Indonesia.go.id - Sungai Rapi Dulu, Laut Bersih Kemudian

Sungai Rapi Dulu, Laut Bersih Kemudian

  • Administrator
  • Sabtu, 24 November 2018 | 07:57 WIB
PERAIRAN BERSIH
  Sumber foto: Antara Foto

Sekitar 80% sampah plastik di laut berasal dari limbah domestik yang dibuang ke sungai. Percepatan pengendalian kerusakan Citarum jadi model program sungai rapi untuk laut bersih.

Kisah seekor ikan Paus Sperma yang terdampar dan mati di Pulau Kapota, bagian dari Wakatobi, Sulawesi Tenggara,  memviral berhari-hari di media sosial dalam dan luar negeri. Paus jantan sepanjang 9,5 meter itu  ditemukan nelayan setempat Minggu (18/11/2018) pagi.

Yang mengejutkan, ketika  aparat Taman Nasional Wakatabo dan petugas dari Dinas Kelautan setempat melakukan pembedahan,  dalam perut Paus itu ditemukan 5,9 kg sampah plastik.
Dalam sekejap foto Paus malang itu beredar, termasuk gambar-gambar sampah plastik di dalam perutnya, yang terdiri dari 115 buah gelas plastik, 4 botol plastik, 25 potong kantung plastik, dua sandal jebit, tali rafia, dan potongan plastik lainnya.

Kabar ini kian memprihatinkan karena ini merupakan kasus kedua sepanjang 2018, di perairan Sulawesi Tenggara. Kematian paus dengan sampah  plastik di perutnya itu tentu tak menguntungkan untuk Wakatobi yang kondang di dunia wisata  karena taman lautnya yang elok.

Kasus paus menjadi korban sampah plastik, juga ditemukan di tempat lain. Pada akhir Mei lalu, di Thailand Selatan, juga ditemukan seekor Paus Beluga remaja, sepanjang 5 meter, yang  ditemukan terdampar dalam kondisi sakit parah dan kemudian mati. Dalam perutnya ditemukan 7 kg sampah plastik.

Rentetan kematian paus itu seperti menohok reputasi Indonesia dan Thailand. Apalagi, dalam laporan Ocean Conservancy 2015 disebutkan bahwa Tiongkok, Vietnam, Thailand, Filipina, dan Indonesia adalah biang pencemaran di laut dengan menyumbang 60 persen sampah plastik secara global.

Dari waktu ke waktu, sampah plastik ini terus tumbuh menjadi ancaman serius bagi ekosistem laut. Tak mau hanya berpangku tangan, Indonesia mengambil inisiatif untuk mengurangi cemaran laut dengan pengendalian sungai.

Di Indonesia sungai adalah pemasok sampah ke laut, baik sampah rumah tangga maupun sampah industri. Ketika arus sungai beranjak deras di musim hujan, 80 persen sampah sungai hanyut ke laut.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya telah memetakan adanya 18 sungai di Indonesia yang menyumbang sampah dalam jumlah besar ke laut. Maka, dia juga telah mencanangkan program sungai bersih di situ, bekerja sama dengan pemerintah provinsi serta kabupaten kota.

Tentu, tak bisa serta-merta beres. Karena, harus menyertakan para pemangku kepentingan, utamanya warga masyarakat di sekitar sungai.

Presiden Joko Widodo tampak geregetan melihat  kondisi Kali Citarum yang dari hulu ke muara, sepanjang 270 km,  tercemar berat. Bahkan, para aktivis lingkungan sungai pun tak ragu menyebut Kali terpanjang di Jawa Barat itu sebagai satu dari 10 sungai paling kotor di dunia sejak sepuluh tahun silam.

Walhasil, terbitlah Peraturan Presiden (Perpres) No. 15  Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum),14 Maret lalu.

Tak main-main. Sebanyak 14 menteri, Jaksa Agung, Panglima TNI, dan Kapolri dikerahkan. Mereka diminta menyiapkan mulai rencana tata ruang, rencana kerja,  payung hukum, tindakan hukum, bantuan teknis, hingga pembiayaannya.

