Indonesia.go.id - Menuju Titik Keseimbangan Baru

Menuju Titik Keseimbangan Baru

  • Administrator
  • Selasa, 13 November 2018 | 02:26 WIB
KURS RUPIAH
  Sumber foto: Antara Foto

Kondisi ekonomi Indonesia relatif stabil. Pemerintah juga terlihat mampu mengambil kebijakan yang prudent. Alhasil, rupiah diprediksiĀ bergerak menuju titik keseimbangan baru.

Ada sinyal menggembirakan ketika rupiah mulai menguat terhadap dolar AS. Bahkan, mata uang kita disebut mengalami penguatan paling besar dibanding tetangga. Hanya dalam tiga hari, rupiah yang tadinya bertengger di angka Rp15.200 mendadak turun menjadi Rp 14.500 per dolar AS.

Sebetulnya fenomena itu adalah dampak dari hasil Pemilu sela AS yang dimenangkan Partai Demokrat. Pasar mengasumsikan, dengan kemenangan partai oposisi di AS beresiko terjadinya kebuntuan politik di Kongres.

Itu menyebabkan, program stimulus ekonomi yang sedang gencar dilakukan Presiden Trump akan terhambat. Makanya, dolar sempat limbung berhadapan dengan mata uang lain. Padahal stimulus ala Trump itulah yang membuat ekonomi AS memanas dan akhirnya mengerek harga mata uangnya.

Sebaliknya, ketika ekonomi AS mengendur, ekonomi menjadi lebih dingin dan tingkat bunga harus diturunkan untuk memacu investasi lagi. Artinya, jika suku bunga AS turun dolar akan berkurang nilainya.

Sebetulnya selain soal kondisi di AS, rencana pertemuan Trump dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping di Argentina akhir November 2018 juga memberi sinyal optimis meredanya perang dagang di antara dua raksasa. Jika saja kedua kepala negara raksasa itu bisa meredakan suasana perang dagang, optimistis dunia terhadap ekonomi akan meningkat.

Di dalam negeri, dana asing juga mulai masuk ke pasar keuangan. Kepemilikan asing pada obligasi negara terus meningkat sejak 19 Oktober 2018, dari posisi Rp847,82 triliun menjadi Rp867,55 triliun pada 5 November 2018. Tentu saja, aliran ini membawa dampak pada makin menguatnya rupiah.

Apalagi pemerintah juga memberlakukan pasar valas berjangka Domestic Non-Dekiverable Forward (DNF). Operasional DNF ini mulai efektif pada 1 November 2018 dan kini tercatat 11 bank aktif. "Pemerintah terus mengupayakan kebijakan untuk menstabilkan sektor keuangan," ujar Menkeu Sri Mulyani.

Faktor lain yang juga menjadi variabel penting penguatan rupiah adalah stabilitas ekonomi Indonesia yang masih terjaga. Konsistennya pertumbuhan ekonomi sebesar 5,17% dan terjaganya inflasi di angka 3% membuat pondasi ekonomi kita cukup stabil.

Tapi, harapan itu mungkin tidak bisa bertahan lama. Bank Sentral AS telah mengeluarkan pernyataan untuk meneruskan kebijakan pengetatan yang berakibat pada suku bunga yang tinggi. Artinya dolar menguat kembali.

Bukan hanya soal suku bunga The Fed yang bakal dikeruk terus. Kondisi perang dagang AS-Cina juga menjadi faktor penyebab ketidakstabilan mata uang. Meskipun ada rencana pertemuan Presiden AS dan Presiden Tiongkok, itu belum bisa sepenuhnya menahan gejolak mata uang kita.

Kondisi ini ditambah oleh pengumuman BI mengenai neraca transaksi berjalan. Ada tambahan devisit yang kini menembus 3,37 persen. Sayangnya, angka ini disumbang oleh makin besarnya jumlah impor minyak kita. Bukan impor bahan baku atau mesin, yang bisa berdampak pada meningkatnya ekspor.

Membesarnya nilai impor bahan bakar minyak mau tidak mau membuat pemerintah harus berpikir mengurangi impor BBM di masa depan. Saat ini, pemerintah mulai menjalani kebijakan B20, yaitu melakukan mencampurkan 20% minyak nabati untuk bahan bakar. Kebijakan ini diperkirakan akan mengurangi impor BBM secara signifikan, di samping membantu menjaga kestabilan harga minyak sawit di pasaran dunia.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memprediksi, nilai tukar rupiah akan berada pada kisaran Rp14.400 sampai Rp14.700 per dolar AS sampai 2019. "Lebarnya rentang ini karena faktor ketidakstabilan eksternal yang masih terjadi."

Jika saja kita mengaca pada kondisi ekonomi Indonesia yang relatif stabil dan kemampuan pemerintah untuk mengambil kebijakan yang prudent, sepertinya rupiah akan bergerak ke titik keseimbangan baru. Angkanya seperti yang disampaikan Gubernur BI kemarin.