Indonesia.go.id - Tumpuan Pertumbuhan Ekonomi Baru

Tumpuan Pertumbuhan Ekonomi Baru

  • Administrator
  • Minggu, 18 November 2018 | 09:08 WIB
INDUSTRI KREATIF
  Kepala Badan Ekonomi Kreatif, Triawan Munaf. Sumber foto: Istimewa

Ekonomi kreatif tidak boleh eksklusif dan harus membuka peluang untuk seluruh orang.

Ekonomi kreatif kini mulai dilirik dan diharapkan bisa memberikan kontribusinya bagi ekonomi suatu bangsa, termasuk Indonesia. Benar, ekonomi kreatif kini ibaratnya bongkahan emas yang masih belum disentuh secara maksimal.

Padahal, perlahan tapi pasti, emas bongkahan itu kini mulai disentuh oleh tangan-tangan dingin. Sehingga menjadi emas dengan nilai yang tinggi. Tidak hanya Indonesia, dunia pun mulai menggarap potensi industri kreatif itu.

Satu laporan yang diinisiasi International Confederation of Author and Composers Societies (Cisac) dan UNESCO serta diformulasikan oleh Ernst & Young menyebutkan, dari 11 sektor budaya--yang masuk sebagai bagian dari industri kreatif--telah memberikan kontribusi hingga US$2.250 miliar bagi ekonomi dunia atau setara dengan 3% PDB dunia.

Mengutip data yang sama, Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf menambahkan, industri itu sangat besar kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja. “Industri ini menyerap tenaga kerja hingga 1% dari populasi dunia. Artinya, Indonesia ingin memberikan pesan kepada dunia bahwa ekonomi kreatif berpotensi menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi negara,” ujarnya, dalam forum World Conference on Creative Economy (WCCE) 2018, Selasa, (6/11/2018).

WCCE merupakan konferensi berskala dunia berkaitan ekonomi kreatif. Acara yang digelar di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), pada 6--8 November 2018, itu mengusung tema “Inclusively Creative”.

Ada lima isu utama yang dibahas di sana, yakni kohesi sosial, regulasi, pemasaran, ekosistem, dan pembiayaan industri kreatif. Kegiatan tersebut diikuti perwakilan 30 negara dan 1.500 peserta. WCCE juga merumuskan Deklarasi Bali yang bakal diusulkan ke Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), tahun depan.

 

Keunggulan Kreativitas SDM

Bagi Indonesia, negara ini memiliki aset dan potensi yang luar biasa di industri kreatif. Berbeda dengan sektor lain, yang sangat tergantung pada eksploitasi sumber daya alam, kekuatan ekonomi kreatif lebih bertumpu kepada keunggulan sumber daya manusia, antara lain, berupa karya seni, arsitektur, inovasi teknologi, animasi, yang semuanya berasal dari ide-ide kreatif pemikiran manusia.

Berdasarkan kenyakinan adanya potensi kekuatan itulah, Pemerintah Joko Widodo dan Jusuf Kalla akhirnya kemudian mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6/2015 tentang pembentukan Badan Ekonomi Kreatif, sebuah lembaga nonkementerian, pada 20 Januari 2015.

“Ekonomi kreatif kelak menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia,” kata Presiden Joko Widodo optimistis, berkaitan dengan pembentukan badan nonkementerian tersebut.

Kembali pada hasil laporan Cisac dan UNESCO, industri kreatif sebagai buah dari ide-ide pemikiran, kedua lembaga itu telah melakukan studi analisa terhadap 11 produk kreatif yang dinilai kontribusinya besar terhadap PDB dunia.

Dari 11 industri kreatif itu, kerja kreatif berbasis televisi yang terbesar memberikan pendapatan, yakni US$477 miliar. Berikutnya adalah karya seni berbentuk visual (US$391 miliar), serta koran dan majalah (US$354 miliar). 

Setelah tiga besar produk kreatif itu, menyusul kemudian karya kreatif berupa periklanan (advertising) (US$285 miliar), arsitektur (US$222 miliar), buku (US$143 miliar), pentas seni (US$127 miliar), gaming (US$99 miliar), film (US$77 miliar), musik (US$65 miliar), dan radio (US$46 miliar).

