Indonesia.go.id - Jalur Non-PNS Menuju ASN

Jalur Non-PNS Menuju ASN

  • Administrator
  • Rabu, 5 Desember 2018 | 12:44 WIB
PP MANAJEMEN PPPK
  Sumber foto: Antara Foto

Presiden menerbitkan PP yang mengatur  pegawai honorer menjadi ASN lewat jalur Perjanjian Kerja (PPPK).  Tak ada lagi jalan mudah jadi PNS.

Karena  ada kesenjangan antara kebutuhan dan ketersedian tenaga, munculah pegawai honorer. Mereka adalah tenaga sukarela, berstatus pegawai tidak tetap, dengan imbalan ala kadarnya yang biasa disebut  honor. Kehadirannya sudah puluhan tahun di banyak instansi pemerintah. Jumlah mereka saat ini sudah melampaui satu juta, sebagian besar guru. Sekitar 87% pegawai honorer bekerja di daerah.

Tentu, tak mudah mengangkat mereka  semua menjadi PNS. Belanja pegawai kini sudah terlalu tinggi. Belum lagi, tidak semua mereka punya jenjang dan jenis pendidilkan yang sesuai. Sudah menjadi rahasia umum pula, sebagian mereka masuk sebagai tenaga wiyatabakti, begitu istilah lain dari honorer, karena  koneksi atau jalur berbayar. Sebagian besar  mereka diangkat oleh pejabat daerah atau kepala sekolah.

Dari tes calon PNS bulan lalu, hanya sebagian kecil saja pegawai honorer yang lolos jadi CPNS. Masih banyak yang akan menyandang pegawai honorer. Kondisi ini tentu tak boleh dibiarkan berlarut-larut karena sebagian besar mereka menerima imbalan yang tidak  pantas dan bekerja tanpa proteksi hukum. Di depan kondisi inilah Peraturan Pemerintah (PP) nomor 49 tahun 2018 diteken oleh Presiden Joko Widodo pekan lalu.

PP 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) itu merupakan peraturan pelaksanaan UU 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Selain memberi jalan bagi tenaga honorer menjadi ASN (Aparatur Sipil Negara), PP ini juga membukakan pintu bagi orang-orang swasta untuk menjadi pejabat level tertentu di pemerintahan tanpa persyaratan usia yang ketat. Yang diutamakan adalah kepemimpinan dan kompetensi.

Menurut UU 5/2014, ASN terdiri dari PNS dan PPPK. Pegawai BUMN dan BUMD tidak lagi termasuk PNS, begitu halnya dengan anggota TNI/Polri. UU tentang ASN itu juga menjamin adanya kesetaraan antara PNS dan PPPK di level yang sama. Jika sama-sama Golongan 3A dengan masa kerja 1 tahun misalnya, menerima gaji pokok sekitar Rp2,5 juta ditambah tunjangan-tunjangan.

Namun berbeda dari PNS, PPPK itu dievaluasi setiap tahun. Jika kinerjanya baik dan tenaganya diperlukan, perjanjian kerja itu diperpanjang. Hal itulah yang mengundang keberatan dari para pegawai honorer, khususnya di kelompok guru honorer. Perlakuan tersebut dianggap tidak adil.

Maklum, mereka tahu betul bahwa para seniornya pernah mendapatkan kemudahan menjadi PNS. Antara 2006 -2012 pemerintah mengangkat lebih dari 860.000 ribu guru honorer menjadi PNS, dari 920 ribu orang yang menjalami validasi dan verifikasi. Tanpa tes kompetensi. Tahun 2013 dilakukan tes CPNS untuk guru honorer, dan 210 ribu dinyatakan lulus.

Dengan begitu antara 2006-2014 sekitar 1.070.000 PNS diangkat dari pegawai honorer. Jumlah ini mencakup 24% dari seluruh PNS saat itu. Kemudahan seperti itu memang tidak diberikan oleh PP 49/2018 itu. Bahkan, untuk menjadi PPPK pun pegawai honorer harus menjalani seleksi yang berbasis  merit untuk menjamin kompetensinya. Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko menegaskan, prasyarat itu tidak perlu dipersoalkan. ‘’Seleksi di TNI-Polri juga begitu,’’ katanya.

PP 49/2018 itu tak mustahil memantik kehebohan baru. Namun, Presiden Joko Widodo tak ragu akan keputusannya, bahkan ingin proses seleksi PPPK itu pun bukan hanya menjadi basa-basi. ‘’Rekrutmen PPPK harus berjalan baik, profesional dan berkualitas,’’ ujarnya. Presiden Jokowi pun berharap, skema PPPK itu bisa diterima semua kalangan sebagai instrumen kebijakan untuk menyelesaikan tenaga honorer.

Dengan lebih dari sejuta tenaga honorer yang ada saat ini, pemerintah sepertinya sudah cukup puyeng. Agar kerumitan tak menjadi-jadi, Presiden Jokowi memerintahkan supaya seluruh instansi baik di daerah  maupun pusat tidak lagi merekrut tenaga honorer. Tidak ada lagi pejabat daerah atau kepala sekolah mengangkat pegawai honorer.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy tentu harus beradaptasi dengan skema Presiden Jokowi ini. Muhadjir yang harus mengelola sekitar 730 ribu guru honorer yang tak henti-henti berharap diangkat menjadi PNS. Tahun 2018 ini ada jatah pengangkatan 100 ribu guru PNS, namun tak seluruhnya dari guru honorer karena ditentukan hasil CPNS. Sementara itu, belum ketahuan berapa jatah PPPK yang bisa diraihnya dalam waktu dekat ini. (P-1)