Indonesia.go.id - Mengalirkan Air Sampai Jauh di Tanah Sumba

Mengalirkan Air Sampai Jauh di Tanah Sumba

  • Administrator
  • Minggu, 28 Februari 2021 | 12:03 WIB
FOOD ESTATE
  Presiden Resmikan Bendungan Napun Gete Di Kabupaten Sikka, Provinsi NTT. SETPRES
Kehadiran lumbung pangan di Sumba Tengah diharapkan bisa membantu ekonomi masyarakat yang tingkat kemiskinannya 34 persen. Tujuh bendungan dibangun di NTT. Tiga sudah selesai.

Hujan deras di tengah sawah membuat urusan protokol menjadi keteteran. Maka tanpa didahului petugas protokol dan pasukan pengawal, Presiden Joko Widodo pun berjalan sendirian menerjang hujan dengan payung di tangan, meniti  pematang sawah yang hanya 60 cm lebarnya. Para pejabat pusat dan daerah tertinggal 50 meter di belakangnya.

Peristiwa langka itu terjadi di Desa Makata Keri, Kabupaten Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (23/2/2021) siang. “Beliau tak sabar menemui para petani di sana dan melihat pompa air yang sudah dipasang,” ujar Protokol Istana Bey Mahmudin tentang aksi unik Presiden Jokowi itu.

Hari itu agenda kunjungan kerja presiden cukup padat. Pukul 06.00 Presiden Jokowi dan rombongan yang terbatas sudah lepas landas terbang, lewat Pangkalan TNI-AU Halim Perdanakusuma, menuju Sumba Barat. Dari Sumba Barat itu perjalanan akan berlanjut ke Maumere, Kabupaten Sikka, Flores, untuk meresmikan Bendungan Napun Gete yang dibangun sejak 2016.

Setibanya di Bandar Udara Tambolaka, Sumba Barat Daya, Presiden Jokowi bergegas menuju Desa Makata Keri, Kecamatan Katiku Tana, Kabupaten Sumba Tengah. Di situ Presiden Jokowi meninjau area persawahan yang menjadi bagian dari area lumbung pangan (food estate) yang luas seluruhnya 5.000 hektare.

Namun sesampainya di lokasi, rombongan disambut hujan lebat. Protokol meminta rombongan presiden menunggu di dalam mobil sampai hujan reda. Namun, Presiden Jokowi tak sabar menunggu dalam mobil. Presiden Jokowi memutuskan turun dari mobil dan dengan payung warna biru tua di tangan langsung meniti pematang menuju ke tengah sawah. Anggota rombongan kontan menyusul di belakang.  

Setelah berbincang dengan sejumlah petani, petugas lapangan, dan memberikan catatan kepada Menteri PUPR Basuki Hadimuljono serta Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Presiden Jokowi meluncur ke lokasi silaturahmi dengan beberapa pejabat daerah dan tokoh masyarakat setempat, dengan mengikuti protokol kesehatan yaitu bermasker dan face shield.

Di depan forum tersebut, Presiden Jokowi mengatakan, lumbung pangan yang dibangun di Sumba Tengah itu sementara ada 5.000 hektare. Sebanyak 3.000 hektare untuk sawah dan 2.000 hektare lainnya untuk tanaman jagung. Ke depan, area lumbung pangan itu akan diperluas menjadi 10.000 hektare, dengan 5.600 hektare untuk sawah dan 4.400 hektare untuk kebun jagung.

Kawasan lumbung pangan itu penting untuk mengembangkan ekonomi masyarakat. Mengapa di Sumba? “Dari data yang saya peroleh, kita harus ngomong terus terang, angka kemiskinan di sini mencapai 34 persen,” ujar Presiden Jokowi.

Kemiskinan itu tentu tidak terlepas dari keterbatasan warga dalam pemanfaatan lahan pertaniannya. Dan selama ini, menurut Presiden Jokowi, dalam setahun petani hanya panen satu kali.

Melalui program food eastate itulah, Presiden Jokowi menjelaskan, pemerintah mencoba meningkatkannya menjadi dua kali panen padi dan sekali palawija jagung atau kedele. “Saya tahu kendalanya soal air. Di seluruh NTT sama, problemnya adalah air,” ujar Presiden Jokowi. “Kuncinya di air.”

Untuk lebih menjamin ketersediaan air di area lumbung pangan itu, pemerintah telah membangun sejumlah embung, saluran air, dan sumur-sumur bor yang menembus reservoir air dalam (akuifer), yang puluhan meter di bawah permukaan tanah. “Saya juga telah memerintahkan Menteri PUPR untuk menjajaki pembangunan bendungan di sini,” Presiden menambahkan.

Secara alamiah NTT adalah wilayah yang lebih kering dibanding daerah lainnya di kawasan tengah atau barat Indonesia. Di sebagian besar Pulau Sumba, misalnya, musim basah hanya berlangsung empat bulan. Bahkan pada periode basah pun, curah hujannya tidak berkelimpahan, karena berkisar 150-200 mm saja, dengan tambahan curah hujan beberapa puluh milimeter pada bulan sebelum dan sesudah periode basah, yang biasanya jatuh antara Desember--Maret.

Merujuk kondisi itu, Presiden Jokowi pun memerintahkan Menteri Syahrul untuk membantu kawasan lumbung pangan itu dalam penyediaan sarana produksi pertanian. Yakni, benih, pupuk, dan obat antihama penyakit.  

Satu hal yang juga ditekankan Presiden Jokowi, adalah soal traktor. Di wilayah dengan air yang terbatas seperti di Pulau Sumba, petani harus berlomba dengan musim. Masa tanam haruslah tepat waktu dan traktor menjadi kebutuhan pokok agar pengolahan tanah lebih cepat.

Sukses lumbung pangan itu tak hanya akan memberikan manfaat bagi petani dan daerah setempat.           "Dengan food estate di Kalteng, Sumut, dan NTT  ini nantinya akan terbangun ketahanan pangan yang baik di negara kita," kata Presiden Jokowi.

Komitmen Presiden Jokowi atas kesejahteraan rakyat NTT itu ditunjukkan lewat tujuh bendungan yang dibangunnya. Tiga telah selesai, yakni di Raknamo, Kupang yang selesai 2018, Bendungan Rate di Belu (Flores) juga sudah rampung, dan Bendungan Napun Gete yang diresmikannya Selasa (23/2/2021) sore di Sikka. Bendungan itu sanggup menampung 11,2 juta m3 air, dan memberikan air irigasi serta air baku untuk PDAM setempat. Sedangkan empat bendungan lainnya akan selesai dalam satu dua tahun ke depan.

“Air itu adalah sumber kemakmuran untuk NTT,” ujar Presiden Jokowi, dalam acara peresmian Bendungan Napun Gate, Kabupaten Sikka. Karenanya Presiden Jokowi meminta agar air yang mahal di NTT itu tak hanya sekadar untuk produksi pertanian, “Limbah pertaniannya harus dimanfaatkan untuk pakan ternak,” begitu ia berpesan.

Presiden berharap, agar budi daya ternak dapat tumbuh seiring dengan budi daya tanaman pangan, seraya memanfaatkan modal sosial dan sumber daya alamiah yang ada di hampir semua pulau di NTT, yakni padang pengembalaan sapi, kerbau atau sapi, dan kambing, serta tradisi masyarakat yang menggemari dunia peternakan.

 

 

 

Penulis: Putut Tri Husodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari