmark, India, Jepang, AS, dan Indonesia.
Penulis: Ratna Nuraini
Redaktur: Elvira Inda Sari