Indonesia.go.id - Perketat Impor, Menggenjot Ekspor

Perketat Impor, Menggenjot Ekspor

  • Administrator
  • Selasa, 18 September 2018 | 07:30 WIB

Perang dagang antara dua raksasa eknomi dunia terus berlangsung. Setelah Presiden Trump meningkatkan bea masuk produk baja ke pasar AS yang kebanyakan didominasi oleh produsen Cina, kini kabarnya ada tambahan lagi bea masuk 10% untuk berbagai produk asal Cina.

China tentu tidak akan tinggal diam. Mereka juga membalas dengan meningkatkan bea masuk produk-produk unggulan AS masuk ke negaranya.

Ekonomi dunia terguncang bahkan di beberapa negara mengalami krisis. Turki, Afrika Selatan, atau Venezuela adalah contoh negara yang langsung terkapar akibat perang dagang yang berimbas pada fluktuasi mata uang. Turki, misalnya, memiliki perbankan yang 40% tabungan masyarakat berada dalam bentuk mata uang asing. Sementara itu, Venezuela lebih parah karena pemerintahnya memanjakan rakyat dengan berbagai subsidi.

Venezuela adalah negara pengekspor minyak terbesar. Ketika harga minyak sedang selangit, duit yang masuk ke kantong pemerintahpun sangat banyak. Saat itulah berbagai program berbau subsidi digelar. Sialnya, harga minyak tetiba ambruk. Kantong Pemerintah Venezuela jebol. Kini rakyat Venezuela menunggu negara-negara lain yang bersedia membantunya.

Bagaimana dengan Indonesia? Berbeda dengan Turki, hampir 90% tabungan rakyat menggunakan mata uang rupiah. Jadi fluktuasi harga dolar dampaknya tidak dirasakan langsung oleh masyarakat. Apalagi kebijakan pemerintah yang kini fokus menjaga inflasi, sehingga bisa menekan harga-harga barang di pasaran.

Untuk memperkuat rupiah pemerintah mengambil kesempatan mengeluarkan kebijakan pengetatan impor. Langkah ini dilakukan untuk mengejar target defisit neraca transaksi berjalan yang mendekati nol. Ada 900 produk yang mekanisme impornya diperketat. Sebagian besarnya adalah produk barang konsumsi.

Pilihan produk yang terkena pengetatan impor ini didasarkan pada pertimbangan bahwa mekanisme itu tidak mengganggu proses produksi dan ekspor. Kedua, produk yang diimpor tersebut sejatinya sudah diproduksi di dalam negeri.

Jadi ini semacam kesempatan produk-produk lokal untuk memanfaatkan pasar dalam negeri yang terus tumbuh. Sementara itu, untuk barang modal dan bahan baku produksi, tidak dilakukan pembatasan impor kecuali apabila sudah bisa diproduksi di dalam negeri.

Pemerintah sendiri tampaknya berhati-hati dalam menerapkan pengetatan impor ini. Bukan apa-apa, dikhawatirkan langkah ini akan memicu balasan dari negara yang produknya terkena pengetatan. AS, misalnya, bisa saja mengancam akan membalas mempersulit ekspor asal Indonesia apabila mereka tidak berkenan dengan pengetatan tersebut.

Langkah penting lainnya adalah dengan meningkatkan ekspor. Kementerian Perdagangan sendiri telah menyiapkan empat strategi untuk mendorong target pertumbuhan ekspor tahun ini yang dipatok sebesar 11%. Target tersebut diutarakan sekaligus menjawab teguran Presiden Joko Widodo (Jokowi)  kepada Kemendag terhadap kinerja Ekspor Indonesia yang monoton. Atas teguran itu, Kemendag juga menaikan target ekspor menjadi 11% dari sebelumnya 7%.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, strategi pertama yang akan dilakukan guna menggenjot ekspor adalah lewat upaya menyelesaikan perjanjian dagang. Hingga saat ini, Mendag mencatat terdapat sekitar 17 perundingan perjanjian perdagangan Internasional yang akan diselesaikan, seperti Australia, European Free Trade Association (EFTA), Iran, Uni Eropa, dan Regional Comprehensive Economics Partnership (RCEP).

Sementara itu, perjanjian dagang yang diusulkan untuk difinalisasi, antara lain, adalah dengan Turki, Peru, Nigeria, Mozambique, Kenya, Maroko, Afrika Selatan, Sri Lanka, Bangladesh, Pakistan, dan Eurasia.

Perjanjian dagang dinilai sebagai bentuk kesiapan persaingan dengan negara lain. Selain itu, perjanjian dagang juga akan membebaskan bea masuk komoditas andalan Indonesia.

Strategi kedua, melalui misi perdagangan yang melibatkan pengusaha Indonesia dengan produk berorientasi ekspor. Keterlibatan pengusaha dalam misi dagang bisa menjadi salah satu cara meningkatkan ekspor karena proses bisnis bakal mempercepat perdagangan internasional.

Misi perdagangan juga harus dilakukan dengan inovasi perdagangan sehingga bisa mempermudah proses transaksi. Misalnya, dengan melakukan barter trade. Barter yang bisa dilakukan, antara lain, untuk produk komoditas unggulan seperti minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) bakal ditukar dengan komoditas yang dibutuhkan Indonesia.

Pemanfaatan Indonesia Trade Promotion Center dan Atase Dagang Indonesia bisa menjadi strategi terakhir Kemendag. Sebab, atase perdagangan bukan saja agen pemerintah, tetapi juga bisa bertindak sebagai agen bisnis dan ahli pemasaran.

Dengan begitu, pengusaha bisa bekerja sama dengan agen bisnis untuk mencari tahu proses penjualan yang tepat. di samping melakukan kunjungan ke perusahaan internasional di luar negeri dan berhubungan dengan pembeli potensial.