Indonesia menjadi tuan rumah World Water Forum pada 18--24 Mei 2024. Aksi nyata program bersih-bersih Citarum akan dibawa delegasi Indonesia sebagai showcase dalam forum itu.
‘Citarum, the world dirtiest river’, demikian disebutkan di media asing Herald Tribune, pada 5 Desember 2008. Dalam tulisan itu pula dilukiskan keadaan Sungai Citarum, sungai terpanjang (300 km) di Jawa Barat, yang membentang dari lereng Gunung Wayang, di tenggara Kota Bandung, dan bermuara di Ujung Karawang.
Label buruk Citarum menggugah pemerintah pusat dan daerah bersama para relawan, untuk bertindak. Lahirlah satu gerakan yang disebut gerakan ‘Citarum Bersih, Sehat, Indah dan Lentari (Bestari)’ di tahun 2013. Selanjutnya pada Februari 2018, program baru digulirkan, yakni program Citarum Harum.
Kedua program itu intinya mirip dengan program Citarum Bergetar—singkatan dari bersih, geulis dan lestari--yang bergulir di 2001. Program itu mencakup kebijakan dan hukum, pengendalian pemulihan konservasi, dan pemberdayaan masyarakat. Mereka berkolaborasi, bergerak bersama menyingkirkan sampah-sampah yang memenuhi aliran sungai. Dari mulai sisi hulu di Situ Cisanti, Kabupaten Bandung, sampai hilir.
Pada saat yang sama, kesadaran masyarakat di sepanjang bantaran sungai juga terus dibangun agar tidak membuang sampah secara sembarang. Pabrik-pabrik yang terhubung dengan sungai pun diwanti-wanti agar tidak menuangkan limbah berbahaya ke Citarum.
Untuk menguatkan giat bersih-bersih sungai, Perpres nomor 15 tahun 2018 pun diterbitkan. Beleid ini melahirkan Tim Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, yang selanjutnya disebut Tim DAS Citarum. Hasilnya pun telah terasa. Pada 2023, Sungai Citarum berhasil meraih indeks 51 poin. Kendati belum sampai pada batas aman baku mutu air, upaya itu mampu menjauhkan stigma Citarum dari “the world dirtiest river”.
Aksi nyata program bersih-bersih Citarum itu pula yang akan dibawa delegasi RI sebagai showcase dalam kegiatan World Water Forum (WWF) yang digelar di Bali pada 18--24 Mei 2024. Sebagaimana dikutip GPR News, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marinves) Nani Hendiarti dalam diksusi yang digelar FMB9, Selasa (9/1/2024), berkata, "Kita mengangkat contoh perbaikan untuk kualitas air sungai Citarum yang sudah ada programnya sejak 2018, dulu dikenal dirty sungai, sekarang sudah berubah, dengan upaya melibatkan banyak stakeholder."
Tidak hanya bersih-bersih Citarum, delegasi Indonesia juga akan menunjukkan pengairan Subak di Bali. Persisnya tentang pengairan sawah di Jatiluwih, Bali. Irigrasi tradisional yang sudah masuk sebagai masuk world heritage.
Kemudian ada juga isu sampah laut yang menjadi komitmen RI dalam menjaga perairan. Pemerintah berkomitmen untuk mengurangi 70 persen sampah plastik laut pada 2025. Beragam upaya dilakukan seperti pembangunan pembangkit listrik berbahan baku sampah yang mengonversi 1.000 ton sampah per hari menjadi 10 megawatt listrik.
Di tataran global, merujuk paparan Nani, di tataran global, Indonesia sudah dikenal sebagai negara yang mempunyai komitmen dan konsisten menjalankan kesepakatan. Langkah dan aksi nyata ini penting agar pertemuan-pertemuan internasional tidak hanya sekadar seremoni. Demikian juga WWF yang diharapkan akan menghasilkan langkah konkret dalam menjawab masalah ketahanan air. "Internasional sudah recognize Indonesia, selain punya komitmen juga konsisten dalam melaksanakannya, tidak banyak negara yang seperti itu," ujarnya.
