Satu per satu rampung kapal untuk program Tol Laut digarap. Dan sampai akhir Oktober 2018, tercatat 86 kapal telah selesai. Semuanya dikerjakan di galangan dalam negeri, baik di Koja Jakarta, Gresik, Surabaya, atau Makassar. "Masih ada 16 lagi yang akan selesai pada sekitar Desember nanti," kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Dari jumlah 86 unit kapal yang sudah delivery itu, sebagian telah beroperasi. Kapal-kapal baru itu akan menjadi tulang punggung pelayaran di daerah terpencil dan merupakan bagian penting dalam program Poros Maritim alias Tol Laut.
Istilah Tol Laut atau Poros Maritim itu hanya kiasan, yang menggambarkan satu sistem jalur transportasi kapal laut untuk keperluan distribusi logistik dari ujung Pulau Sumatra hingga ke ujung Papua.
Jaringan Tol Laut itu melibatkan lima pelabuhan utama sebagai hub (pengumpul) dan 19 pelabuhan feeder (pengumpan), yang dikoneksikan ke berbagai dermaga pelabuhan di berbagai daerah. Kapal-kapal baru itulah yang bertugas untuk menghubungan pelabuhan hub dan feeder ke dermaga-demaga pinggiran secara reguler. Dengan begitu, akan terbangun konektivitas yang menjamin kelancaran arus barang dan penumpang.
Kelima titik hub itu ialah Kuala Tanjung (Belawan), Tanjung Perak Surabaya, Pelabuhan Makassar, dan Bitung (Sulut). Sedangkan ke-19 feeder itu meliputi Pelabuhan Malahayati Banda Aceh, Batam, Talang Duku (Jambi), Teluk Bayur Padang, Palembang, Panjang Lampung, Tanjung Mas Semarang, Pontianak, Banjarmasin, Kota Sampit, Kanangau Balikpapan, Palaran Samarinda, Kupang, Pantoloan Palu, Ternate, Kendari, Sorong, Ambon, dan Jayapura.
Bentuk dan ukuran kapal disesuaikan dengan kebutuhan. Kapal Motor Sabuk Nusantara 88, misalnya, dirancang guna melayari perairan Indonesia Timur dengan feeder Ambon. Kapal ini berbobot 2000 GT, panjang 68,5 meter, lebar 14 meter, dan kabin ber-AC untuk 472 penumpang. Tersedia pula palka luas untuk ratusan ton barang.
Selain melayani mobilitas orang, kalap ini mendistribusikan sembako, semen, besi beton, barang kelontong hingga tekstil, dari Ambon ke daerah sekitar, KMP Sabuk Nusantara 88 ini juga akan mengangkut lada, cengkih, ikan asin, ikan beku, kayu olahan, dari daerah sekitar.
Lain halnya dengan KM Sabuk Nusantara 56 yang ditempatkan di Tanjung Perak, Surabaya. Trayek layanannya dari pelabuhan pangkal ke Masalembo-Keramaian-Masalembo-Kalianget-Sapudi-Kangean-Pagerungan Besar-Sapeken-Tanjung Wangi-Sapeken-Pagerungan Besar-Kangean-Sapudi-Kalianget-Masalembo-Keramaian-Masalembo-Surabaya.
Dengan bobot 750 GT kapal tersebut bisa mengangkut 265 penumpang dan 400 ton barang. Pelayaran ke daerah terpencil itu hanya merupakan bagian dari sistem Tol Laut itu. Tujuan utamanya adalah membangun konektivitas dari semua pelabuhan Nusantara. Karenanya, kapasitas dan kualitas tata kelola pelabuhan ditingkatkan. Dengan demikian pelayanan yang diberikan dalam kegiatan bongkar muat bisa lebih cepat, lebih murah, dan lebih aman.
Pemerintahan Jokowi-JK cukup serius dalam membangun konektivitas lewat program Poros Maritim itu. Investasi pemerintah yang dikeluarkan hingga 2019 mencapai Rp39,5 triliun untuk 24 pelabuhan utama dan Rp53,15 triliun untuk pengadaan kapal. Tidak heran bila Pelabuhan Tahuna, Kapubaten Sangihe, dekat perbatasan Filipina, sudah dilengkapi crane-crane besar pula. Kapal besar pengangkut 200 kontainer kini secara reguler melayari rute Surabaya-Makassar-Tahuna PP.
Yang paling khas adalah kehadiran kapal ternak KM Camara Nusantara yang kini berjumlah enam unit. Dengan panjang 68 meter, lebar 14 meter, dan bobot 1.587 GT, KM Camara Nusantara 1 telah melayari rute Kupang-Waingapu-Jakarta sejak akhir 2015. Selama 30 bulan pertama, kapal ini telah melakukan 48 kali trip dengan mengangkut 24.235 ekor sapi dari NTT dan NTB itu ke Jakarta. Load factornya 100 persen.
Dari daerah penghasil sapi NTT dan NTB kini berlayar pula KM Carama Nusantara 3, rutenya dari Pelabuhan Tenau (Kupang) singgah di Waingapu (Sumba) lalu ke Tanjung Priok dan berlanjut ke Bengkulu. KM Camara Nusantara 4 dari NTB (Bima-Badas-Lembar) ke Pare-pare, (Sul-Sel) kemudian ke Balikpapan, Kalimantan Timur. Sementara KM Camara Nusantara 6 mengisi trayek NTB menuju Banjarmasinn. Dalam tiap pelayaran, seorang dokter hewan bertugas mengawasi kesehatan ternak-ternak yang diangkut.
Ketika kapal-kapal besar lalu-lalang melayari dari pelabuhan feeder ke pelabuhan hub, dan kapal ternak menghubungkan daerah produsen ke pasar potensial, kapal-kapal perintis seperti KM Sabuk Nusantara itu yang menyisir daerah pinggiran. Dari 15 trayek kapal perintis dalam program Poros Maritim itu, 13 di antaranya di Indonesia bagian Timur dan dua di barat.
Pada Trayek 1 misalnya, KM Prima Nusantara 01 melayari jalur Teluk Bayur ke Gunung Sitoli, ke Sikakap (Pulau Mentawai), Pulau Enggano, lalu berlabuh di Pelabuhan Bengkulu, PP. Satu trayek lainnya menghubungkan Tanjung Priok dengan Kawasan Natuna ( anjung Batu, Blinyu dan Tarempa). Ke-13 trayek lainnya beroperasi di sekitar Kalimantan Utara, Sulawesi, Maluku Utara, Maluku, Papua, NTT dan NT,
Secara bisnis pelayaran perintis ini belum menguntungkan. Pemerintah masih memberikan subsidi Rp335 miliar pada 2017 dan menjadi Rp447 miliar (naik 33%) pada 2018. Namun, warga masyarakat telah menerima manfaatnya. Harga semen, besi beton, tepung, gula, tekstil dan barang konsumsi lainnya tidak mencekik leher lagi. Semen di Tahuna sudah Rp60 ribuan--tak lagi Rp100-ribuan. Disparitas harga tidak lagi gila-gilaan.