Gubernur Jawa Barat menjadi Komandan Satgasnya, dibantu Panglima Kodam Siliwangi sebagai Wakil  Komandan (Wadan) Satgas bidang Penataan Ekosistem I (hulu), Pangdam Jaya sebagai Wadan Satgas Ekosistem II (hilir). Kapolda dan Kepala Kejaksaan Jawa Barat menangani urusan hukum dan penindakannya.

Citarum dalam situasi darurat. Setiap hari ribuan ton sampah rumah tangga tumpah ke badan sungai, sebagian berupa beragam bentuk dan ukuran plastik serta styrofoam.

Sebanyak 1.900 industri beroperasi di tepian sungai di sekitar Bandung dan 90 persen di antaranya tak memiliki intalasi pengolahan air limbah.

Padahal, limbah cair yang ditumpahkan ke sungai hampir 350 ribu ton. Di bagian hulu DAS (daerah aliran sungai) Citarum, 80.000 hektar lahan masuk katagori kritis.

Sementara rencana induk sedang dimatangkan dan anggaran disiapkan, Kodam Siliwangi  telah bergerak. Sejumlah prajurit Korem 062 Tarumanegara Garut beraksi di titik nol Citarum,  di Situ Cisanti, telaga elok di Desa Cibereum Kabupaten Bandung, di ketinggian 1.500 meter dari permukaan laut.

Para prajurit itu membebaskan telaga dari berbagai material pencemar. Tak jauh dari sana, ada unit  lainnya yang membantu petani membuat terasering untuk mencegah erosi dan longsor.

Lantas, pada sebidang tanah kritis berlereng,  prajurit lainnya menanam pohon-pohon pelindung tanah. Menyusur ke hilir, ke pinggiran kota Bandung,  satu unit prajurit dan mitra  sipilnya membantu sejumlah pekerja mengangkat sampah dari muara sebuah anak sungai sebelum limbah kota itu masuk ke badan Citarun.

Sedangkan lebih ke hilir, satu tim gabungan memeriksa moncong-moncong pipa saluran limbah pabrik, untuk memastikan bahwa limbah cair itu tidak melampaui ambang batas baku mutu yang telah ditetapkan.

Toh, apa yang dilakukan para petugas itu masih jauh dari skala yang seharusnya. Mereka belum bisa merelokasi bangunan di bantaran sungai. Pembersihan sampah belum masif karena ketiadaan alat-alat berat.

Kondisi sanitasi warga tepian sungai umumnya juga belum cukup baik untuk menunjang segi kebersihan sungai. Ditambah lagi, belum ada solusi jangka panjang untuk limbah industri, genangan banjir, lahan kritis, normalisasi sungai, konektivitas penanganan sampah, dan seterusnya.

Meski belum mulai tindakan besar, Presiden Jokowi yakin, dalam tujuh tahun ke depan Citarum akan lebih bersih, rapi. Bila upaya percepatan pengendalian pencemaran dan kerusakan sungai itu berhasil, manfaat yang bisa dipetik adalah melimpahnya sumber daya air yang sehat untuk masyarakat.

Kondisi bendungan Saguling, Cirata, dan Jatiluhur pun akan lebih aman, awet, dan produktif. Ditambah lagi, kiriman sampah ke laut akan jauh berkurang.

Bila proyek Kali Citarum berhasil, itu juga akan menjadi model bagi penanganan sungai-sungai lainnya di Indonesia. Yang mana saat ini, 75 persen dari mereka sudah rusak dan tercemar.

Proyek yang sungai yang dikerjakan secara lintas sektoral ini bukan saja bisa membuat sungai-sungai itu bersih, tapi juga rapi. Pada gilirannya, sampah yang hanyut akan jauh berkurang dan laut pun lebih bersih.

Sehingga bisa diharapkan, tak perlu ada lago cerita ikan paus mati karena menelan sampah plastik. (P-1)