Sebuah panel besar penyerap sinar matahari menjadikan Pulau Saugi, yang berpenduduk sekitar 100 KK, kini bisa menikmati listrik dengan biaya lebih murah.
Model yang sama juga bisa disaksikan di Desa Amdui, Raja Ampat, Papua Barat. Sebuah desa kepulauan berpenduduk sekitar 80 KK kini dapat menikmati sinar dari lampu listrik bertenaga surya. Pengembangan listrik di daerah terpencil itu memang bagian dari usaha pemerintah meningkatkan rasio elektrifikasi.
Pemerintahan bermaksud meningkatkan ketersambungan listrik untuk seluruh masyarakat Indonesia hingga 99% pada 2019 dan mencapai 100% pada 2023. Untuk wilayah terpencil dan kepualauan model pembangkit yang dikembangkan menggunakan tenaga surya salah satu sumber energi baru terbarukan (EBT).
Di sebuah lahan di Sidenreng Rappang, Sidrap, Sulawesi Selatan, baru-baru ini Presiden Jokowi meresmikan proyek pembangkit listrik tenaga angin PLTB Sidrap I. Ada tiga puluh kincir angin raksasa setinggi 80 meter yang dioperasikan untuk menghasilkan listrik 75 MW. Bisa dikatakan ini adalah proyek pembangkit listrik tenaga angin skala ekonomis pertama di Indonesia.
Tidak jauh dari sana juga akan dikembangkan pembangkit listrik tenaga angin PLTB Sidrap II dengan kapasitas 50 WM. Pembangkit listrik ini akan dioperasikan oleh PT UPC Sidrap Bayu Energi. Pengoperasian PLTB Sidrap I sendiri telah meningkatkan angka elektrifikasi di Sulsel menjadi lebih dari 98,8%.
Selain itu juga dibangun dua pembangkit listrik tenaga angin lainnya. Yaitu, PLTB Jeneponto yang berada di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, dan PLTB Tanah Laut yang berlokasi di Kecamatan Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. PLTB Janeponto akan menghasilkan listrik sebesar 60 MW dengan investasi sebesar US$ 150 juta.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) terus melakukan berbagai upaya dalam mengembangkan energi terbarukan. Pemerintah menargetkan bauran energi terbarukan mencapai 23 persen pada 2023 mendatang.