Indonesia menjadi kunci dalam industri kendaraan listrik global berkat potensi mineral yang melimpah. Dengan cadangan nikel dan kobalt terbesar di dunia, serta investasi besar dari produsen baterai terkemuka, Indonesia siap mendominasi pasar kendaraan listrik. Inovasi dalam pengolahan sumber daya ini memastikan peran vital Indonesia dalam rantai pasok kendaraan listrik.
Indonesia sedang merintis menjadi pemain kunci dalam rantai pasok dari hulu ke hilir untuk kendaraan listrik global dengan adanya ekosistem yang terintegrasi. Setidaknya dalam lima tahun terakhir, pemerintah telah mendorong pengembangan kendaraan energi listrik mulai dari hulu dan hilir.
Pasalnya, Indonesia memiliki potensi sumber daya mineral seperti lithium, nikel, kobalt, grafit, dan mangan. Termasuk tembaga dan aluminium sebagai komponen penting jaringan teknologi kendaraan listrik. Bahkan, data International Energy Agency (IEA) menunjukkan komoditas mineral kritis Indonesia yang termasuk dalam Top 3 negara dengan produksi terbesar yaitu nikel dan kobalt. Indonesia memproduksi 49% nikel dunia dan 5% kobalt global.
Pemerintah sudah mencanangkan industri kendaraan listrik akan mampu menghasilkan 600 ribu unit pada 2030. Produsen otomotif dan baterai listrik dunia dari Korea Selatan (Korsel) dan Tiongkok sudah menanamkan investasinya di Indonesia.
Korporasi Korsel, Hyundai Motor Company bersama LG Energy Solution di bawah bendera PT HLI Green Power telah membangun pabrik sel baterai mobil listrik yang berlokasi di Karawang New Industry City, Jawa Barat. Awal Juli 2024, pabrik sel baterai itu diresmikan oleh Presiden RI Joko Widodo.
Investasi yang digelontorkan Hyundai dan LG itu mencapai USD1,2 miliar untuk tahap I dengan kemampuan produksi sebanyak 10 gigawatt per hour (GWh). Adapun untuk pabrik sel baterai tahap II yang masih tahap pengembangan memiliki nilai investasi sekira USD2 miliar dengan kapasitas 20 GWh.
Dengan demikian, total investasi pabrik tersebut mencapai USD3,2 miliar atau setara Rp52,16 triliun (asumsi kurs Rp16.300). Pabrik itu akan terintegrasi dengan pabrik kendaraan listrik Hyundai di Cikarang, Jawa Barat.
Sementara itu, konsorsium Indonesia Battery Corporation (IBC), produsen baterai terbesar dunia asal Tiongkok, Contemporary Amperex Technology Co. (CATL), dan LG Energy Solution Ltd (LGES) berkomitmen untuk memproduksi baterai dengan total 400 GWh mulai tahun ini. Konsorsium tersebut akan memproduksi baterai kendaraan listrik pertama sebesar 10 GWH dan 5.000 stasiun penukaran baterai (swap battery).
Seturut dengan penguatan ekosistem industri kendaraan ramah energi dan hilirasi pertambangan tersebut juga mendorong BUMN pertambangan batu bara, seperti PT Bukit Asam Tbk (PTBA), anggota holding MIND ID, untuk menggandeng Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Dua entitas ini sudah menggarap pilot project konversi batu bara menjadi Artificial Graphite dan Anode Sheet untuk bahan baku baterai lithium-ion (li-ion). Konversi bat menjadi Artificial Graphite dan Anode Sheet ini merupakan yang pertama di dunia.
Artificial Graphite merupakan bahan utama untuk pembuatan anoda. Adapun Anode Sheet adalah elektroda tempat terjadinya reaksi oksidasi (kutub positif), salah satu komponen penting untuk baterai Li-ion.
Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha MIND ID, Dilo Seno Widagdo menyampaikan pihaknya senantiasa berkomitmen dalam mengoptimalkan nilai tambah sumber daya mineral dan batu bara Indonesia, melalui mandat untuk mengelola sumber daya dan cadangan strategis, melakukan hilirisasi, dan kepemimpinan pasar guna menjadi perusahaan kelas dunia.
Pilot project ini diharapkan dapat terus berlanjut hingga ke tahap komersial. Dia menekankan, keberlanjutan proyek ini sangat memerlukan dukungan dan kajian mendalam dari aspek keekonomiannya. Termasuk memperkuat rantai pasok baterai kendaraan listrik.
Dirut PTBA Arsal Ismail menambahkan, kebutuhan artificial graphite dan anode sheet akan semakin meningkat di masa mendatang, seiring dengan pertumbuhan industri kendaraan listrik. Tak hanya untuk industri kendaraan listrik, artificial graphite dan anode sheet juga dibutuhkan industri-industri lain seperti industri penyimpanan energi, elektronik hingga peralatan medis.
Hilirisasi tersebut sejalan dengan visi PTBA menjadi perusahaan energi kelas dunia yang peduli lingkungan, serta mendukung pencapaian target net zero emission (karbon netral) pada 2060 atau sebelumnya.
Seperti apa proses konversi batu bara menjadi artificial graphite dan anode sheet? Untuk itu dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahapan pertama yaitu proses karbonisasi batu bara menjadi batu bara semikokas atau coalite.
Kemudian coalite dihaluskan menjadi serbuk, lalu melalui proses perendaman, pemanasan, pencucian, pengeringan dan penghalusan hingga menjadi artificial graphite yang merupakan bahan utama anode sheet.
Pembuatan anode sheet dimulai dari pencampuran artificial graphite dengan bahan-bahan lain. Campuran tersebut dipanaskan, lalu dilakukan pencetakan sehingga membentuk lembaran di atas kertas tembaga. Tahap terakhir adalah pengeringan sehingga terbentuk anode sheet. Komponen tersebut menjadi unsur penting dalam baterai li-on bagi kendaraan listrik.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari