Pangdam, kapolda, danrem, dandim, dan kapolres diminta bertanggung jawab jika terjadi bencana karhuta di wilayahnya. Taruhannya jabatan. Tahun 2023 rawan karhutla.
Sebuah pesan penting disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah menghadiri rapat pimpinan (rapim) gabungan TNI-Polri di Ballroom Hotel Sultan, Senayan, Jakarta, pada Rabu, 8 Februari 2023. Presiden Jokowi tegas mengatakan bahwa pejabat TNI-Polri di daerah harus terus mewaspadai, memantau, dan melakukan pencegahan atas bahaya laten kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Para pejabat TNI-Polri, mulai dari pangdam, kapolda, danrem, kapolwil, sampai dandim serta kapolres dituntut bergegas terjun ke lapangan, membawa anak buahnya, untuk ikut serta dalam penanggulangan bencana karhutla. Pesan itu kali pertama disampaikan pada 2016, pascakebakaran hutan besar (2,5 juta ha) di Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan sejumlah tempat lainnya di tengah kemarau yang kering dan meranggas pada 2015.
Bila terjadi karhutla, Presiden Jokowi akan menilainya sebagai kelalaian pejabat TNI dan Polri dalam melaksanakan tugas menjaga wilayah kerjanya. Sanksinya pencopotan. Pesan keras itulah yang menjadi butir utama dari arahan Presiden Jokowi dalam rapim gabungan TNI-Polri hari itu.
‘’Janjinya tetap, tadi saya ulang lagi mengenai janji saya tujuh tahun yang lalu, dan masih terus berlaku sampai sekarang. Kalau ada kebakaran besar di provinsi, yang tanggung jawab pangdam, kapolda, danrem,” tegas Presiden Jokowi, dalam keterangan di hadapan awak media seusai memberikan arahan dalam Rapim TNI dan Polri tahun 2023.
Presiden Jokowi pun mewanti-wanti itu kepada sejumlah pemimpin di provinsi yang berpotensi tertimpa karhutla, antara lain, Riau, Sumatra Utara, dan Kalimantan. Arahan tentang ancaman karhutla itu terkait dengan peringatan dini atas kemungkinan munculnya fenomena iklim El Nino di 2023.
Peringatan itu telah berulang kali disampaikan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), bahkan sejak akhir 2022. Presiden mengingatkan agar para pimpinan daerah yang berpotensi tersengat karhutla mewaspadai fenomena El Nino yang diperkirakan akan terjadi dalam waktu dekat.
‘’Karhutla itu kan El Nino, hati-hati, tadi saya sudah memberikan warning untuk provinsi-provinsi Riau, Sumut, Kalimantan. Hati-hati, karena nanti akhir Februari itu panasnya sudah naik,” ucapnya.
Dalam berbagai kesempatan, Kepala BMKG Profesor Dwikorita Karnawati terus menyampaikan pesan bahwa di 2023 gejala cuaca El Nino akan menerjang. Fenomena El Nino ini bisa membuat musim hujan datang lebih cepat, dan musim kemaraunya bisa berkepanjangan. El Nino membuat semuanya mengering.
‘’Dengan adanya prediksi El Nino, berarti wilayah massa udara dari Indonesia berbalik mengalir ke Samudra Pasifik. Sehingga, Indonesia menjadi kering karena aliran massa udara ini bergerak ke arah Samudra Pasifik," kata Dwikorita dalam jumpa pers virtual, pada Jumat (27/1/2023).
Fenomena El Nino (dan mitranya La Nina) sudah dikenali oleh para pelaut, karena terkait dengan gejala hujan badai Pasifik Barat termasuk perairan Filipina dan Australia bagian utara. Pengaruh La Nina memang mencapai Filipina dan Australia dengan dampak yang kurang lebih sama. Kajian ilmiah pengenai fenomena La Nina itu setidaknya sudah dilakukan sejak lebih dari seabad lalu.
Rincian proses La Nina dan El Nino itu sendiri masih simpang siur. Namun, setidaknya para pakar menyepakati fakta bahwa fenomena cuaca ini berawal dari arus laut reguler dari kutub selatan ke utara ke arah equator. Di perjalanan, arus itu mengalami kenaikan suhu dan mencapai puncaknya pada area dekat ekuator. Arus massa air sendiri tak pernah menembus ekuator, melainkan berbelok arah saat mendekati garis Equator.
Pada kasus La Nina, arus air laut dari kawasan Antartika bergerak ke utara dan pada saat memasuki perairan di sisi barat Peru (Amerika Selatan) ia berbelok menyusuri tepian selatan khatulistiwa ke arah Pasifik Barat di sisi timur Papua Nugini. Arus air panas itu menimbulkan kolom udara panas di atasnya, akibat proses konveksi. Muncul tekanan rendah di situ.
Sepeninggal massa air panas itu, kawasan laut di barat Peru diisi air dingin, dan massa udara di atas wilayah itu merosot suhunya. Muncul tekanan tinggi. Maka bergeraklah angin dari Pasifik Timur ke arah Pasifik Barat dan efek angin sampai ke Indonesia, Filipina dan Australia. Kawasan itu pun serta- merta akan memanen udara basah dari Pasifik yang akan terkonversi menjadi awan-awan hujan yang besar.
Fenomena El Nino adalah hal sebaliknya. Kawasan Pasifik Barat lebih dingin dan Pasifik Timur dekat Peru lebih tinggi. Maka, massa udara bergerak ke timur. Langit Indonesia, Filipina, dan Australia pun menjadi lebih kering. Awan hujan berkurang atau bahkan menghilang sama sekali.
Terlepas dari perdebatan tentang prosesnya, para ahli mengambil konsensus bahwa penilaian atas fenomena ini dilakukan dengan cara sederhana, yakni menghitung perbedaan suhu udara di Pasifik Barat dari Pasifik Timur. Bila hasilnya perhitungan negatif, dalam arti suhu Pasifik Barat lebih rendah, maka disebutkan bahwa Indeks La Nina negatif, yang berarti angin bergerak ke arah Pasifik Timur.
BMKG memantau fenomena La Nina dan El Nino itu dari waktu ke waktu. Sepanjang 2022, Indeks La Nina itu hampir selalu negatif, dalam arti angin bergerak ke Pasifik Barat dan Indonesia kecipratan limpasan angin basah yang membawa hujan. Jika indeks -2 berarti ketersediaan udara basah cukup besar. Bila bergerak ke -1,5 potensi hujannya berkurang, dan bila sampai -1,0 apa lagi jika -0,5, maka efek La Nina itu memasuki kondisi netral. Pengaruhnya nyaris tak terasa.
Dari pantauannya, BMKG melihat bahwa Indeks La Nina itu telah bergerak ke zona netral sejak awal Januari 2023 dan terus berlanjut, hingga posisi di akhir Februari hingga Maret akan masuk ke zona El Nino dengan indeks La Nina positif di atas 0. Namun, gerakannya diperkirakan tak menuju ke arah kondisi El Nino yang pekat. Antara April--Juni akan kembali berada di indeks netral.
Dwikorita menekankan bahwa setelah mengalami kondisi El Nino yang kering secara singkat akhir Februari hingga Maret (ada kemungkinan sampai April), Indian Oscilation Diode (IOD), yakni istilah untuk merujuk adanya aliran udara lembab dari Samudra Hindia ke wilayah Indonesia juga akan bergerak ke zona netral antara Mei--Juli 2023. Artinya, tidak ada pasokan udara lembab ke kawasan Indonesia dari Samudra India di sisi barat untuk tumbuh menjadi awan di periode itu. Jadi, sama sekali tak ada intensitas awan hujan, dan periode kemarau akan benar-benar kering.
Dengan demikian, menurut Dwikorita, kondisi 2023 ini akan terasa berbeda dari kondisi di 2020, 2021, dan 2022. Di mana, efek La Nina begitu dominan dan cuaca lebih basah. ‘’Musim hujannya lebih dalam, bahkan curah hujannya bisa 70 persen atau bahkan 100 persen di atas curah hujan bulanan yang normal. Kemaraunya pun kemarau basah,’’ katanya.
Cuaca di 2023 ini, kata Dwikorita, mirip dengan 2018, basah tidak, kerontang pun tidak. Cuaca yang kering kerontang, akibat pengaruh El Nino memang memberikan pengalaman pahit di Indonesia terkait luasnya cakupan karhutla. Maka di tahun El Nino yang kering dan meranggas pada 2015, angka karhutla mencapai 2,5 juta ha. Musibah ini jelas menimbulkan kerusakan hebat pada ekosistem hutan utamanya pada sebagian hutan gambut.
Itulah sebabnya, di 2016 dan 2017 mulai digencarkan koordinasi dan kerja sama antarlini pusat dan daerah guna menekan karhutla. Didukung oleh fenomena La Nina yang basah, cakupan karhutla tahun itu turun menjadi 43 ribu ha, dan kembali menyusut ke 125 ribu ha di 2017.
Namun, indeks La Nina yang lemah membuat udara mengering di 2018. Cakupan karhutla 529 ribu ha, dan melonjak lagi ke angka karhutla 1,649 juta ha pada tahun El Nino 2019. Pada tiga tahun berikutnya, yakni 2020, 2021, dan 2022, pengaruh La Nina menguat. Cuaca basah nyaris sepanjang tahun. Maka, secara berturut-turut cakupan karhutla pun menyusut ke tingkat 295 ribu, 359 ribu, dan 205 ribu hektare. Fenomena El Nino 2023 ini mau tak mau membuat semua pemangku kepentingan harus siap siaga.
Serangkaian rapat pun digelar untuk menyusun agenda kerja bersama, mulai dari monitoring titik api, verifikasi lapangan, pencegahan, dan penindakan. Bertindak sebagai lead sector adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Sejumlah rapat koordinasi penanganan karhutla dihelat di Kantor BNPB di Jl Pramuka, Jakarta.
Sejumlah pihak dilibatkan, yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), TNI, Polri, pemda, BMKG, unsur pengusaha perkebunan dan kehutanan, serta unsur masyarakat. Skema kerja sama dirumuskan, dan kebutuhan operasional disusun, antara lain, menyangkut sarana, anggaran, tata tertib anggaran, kebutuhan pesawat dan heli patroli serta water bombing dan pesawat operasional untuk memodifikasi cuaca.
Menko Polhukam Mahfud MD dan Menteri LHK Siti Nurbaya pun menyempatkan diri melakukan kunjungan kerja ke BNPB pada akhir Januari lalu, terkait persiapan penanganan karhutla di 2023. Pada kesempatan itu Menko Mahfud meminta jajaran Pemda bersinergi dan saling membantu dengan aparatur pemerintah pusat dan swasta untuk melakukan persiapan sebaik-baiknya, baik terkait kelengkapan sarana prasarana, anggaran, peraturan serta hal-hal terkait lainnya guna antisipasi peningkatan potensi karhutla.
‘’Semua pimpinan daerah yang mempunyai hutan yang rawan kebakaran, supaya waspada mulai sekarang dan mengomunikasikan kepada BNPB guna melakukan langkah-langkah yang diperlukan jika terjadi sesuatu,” tegas Menko Mahfud.
Data historis menunjukkan, El Nino selama ini seolah membawa kutukan adanya ledakan karhutla. Gerakan sinergis, kolaboratif, gotong royong secara bertanggung jawab, disertai strategi yang jitu untuk penanganan karhutla, sebagaimana dimaksud Menko Mahfud, boleh jadi akan menjadi aksi yang mampu memotong mata rantai kutukan El Nino.
Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari