Indonesia.go.id - 500 Ribu Ton untuk Menahan Gejolak Harga

500 Ribu Ton untuk Menahan Gejolak Harga

  • Administrator
  • Minggu, 18 Desember 2022 | 12:58 WIB
IMPOR
  Pekerja menurunkan beras impor asal Vietnam milik Perum Bulog di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (16/12/2022). ANTARA FOTO/ Galih Pradipta
Bulog diizinkan mengimpor beras 500 ribu ton. Nantinya, Bulog tetap menjual dengan harga dasar Rp8.300 per kg. Ruginya ditanggung pemerintah.

Sebanyak 5.000 ton beras impor dari Vietnam telah mendarat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Sedangkan 5.000 ton lainnya, dari Thailand, juga merapat ke Pelabuhan Merak, Banten. Beras 10 ribu ton itu merupakan bagian dari rencana pemerintah mengimpor 200 ribu ton hingga akhir 2022. Impor beras itu diilakukan untuk memperkuat cadangan beras pemerintah (CBP).

’Alhamdulillah, hari ini Bulog menerima tambahan stok cadangan beras pemerintah 10  ton. Untuk impor perdana, ada pengapalan dari Vietnam dan Thailand,’’ ujar Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso kepada wartawan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jumat (16/12/2022).

Pengapalan beras impor itu akan dilakukan setiap hari, untuk  mencapai target pengadaan 200 ribu ton sampai 24 Desember 2022. Beras impor itu berasal dari Vietnam, Thailand, dan Pakistan. “Tapi yang dari Pakistan hanya sebagian kecil," kata Budi, mantan Kabareskrim Polri.

Sesuai jadwal, sampai dengan akhir Desember 2022 akan masuk beras impor sebanyak 200.000  tonuntuk menambah cadangan beras pemerintah ke-14 titik pelabuhan di Indonesia, yaitu Pelabuhan Malahayati dan Lhokseumawe (Aceh), Belawan (Medan), Dumai (Riau), Teluk Bayur (Padang), Boom Baru (Palembang), Panjang (Lampung), Tanjung Priok (Jakarta), Merak (Banten), Tanjung Perak (Surabaya), Tenau (Kupang).

Buwas (panggilan akrab Budi Waseso), yang  menjabat Dirut Perum Bulok sejak 2018, mengatakan bahwa pemerintah melakukan impor beras terakhir pada 2018 sebanyak 1,77 juta ton. Sepanjang 2019, 2020, dan 2021, tidak ada impor beras, kecuali beras khusus. Semisal, beras premium untuk restoran Jepang atau tambahan bahan baku bagi industri tepung beras.

Dengan demikian hampir empat tahun impor beras CBP tak dilakukan. Bahkan, secara rata-rata di 2014, 2015, dan 2016 impor beras relatif kecil. Yakni, 274 ribu ton, 644 ribu ton, dan 543 ribu ton. Secara umum, angka impor itu di bawah 3 persen dari kebutuhan nasional yang sekitar 31 juta ton per tahun.

Keputusan pemerintah melakukan impor beras ini sempat didahului oleh silang pendapat yang alot. Kementerian Pertanian dan BPS mengkalkulasi bahwa stok beras di masyarakat masih cukup aman. Memasuki Oktober 2022, selaku Dirut Perum Bulog, Buwas secara terbuka menyatakan CBP di gudangnya semakin menipis.

Padahal, Bulog harus terus melakukan pengendalian harga beras. Caranya dengan menjual CBP itu melalui koperasi pedagang beras di pasar-pasar. Penjualan yang pada semester satu berkisar 30 ribu ton per bulan, merangkak naik di atas 100 ribu ton sejak Agustus. Sementara itu, penambahan stok sulit dilakukan, karena harga beras di level petani pun sudah bergerak naik.

Harga patokan pembelian beras oleh Bulog, yakni Rp8.300 per kg untuk beras dengan kadar air 14 persen, sudah sulit diberlakukan. Bahkan, saat pemerintah memberi fleksibilitas harga sampai Rp8.700 per kg, pengadaan beras cadangan ini sulit dilakukan.

Harga beras terus bergerak naik. Maka di pertengahan November, CBP di tangan Bulog tinggal 651 ribu ton dan menyusut ke 495 ribu ton pada pekan pertama Desember 2022.

Bila pengadaan beras Bulog dilakukan dengan cara membeli beras perani, dengan harga pasar pula, maka pembelian ratusan ribu ton beras ini akan memantik kenaikan harga. Bukan rahasia lagi, kenaikan harga beras yang tinggi akan memicu inflasi.

Hingga akhir November 2022, silang pendapat impor beras itu belum usai. Mengacu pada kalkulasi luas panen dan produktivitas petani, Kementerian Pertanian dan BPS masih yakin bahwa cadangan beras masih cukup aman. Tapi, Badan Pangan Nasional (Bapanas), Kementerian Perdagangan, dan Bulog tidak terlalu yakin. Dasar acuannya adalah pada harga beras riil di lapangan.

Selama hampir empat tahun tidak mengimpor beras, ada kecenderungan Bulog tak sulit melakukan pembelian beras petani dengan harga dasar. Operasi pasar untuk pengendalian harga cukup melalui koperasi pedagang beras di pasar-pasar. Pun, seperti dikatakan Budi Waseso, serapan koperasi tidak lebih dari 30.000 ton per bulan. Kalau tak ada pesanan khusus pemerintah, seperti penyaluran beras untuk bantuan sosial (bansos) atau bantuan bencana, Perum Bulog kesulitan menyirkulasikan stok berasnya.

Situasi anomali muncul sejak Juli--Agustus 2022, harga beras petani merambat naik. Operasi  pasar  Bulog volumenya semakin deras. Toh, harga di pasar terus merangkak naik. Bila pada Oktober harga beras kualitas bawah (rata-rata nasional) masih di sekitar Rp10.400, maka pada pertengahan Desember ini sudah di atas Rp11.000 per kg. 

Laman Pusat Informasi Harga Pangan Strategis BI pun menyebutkkan, harga beras kelas bawah rata-rata Rp11.100 per kg, dan yang beras super mencapai Rp13.900. Harga beras termurah (rata-rata semua kelas) per 16 Desember adalah Rp10.400 per kg di Nusa Tenggara barat (NTB) dan termahal di Kalimantan Tengah Rp16.350 per kg.

Situasi anomali itu yang mendorong pemerintah, melalui Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi, menyetujui permohonan Bulog untuk mengimpor beras. Izin impor cepat pun bergegas diberikan oleh Kementerian Perdagangan. Perum Bulog mendapat izin mengimpor 500 ribu ton untuk stoknya sampai datang panen raya Maret--Mei 2023.

Dirut Bulog Budi Waseso pun lega. Ia mengatakan, beras itu dibeli dengan harga impor Rp8.800 per kg. Namun, pihaknya akan menjual ke koperasi pedagang pasar dengan harga Rp8.300. ‘’Pemerintah yang akan menanggung kerugian ini,’’ kata Buwas.

Buwas meyakini, tambahan cadangan 500 ribu ton beras itu cukup untuk stabilitasi harga. Ada pun untuk optimalisasi stok beras aman Bulog sampai 1,2 juta ton, akan dilakukan pada musim panen nanti, sekaligus untuk menjaga agar harga beras petani tidak merosot.

Budi Waseso pun mengajak semua pihak menyudahi silang sengketa tentang stok beras ini. ‘’Secara faktual kita tidak tahu, berapa persisnya stok yang ada di masyarakat. Yang kita lalukan adalah membuat perkiraan,’’ katanya.

Para pengamat sepakat, perkiraan yang dilakukan selama ini sudah cukup baik. Namun, perkiraan yang dilakukan di atas jutaan bidang sawah dengan cara samping itu tentu mengandung bias sampel yang ujungnya melahirkan margin error.

Di hamparan sawah seluas 9,45 juta hektare dengan kondisi yang sangat bervariasi, perkiraan yang absolut sulit dilakukan. Margin error di sekitar 3 persen sulit dihindarkan. Padahal, untuk komoditas beras, fluktuasi 3–4 persen pun sudah cukup untuk membuat gejolak harga.

 

Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari