Indonesia.go.id - Wujudkan Nawacita dengan Menggenjot Infrastruktur Pertanian

Wujudkan Nawacita dengan Menggenjot Infrastruktur Pertanian

  • Administrator
  • Senin, 24 Desember 2018 | 06:34 WIB
SWASEMBADA PANGAN
  Presiden Jokowi ninjau pembangunan bendungan. Sumber foto: Dok Kementerian PUPR

Kedaulatan pangan dan kesejahteraan pangan merupakan cita-cita yang ingin diwujudkan Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla melalui visinya yang tertuang dalam Nawacita.

Melalui pembangunan sektor pertanian diyakini bisa memberikan kontribusi yang besar dalam pembangunan Indonesia dan juga percepatan perekonomiannya. Bentuknya adalah menciptakan kemandirian ekonomi. Dan, swasembada pangan merupakan turunan dari kemandirian tersebut.

Komitmen untuk memajukan sektor pertanian, salah satunya adalah mengejar swasembada pangan, tentu akan menjadi program yang di awang-awang bila tidak diikuti pembenahan di bidang infrastruktur irigasi, alat dan mesin pertanian, serta sarana produksi lainnya.

Infrastruktur pertanian, misalnya, memiliki peranan vital dalam mensukseskan pembangunan pertanian. Ketersediaan infrastruktur dalam jumlah yang cukup dan kondisi yang optimal akan memudahkan petani untuk mendapat hasil yang maksimal dari lahan pertaniannya.

Melalui infrastruktur pertanian yang handal, petani akan lebih mudah dalam hal proses budidaya, akses sarana produksi, hingga pemasaran hasil pertaniannya. Artinya, bila itu semua terpenuhi, tentu tidak ada petani yang kurang sejahtera lagi dan nantinya akan mendorong pembangunan perekonomian negara secara menyeluruh.

Tak dipungkiri, infrastruktur pertanian masih menjadi kendala dan penyebab ketertinggalan pertanian Indonesia sampai sekarang. Hal terebut dapat dilihat dari sejumlah infrastruktur pertanian yang kurang memadai dalam mendukung peningkatan hasil pertanian, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

Dalam hal distribusi infrastruktur pertanian juga masih mengalami kendala.  Kendala itu dapat dilihat banyak daerah pedesaan yang masih belum terjamah oleh pembangunan infrastruktur pertanian. Padahal tidak sedikit potensi yang dimiliki Indonesia dari segi pertaniannya yang masih belum dimanfaatkan secara optimal.

Di sisi lain, banyak petani mengeluhkan tentang infrastruktur pertanian yang ada. Bahkan, mereka didorong untuk dapat memproduksi hasil yang tinggi namun infrastruktur yang disediakan masih kurang memadai.

Pemerintah di era Joko Widodo-Jusuf Kalla sangat menyadari realitas di sektor pertanian tersebut. Wajar saja karena sektor ini menjadi salah satu sektor yang berupaya untuk diperbaiki infrastruktur dan sarana produksi pertaniannya sebagai wujud Nawacita tersebut.

Sebagai gambaran, luas lahan di Indonesia disebut mencapai 8,18 juta hektar. Dari total itu, sebanyak 4,78 hektar merupakan lahan sawah irigasi dan 3,4 juta hektar berupa sawah non irigasi.

Laporan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) per Oktober 2018 menyebutkan lahan sawah itu kini tinggal menyisakan 7,1 juta hektare. Terjadinya alih fungsi lahan menjadi perumahan atau pembangunan infrastruktur menjadi pemicu berkurangnya lahan sawah tersebut.

Menurut laporan Kementerian Pertanian, luas area cetak sawah baru selama selama periode 2014-2018 mencapai 215.811 hektare. Kendala keterbatasan anggaran pun jadi sebab melambatnya pembukaan area sawah baru.

Dan, strategi baru pun dicanangkan, yakni melalui optimalisasi lahan rawa yang dimulai sejak 2016. Hingga kuartal III 2018, optimalisasi lahan rawa sebagai sawah penghasil padi kini sudah mencapai 23.928 hektare.

Begitu juga kebutuhan bahan baku air untuk mengairi sawah-sawah sehingga menjadi lebih produktif. Pemerintah pun mengenjot pembangunan 65 bendungan yang terdiri dari 16 bendungan lanjutan dan 49 bendungan baru. Tidak tanggung-tanggung, investasi pembangunan infrastruktur yang dikucurkan mencapai Rp3,85 triliun.

 

Bendungan Passelloreng

Bentuk kepedulian pemerintah terhadap infrastruktur pertanian adalah ketika Presiden Joko Widodo meninjau pembangunan Bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan pada Selasa (3/7/2018). Presiden ketika itu sempat melihat langsung proses pengerukan tanah dan masuk ke dalam bilik utama bendungan yang masih dalam tahap pengerjaan.

Khusus bendungan itu, Jokowi menyebutkan nantinya bendungan ini akan mampu mengairi 7.000 hektare sawah. “Selain Passeloreng, sebanyak delapan bendungan tuntas tahun ini antara lain Bendungan Rotiklot di NTT, Tanjungmila di Sumbawa NTB, dan Gondang di Karang Anyar," kata Jokowi.

Selain Bendungan Passelloreng, beberapa antara lain di Nusa Tenggara Barat seperti Bendungan Tanju, Bendungan Mila, Bendungan Bintang Bano, Bendungan Gandong dan Logung di Jawa Tengah, Bendungan Sei Gong Kepulauan Riau, dan Bendungan Sindang Heula, Banten.

Bendungan Rotiklot yang terletak di Desa Fatuketi, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu misalnya, memiliki kapasitas tampung air 3,3 juta m3. Bendungan ini baru saja diresmikan minggu kedua Desember 2018.

Selain bermanfaat memasok irigasi sawah seluas 149 hektare, bendungan ini juga berfungsi bahan baku air bagi masyarakat, pengendalian banjir dan pariwisata.

Begitu juga dengan Bendungan Logung di Kabupaten Kudus yang memiliki kapasitas tampung air 20,15 juta m3 dan mampu mengairi lahan irigasi 2.281 hektare. Di NTB juga ada Bendungan Tanju yang mampu mengairi air irigasi sebanyak 2.200 hektare. Kapasitas daya tampung bendungan itu 18,27 juta m3.

Strategi lain untuk mengejar swasembada beras adalah dengan mengaktifkan lagi sebanyak 3,97 juta hektar lahan tidur yang didukung embung saluran irigasi seluruh Indonesia. Dana pun sudah disediakan sebanyak Rp22 triliun.

Reaktivasi lahan tidur karena lahan itu masuk areal sawah tadah hujan yang hanya mampu memproduksi padi pada musim hujan saja. Oleh karena itu, perlu dibangun embung untuk membantu pengairan sawah di musim kering sehingga sawah mampu tetap berproduksi.

Bagaimana dengan saluran irigasi? Harus diakui, sebagian besar saluran irigasi masuk katagori rusak. Memang pembangunan irigasi di daerah sebenarnya  terlambat, tapi tetap harus dilakukan pembenahan.

Kebutuhan air menjadi sangat krusial bagi dunia pertanian. Keadaan topografi Indonesia yang mempunyai dataran tidak rata dan berbagai jenis tanah menjadi kendala tersendiri dalam proses manajemen air.

Pengelolaan irigasi memang menjadi kunci pertumbuhan produksi hasil pertanian, namun harus dilaksanakan secara terpadu mulai dari jaringan irigasi tingkat primer, sekunder, sampai dengan tersier.

Pembangunan infrastruktur pertanian harus secara berkesinambungan dan holistik. Infrastruktur pertanian tidak hanya masalah irigasi, juga harus menyangkut optimalisasi lahan, alat mesin pertanian, sampai dengan teknologi informatika.

Lahan yang mempunyai potensi harus dimanfaatkan semaksimal mungkin dengan alat mesin pertanian yang memadai untuk meningkatkan hasil produksi. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi juga harus bisa dimanfaatkan untuk mengelola produk pertanian secara langsung sehingga mengurangi peran tengkulak yang merugikan dan permainan harga.

Pentingnya peranan infrastruktur pertanian dalam pembangunan pertanian Indonesia menegaskan bagaimana pentingnya perbaikan dan pengadaan infrastruktur tersebut. Pemerintah dapat fokus menciptakan sarana infrastruktur pertanian dan juga pemberian stimulus petani agar petani lebih mudah dalam kegiatan usaha taninya, dari mulai mendapat benih sampai dengan pemasaran produk pertaniannya.

Dengan demikian, pembenahan infrastruktur pertanian yang terus dan berkelanjutan diharapkan bisa mendukung mewujudkan kemandirian pangan untuk mencapai target swasembada pangan nasional. (F1)