Pada 2022, saat gelaran Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Negara G20 di Bali, Indonesia menunjukkan aksi nyata dalam komitmen menangkal perubahan iklim. Di antaranya dengan penanaman pohon mangrove atau bakau di pesisir pantai. Selain mampu menahan laju abrasi, hutan mangrove juga bagus dalam penyerapan karbon. Tingkat kemampuan penyerapan karbon 5--8 kali dibanding hutan biasa.
"Seperti disampaikan Presiden dan Menko Marinves, kita harus menunjukkan contoh yang bisa dilakukan skalanya kecil tapi bisa kita share ke negara lain untuk bisa didiskusikan, direplika dan dikembangkan sehingga ada aksi konkret di lapangan," ujarnya.
Target WWF
World Water Forum pertama kali digelar di Marrakech, Moroko pada 1997. Dalam pertemuan pertama tersebut ditetapkan sebuah dewan yang bertanggung jawab dalam persoalan air dunia. The World Water Council (WWC) menerima mandat untuk mengembangkan Visi Air Dunia untuk Kehidupan Lebih Baik dalam abad ke-21.
Setelah pertemuan di Maroko, Konferensi Air Dunia digelar setiap tiga tahun sekali dengan lokasi yang berbeda. Beragam isu dibahas dan disepakati dari mulai soal keamanan pasokan air dunia sampai bencana yang disebabkan oleh air.
Indonesia kemudian terpilih sebagai tuan rumah World Water Forum ke-10 dalam Sidang Umum World Water Council pada 19 Maret 2022. Selanjutnya, pertemuan puncak WWF akan digelar di Bali pada 18--24 Mei 2024. Kick off Meeting WWF ke-10 telah dilaksanakan pada 15--16 Februari 2023. Dalam gelaran itu, Indonesia mengangkat tema ‘Water for Shared Prosperity’, sebagai bentuk atas tantangan respons global terhadap ketahanan air serta potensi kerusakan akibat meningkatnya jumlah populasi dan perubahan iklim.
Pemerintah menargetkan ada 30 ribu peserta yang hadir. Presiden juga akan mengundang 33 kepala negara, 190 menteri, 180 negara, 250 organisasi internasional. Sebagian besar negara yang diundang merupakan anggota World Water Council. Selain itu, ada juga negara yang punya kerja sama di bidang air dengan Indonesia. Kemudian negara yang sering mengangkat isu air. Terakhir, negara yang masuk dalam Archipelagic and Island States (AIS).
Beberapa negara sudah menyampaikan komitmennya untuk datang. Sementara itu, negara-negara yang terlibat dalam rangkaian road to WWF seperti Tiongkok, UEA, Jepang, dan Korea kemungkinan besar akan hadir.
Ada tiga komponen forum pembahasan dalam WWF di Bali. Pertama, yakni pembahasan program tematik. Di sini ada enam subtema pembahasan, di antaranya menyangkut air untuk manusia dan alam; mitigasi dan manajemen risiko bencana; keamanan air dan kesejahteraan; inovasi pendanaan ketahanan air; teknologi dan ilmu pengetahuan serta kerja sama tata kelola hidro diplomasi.
Forum kedua, yakni menyangkut regional program. Forum ini akan memberikan perspektif tentang air dari semua region. Dari proses tematik dan regional lalu akan dilanjutkan dalam forum political process yang melibatkan kepala negara, parlemen, menteri, dan otoritas lokal. Seluruh proses tersebut akan menghasilkan output tertinggi yakni ministerial declaration yang diharapkan dapat dihasikan dalam WWF ke-10 tersebut.
Menurut keterangan Kemenko Marinves, ada tiga poin yang diusulkan Indonesia agar bisa disepakati. Pertama, menyangkut pembiayaan air untuk mitigasi perubahan iklim serta bencana, terutama di negara-negara kepulauan yang terancam tenggelam akibat kenaikan permukaan laut. Pembiayaan sangatlah penting karena tanggung jawab untuk ketahanan air tidak hanya berada di tangan pemerintah, melainkan juga pihak swasta. Perlu ada kolaborasi global untuk mengatasi tantangan tersebut.
Saat memberi sambutan dalam acara Workshop Sustainable Water Finance, Senin (5/2/2024), seperti disimak GPR News, Sekretariat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Mohammad Fatah mengatakan, pembentukan Global Water Fund tidak bisa berdiri sendiri.
Perlu didiskusikan dalam lima subtema lainnya dan didukung oleh proses politik regional. Bagaimanapun isu Global Water Fund, kata ia, terkait dengan pertumbuhan populasi dunia, pemulihan, resiliensi, dan adopsi terkait iklim negara berkembang.
Poin kedua yang diusulkan yakni pembentukan Center of Excellence on Water and Climate Resilience, dan ketiga penetapan Hari Danau Sedunia. Presiden World Water Council Louic Fauchon memiliki harapan besar pada Bali World Water Forum dapat mengubah arah sejarah air dan menulisnya untuk masa depan demi mencapai kemakmuran bersama.
Tonggak pertama pun telah ditetapkan tim gabungan dari Indonesia dan WWC. "Mereka menyandarkan pada tiga kata kunci, pengetahuan, finansial, dan tata kelola," katanya dalam sambutan pembukaan Kick of Meeting WWF di Jakarta pada 2023.
Fauchon lalu menggambarkan bagaimana pertumbuhan populasi dunia yang secara konstan memakan lahan dan memicu kelangkaan air. Pertumbuhan populasi, lanjutnya, mendorong persoalan iklim, perubahan temperatur, peningkatan cuaca ekstrem hingga kenaikan suhu dan permukaan air laut. Di berbagai belahan dunia, air dapat marah dan mengeluarkan sisi terburuknya. Bencana air dapat menghancurkan apa saja dan menyebarkan teror serta kematian.
Di beberapa tempat, air justru menghilang. Banyak juga kasus, saat air masih tersedia bagi aktivitas manusia, tapi justru telah terpapar polusi, dan terkadang beracun sehingga memicu epidemi dan penyakit. "Kami di sini di Indonesia, hari ini dan besok, karena kita punya perhatian, kekhawatiran tentang situasi air di dunia," ujar Fauchon.
Matangkan Persiapan
Menko Marinves Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan, gelaran WWF ke-10 ini merupakan agenda internasional terakhir di era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Ia yakin agenda tersebut akan sukses bukan hanya dari sisi acara, melainkan juga dampak atau hasil yang dicapai.
Indonesia, kata Luhut, telah punya pengalaman dalam menghelat beragam event internasional. Pada 2022, Indonesia sukses menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali. Acara dihadiri pemimpin-pemimpin besar dunia seperti Presiden AS Joe Biden dan Presiden Tiongkok Xi Jinping. Pada 2023, RI juga sukses menggelar KTT ASEAN.
"Kita harus persiapkan dengan sebaik-baiknya, baik penyelenggaraannya maupun output-nya harus maksimal," kata Luhut yang juga menjabat sebagai Ketua Panitia Nasional WWF ke-10 2024, Jumat (12/1/2024).
Indonesia, kata Luhut, punya bekal dalam membangun ketahanan air. Langkah konkret yang dilakukan Indonesia seperti capaian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang telah membangun 36 bendungan. Kemudian ada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang telah melakukan konservasi air melalui rehabilitasi hutan seluas 179 juta hektare.
Luhut yakin dengan modal yang dimiliki ini, Indonesia bisa mendorong langkah konkret dalam membangun ketahanan air. Dengan begitu, pertemuan bisa menghasilkan output yang menjadi legasi dan hasil nyata yang bermanfaat untuk Indonesia dan global.
Di Bali, pemerintah daerah setempat terus melakukan beragam persiapan untuk memastikan lokasi-lokasi yang dipakai untuk kegiatan benar-benar siap. Di antaranya, di Pantai Melasti, Kabupaten Badung, yang menjadi salah satu panggung utama kegiatan. Pantai ini biasanya diramaikan oleh warga yang hendak melakukan penyucian diri. Beberapa titik di antaranya di Anjungan Watu Gangga.
Pj Gubernur Bali Sang Made Mahendra memastikan, setiap titik yang akan digunakan para delegasi sudah siap, termasuk lokasi masyarakat melakukan upacara persembahyangan. “Kita berharap masyarakat bisa ikut serta. Mendoakan bersama agar gelaran WWF ini berjalan dengan baik, lancar serta bermanfaat bagi alam Bali,” ujarnya.
Penulis: Dwitri waluyo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari