Indonesia.go.id - Subsidi Penangkal Inflasi

Subsidi Penangkal Inflasi

  • Administrator
  • Senin, 13 Agustus 2018 | 08:29 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH
  Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Sumber foto: Istimewa

Cegah kenaikan harga, pemerintah memilih menambah anggaran subsidi untuk solar, premium, dan listrik. Harga energi itu tidak akan dinaikkan sampai 2019.

Harga minyak mentah merambat naik sejak Agustus tahun silam, dan mencapai puncaknya Mei-Juni 2018 lalu. Meski gejolak  kenaikaan belakangan agak mereka, posisi harga Agustus ini masih jauh di atas harga setahun lalu. Dan masih pula jauh melampaui asumsi harga APBN 2018.

Ditambah pula terjadi deprisiasi rupiah terhadap dolar AS, mau tak mau, biaya produksi BBM (bahan bakar minyak) terkerek naik, dan BBM bersubsidi yang seperti premium dan solar makin jauh di bawah harga keekonomiannya.

Namun tak berarti harga-harga akan naik. Pemerintah memilih menambah anggaran subsidi untuk solar, premium dan listrik. Harga energi itu tidak akan dinaikkan sampai 2019.

‘’Untuk solar subsidinya kita naikkan dari Rp500 jadi Rp2.000 per liter,’’ kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di beberapa kesempatan.

Penambahan subsidi dipilih bertujuan agar inflasi tinggi bisa terhindarkan sehingga daya beli masyarakat tak mengalami tekanan lebih besar.

Pos subsidi tentu akan membengkak. Menkeu memperkirakan pos subsidi pada APBN 2018 ini akan didongkrak ke angka Rp163,5 triliun dari rencana semula yang “hanya” Rp94,5 T. Ada kenaikan sekitar Rp69 T.

Dengan kenaikan subsidi itu harga BBM, gas ukuran 3 kg dan tarif listrik bisa aman tanpa kenaikan. Pun pos anggaran sector lain di APBN tidak akan terusik. Pemerintah bisa mengkompensasi subsidi itu antara lain dari tambahan penerimaan negara dari sektor migas yang mengalami windfall, tambahan  penerimaan negara berkah dari kenaikan ICP (Indonesia Crude Price).

Menkeu Sri Mulyani Indrawati menegaskan, penambahan subsidi itu tak harus diikuti dengan penyesuaian melalui skema APBNP (Perubahan). Ruang fiskal yang ada, menurut Sri Mulyani, masih memungkinkan untuk mengakomodir belanja subsidi ekstra ini.

Lebih jauh, kata Menkeu, pergesaran angka-angka dalam APBN adalah hal yang lumrah karena APBN sendiri disusun berdasarkan sejumlah asumsi. "Dalam APBN 2018, harga minyak mentah kita asumsikan US$ 48 per barel dan ternyata secara rata-rata di atas US$ 60," ujar Menkeu.

Begitu halnya dengan asumsi nilai tukar di APBN 2018 ternyata meleset. Lebih jauh Menkeu mengatakan, sejauh ini pos-pos anggaran lain relatif tak terganggu. Bukan itu saja, kebijakan satu harga juga tidak berubah.

Subsidi adalah tradisi lama dalam kebijakan energi Indonesia. Secara umum besaran subsidi itu berkorelasi positif dengan harga minyak mentah. Nilai ICP naik berarti subsidi meningkat.

Secara absolut angka subsidi bisa memberikan kesan ugal-ugalan. Terdorong harga minyak mentah yang tinggi pada tahun 2011 hingga 2014 misalnya, subsidi energi itu mencapai Rp256 T, Rp306 T, Rp310 dan Rp342 T.