Paling besar, paling spesial. Dua atribut itu yang tersemat pada pertemuan Dana Moneter Internasional ( IMF) dan Grup Bank Dunia di Nusa Dua, Bali, Oktober 2018. Dihadiri hampir 20 ribu tamu, termasuk delegasi 28 kepala negara/pemerintahan, Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral dari 189 negara, investor, pengusaha, politisi, aktivis, analis dan jurnalis, dari seluruh dunia. Acara puncaknya 08-14 Oktober, tapi seluruh rangkaian kegiatan ini akan berlangsung dua minggu.
Bali pun telah berrbenah. Bandar Udara Ngurah Rai diperluas. Ada underpass khusus yang menjamin perjalanan dari Ngurah Rai ke Kawasan Nusa Dua bisa lebih nyaman dan cepat. Sebuah tempat pembuangan sampah akhir pun dibangun di Suwung Denpasar, yang menandai bahwa Bali adalah destinasi wisata yang resik. Tapi yang paling fenomenal ialah diresmikannya Garuda Wisnu Kencana, patung tembaga setinggi 121 meter di oleh Presiden Jokowi pertengahan September lalu.
Pertemuan tahun International Monetary Fund (IMF) dan World Bank Goup (WBG) ini akan mengambil lima tema utama. Yang pertama ialah penguatan International Monetary System (IMS), terkait fakta bahwa kebijakan moneter negara maju berdampak pada kestabilan sistem keuangan dunia. Karenanya, negara berkembang perlu memahami situasi ini supaya bisa memitigasi potensi risiko yang mungkin timbul.
Isu kedua ialah ekonomi digital dengan segala resikonya, termasuk perubahan pada sistem pembayaran, central bank operation, cross-border arrangement dan collaboration. Yang ketiga isu pembiayaan pembangunan infrastruktur negara, terkait peran swasta di dalamnya. Yang keempat sistem keuangan syariah yang kini punya peran signifikan baik di negara maju maupun berkembang. Kelima, isu yang terkait urusan urbanisasi, ekonomi digital, sumberdaya manusia, manajemen risiko bencana, hingga perubahan iklim.
Berikut isu turunannya, kelima tema itu kemudian dibedah dalam banyak perspektif oleh berbagai kelompok kepentingan, dan dikomunikasikan dalam berbagai medium. Dikombinasikan dengan sejumlah acara pentas tari, performa musik, festival kuliner, pameran lukisan, perjalanan wisata, dan berbagai gathering, perhelatan ini secara keseluruhan menggelar 2.000 event. Tidak heran bila perhelatan di Bali, yang dilabeli tagline Voyage to Indonesia ini, disebut yang terbesar dalam sejarah pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia.
Pada dasarnya, IMF dan Bank Dunia sendiri lebih sering menggelar rapat tahunannya di Washington saja. Dalam 20 tahun terakhir mereka hanya tujuh kali melakukannya di ‘’luar kota’’. Terakhir di Lima, Peru (2015), Tokyo (20012), Istambul (2009), dan Singapura (2006). Tuan rumah tentu harus punya modal untuk menjamu para tamu. Ketika menghelat acara tersebut, Singapura harus merogoh anggaran Rp. 995.5 miliar (diukur dengan nilai tukar saat ini). Turki membelanjakan Rp1,25 triliun untuk acara di Istambul. Jepang menyediakan Rp 1,1 triliun, bahkan Peru sebesar Rp 2,3 triliun. Toh, tamu yang hadir tak melampaui angka 10 ribu.
Biaya itu belum termasuk sarana pendukungnya. Peru, misanya, harus membelanjakan US$ 170 juta untuk membangun lima convention building baru. Turki juga mengalokasikan US$ 100 juta untuk menambah Gedung konvensinya. Indonesia sendiri harus mengeluarkan dana Rp. 4,9 Trilyun untuk pembangunan underpass, perluasan Bandara Ngurai Rai, TPA Suwung, serta merampungkan Garuda Wisnu Kencana, ikon Bali yang dikerjakan sejak 1990. Untuk penyelenggaraanya, Indonesia menganggarkan Rp. 845 Milyar, sebagai dana talangan yang nantinya akan dibayar peserta. Sebagai bisnis perhelatan ini mengerek PDB Bali menjadi 6,5%, naik dari angka perkiraan 2018 yang sekitar 5,9%. Dengan begitu, dari event ini setidaknya ada dua target bisa diraih sekaligus, seperti pepatah sambil menyelam minum air.
Indonesia tentu akan mendapatkan manfaat lain dari event bergengsi ini. Yang getarannya akan langsung terasa adalah promosi pari wisata. Ribuan atau bahkan jutaan status, foto dan video bakal muncul dari akun medsos tamu-tamu terhormat itu. Bukan hanya Bali, juga destinasi wisata lain yang disiapkan di Lombok, Labuan Bajo, Komodo, Sumbawa, Banyuwangi, Borobudur, bahkan Toba. Kehadiran delegasi dan peserta rapat akbar ini juga akan menyerap banyak macam souvenir produk UKM dan sekaligus mempromosikan ke seluruh dunia.
Event ini juga memberi kesempatan bagi Indonesia menunjukkan pencapaian ekonominya, memperlihatkan kesiapannya menjadi bagian penting dari arus ekonomi dunia, sekaligus membuka peluang pengembangan investasi. Jepang memanfaatkan Pertemuan IMF Bank Dunia di Tokyo 2012 untuk meyakinkan seluruh dunia bahwa ia telah pulih dari syok akibat gempa bumi dahsyat Tohoku, Maret 2011.
Selama pertemuan itu berlangsung, mata dunia pun akan tertuju ke Nusa Dua. Kesempatan ini juga membuka peluang bagi Indonesia untuk memperlihatkan pandangannya tentang peta jalan pembangunan dunia yang lebih adil, beradap dan berkelanjutan.Pertemuan IMF-Bank Dunia Bali.