Bagaimana dengan dampaknya terhadap penyerapan tenaga kerja? Hasil studi itu juga menjelaskan, industri kreatif berkontribusi terhadap 29,5 juta lapangan kerja, atau mencapai 1% dari total populasi aktif di dunia.

Ada tiga sektor yang memberikan sumbangan terhadap penyerapan tenaga kerja itu, masing-masing karya seni visual yang mampu menyerap tenaga kerja mencapai 6,73 juta orang, produk kreatif buku (3,67 juta orang), dan musik (3,98 juta orang).

Pendapat itu mendapatkan pembenaran dari Presiden China Film Group Corporation China Film Group Corporation--BUMN China yang bergerak menggarap bisnis berbasis budaya--Le Kexi Eng, yang ikut sebagai salah satu pembicara di forum WCCE.

Menurut dia, BUMN ini cukup serius menggarap potensi bisnis berbasis budaya termasuk melalui media film. Sebagai gambaran, pelaku bioskop di negara itu berhasil meraup keuntungan selama 2018 (hingga akhir Oktober 2018) dari produksi film berkategori box office sebesar US$7,9 miliar, naik 10% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Bahkan, dia juga menjelaskan, produk film kategori box office itu telah ditonton hingga 1.486 miliar orang, naik 7% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada 2017, film box office China bisa mencetak laba hingga US$8,5 miliar .

Memang, Eng mengakui, masih ada selisih sekitar US$2 miliar dengan yang diperoleh pasar Amerika Utara. “Namun, kami yakin, dalam 2-3 tahun ke depan bisa melampaui pasar Amerika itu,” tegasnya.

Selain aspek komersial, dia juga menjelaskan, medium film sangat penting sebagai bagian untuk memperkenalkan budaya. Artinya, ada pertukaran budaya yang disampaikan melalui sebuah produk film.

Dalam konteks Indonesia, seperti disampaikan Kepala Bekraf Triawan Munaf, sektor ekonomi kreatif terus menunjukkan tren yang positif, sejalan dengan perkembangan dunia. Menurutnya, ekonomi kreatif nasional terus tumbuh dengan kontribusi lebih dari 7,4% terhadap PDB. Sebanyak 17 juta orang bekerja di sektor ekonomi kreatif atau 14% dari total pekerja dan didominasi oleh perempuan, yakni 54%.

Khusus tahun ini, Triawan cukup optimistis sumbangan dari sektor ekonomi kreatif bisa mencapai Rp1.105 triliun. Angka ini meningkat dibanding capaian tahun lalu, sebesar Rp1.009 triliun. "Di 2018, PDB ekonomi kreatif diramalkan melampaui Rp1.105 triliun," ujar Triawan.

Bahkan, dia menambahkan, sumbangan ekonomi kreatif ke produk domestik bruto (PDB) tumbuh melebihi rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional di level 5%. Kontribusi ekonomi kreatif ke PDB tumbuh di level 7%.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menilai pentingnya kolaborasi antarpelaku di seluruh dunia. Khususnya, sambung dia, di sektor ekonomi kreatif.

Oleh karena itu, tema “Inclusively Creative” dinilai sangat tepat, ekonomi kreatif tidak boleh eksklusif dan harus membuka peluang untuk seluruh orang. “Indonesia kaya warisan budaya yang memudahkan peningkatan industri kreatif, seperti fesyen, kuliner, seni, kerajinan, dan hiburan. Hal tersebut menjadi penggerak ekonomi Indonesia, sehingga mampu menghadapi krisis ekonomi,” papar Retno.

Menurut Retno, 700 etnis yang terbentang dari Sabang sampai Merauke merupakan modal utama dalam pengembangan ekonomi kreatif. Oleh karena itu, dia berkeyakinan, Indonesia bisa menjadi negara dengan ekonomi kreatif terbesar di Asia Tenggara.

Tentu harapan Menlu Retno Marsudi itu bukanlah mimpi di siang bolong. Argumen itu berdasarkan fakta-fakta bahwa industri kreatif kini terlihat bangkit, terutama dari anak-muda usia 19-35 tahun.