Manggis adalah sang ratu dan durian itu rajanya. Durian pembawa aura panas, sedangkan manggis dingin. Begitulah mitos yang sering mewarnai pembicaraan pedagang buah-buahan tropis. Apa pun mitosnya, nyatanya sang raja dan ratu buah itu kini berperan menjadi lokomotif ekspor hortikultura (buah dan syuran) Indonesia ke pasar internasional.
Manggis Indonesia semakin digemari di Malaysia, Singapura, Hong Kong, Tiongkok, Australia, India, bahkan negara-negara Eropa. Ada kenaikan ekspor lebih dari 400% manggis Indonesia pada 2018, dibanding 2017. Bahkan, untuk duren kenaikannya di atas 700%. Meski tidak seluas manggis, pasar durian Indonesia cukup menjanjikan untuk kawasan Asia Tenggara, India, dan Pakistan.
Secara keseluruhan, kinerja ekspor buah, sayuran dan bunga-bungaan Indonesia pada 2018 cukup menggembirakan dengan kenaikan 12%, dengan nilai Rp5 triliun lebih. Ekspor sayuran naik 4,8%, bunga 7%, dan buah-buahan 26,3%. Catatan di Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) menunjukkan, tujuan ekspor adalah 113 negara.
Untuk manggis volume ekspor 2018 bisa menembus angka 60.000 ribu ton. Manggis asal Sumatra, Jawa, Bali, Sulawesi, sama manisnya. Sekitar 30% produksi nasional terserap di pasar ekspor. Jangan heran bila harga ‘Ratu Buah’ ini di pasar lokal Bali, misalnya, bisa mencapai Rp25--30 ribu. Padahal, tiga empat tahun lalu masih Rp10 ribu per kg.
Dari sisi volume, ekspor duren memang belum besar, baru 1.084 ton di 2018. Tapi, selain lonjakan ekspornya yang kuat, ada kecenderungan bahwa kegandrungan masyarakat Indonesia pada durian impor, dari Malaysia atau Thailand, mulai surut. Impor duren 2018 hanya 351 ton, tidak sampai 50% dari impor 2017. Dengan begitu, di tahun 2018 ada surplus duren 733 ton.
Nanas, pisang, buah rambutan, dan salak juga menunjukkan lonjakan ekspor yang menggembirakan. Segarnya buah tropis Nusantara itu kini makin mendunia. Meski tak spektakuler seperti manggis dan duren, mangga dan jeruk pun masih memancangkan harapan sebagai komoditas ekspor.
Begitu halnya dengan buncis, selada, bawang merah, kubis, wortel, bawang merah, kacang panjang, brokolli, asparagus, bayam, ubi manis, pete, serta bunga dan tanaman hias mulai dari anggrek, Sain Polia, aglonema, Tilansia, hingga Caloncoe. Bunga dan sayuran Indonesia itu kini mampu menembus pasar Eropa.
Lonjakan ekspor ini tentu tidak terjadi begitu saja. Dalam beberapa kesempatan, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menekankan bahwa perbaikan kinerja ekspor hortikultura itu karena adanya perbaikan di berbagai lini. Salah satu yang sering disebut-sebut Andi Amran adalah perbaikan pada pelayanan birokrasi.
Ijin ekspor dipangkas. Sebanyak 291 peraturan yang dianggap menghambat bisnis hortikultura pun dicabut. Bahkan belakangan, proses perijinan itu dilakukan secara online. Tak ada lagi tatap muka dalam proses perijinan--hal yang rawan mendatangkan pungutan tidak resmi. “Dulu ijin ekspor itu perlu 13 hari, sekarang dalam waktu tiga jam bisa selesai,” tutur Amran. Urusan di pintu karantina pelabuhan juga dibikin mudah, dan beberapa pengusaha mengatakan ‘tak ada pungutan’.’
Pemerintah RI melalui Kementerian Pertanian, juga tidak henti-hentinya melakukan pendekatan ke berbagai negara untuk menerapkan standar ekspor-impor yang fair, terutama dalam hal penerapan persyaratan kebersihan, kesehatan, dan kualitas secara umum.
Tentu, segala kemudahan itu tak banyak gunanya bila dari lini produksi tidak siap. Kini petani buah dan sayur tidak sulit mencari benih atau bibit unggul. Bibit duren, mangga, manggis, sirsak, pisang, atau buah lainnya, tersedia di banyak tempat dengan harga terjangkau. Bibit unggul itu membuat pohon cepat berbuah, dengan kualitas yang tinggi dan seragam.
Selain penyediaan bibit, benih, dan sarana produksi lainnya, melalui Direktorat Jenderal Hortikutura, Kementerian Pertanian juga melakukan pembinaan pada petani dan pengusaha. Mereka didorong melaksanakan budi daya dengan standar yang baik, agar produksinya berkualitas, bebas hama, dan penyakit.
Sertifikasi produk diberikan bagi kelompok tani atau pengusaha yang telah melaksanakan budi daya secara baik dan benar. Dengan begitu, tidak ada lagi alasan bahwa urusan karantina untuk ekspor harus dilakukan secara bertele-tele.
Kegairahan ekspor yang telah berlangsung beberapa tahun terakhir ini pada gilirannya mengundang investasi. Secara umum, Amran menyebutkan, di tahun 2013, investasi di sektor pertanian mencapai Rp29,3 triliun. Selanjutnya tahun 2014 naik menjadi Rp45 triliun. ‘’Nilai investasi pada 2017 Rp45,9 triliun. Total investasi 2013 sampai 2018 mencapai Rp270 triliun," kata Andi Amran.
Dari keseluruhan investasi itu sebagian tentu ditanamkan ke hortikultura. Sejumlah perusahaan kini tumbuh di berbagai daerah untuk memproduksi buah, sayuran, atau bunga dan tanaman hias. Salah satunya adalah PT Alamanda yang berbasis di Bandung. Perusahaan ini mampu mengekspor 42 jenis sayuran, buah, bunga, dan tanaman hias sebanyak 10 ribu ton per tahun ke 12 negara.
Siapa mau menyusul? (P-1)