Tampaknya Indonesia mulai sadar untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS. Salah satu caranya adalah dengan menjalin kerja sama negara-negara mitra dagang untuk menggunakan mata uang lokal dalam transaksi.
Pemerintah Indonesia sudah menjalin kerja sama dengan Thailand dan Malaysia untuk menetapkan standar mata uang masing-masing dalam melakukan transaksi. Jadi tidak perlu konversi ke mata uang dolar AS.
Tujuan kerja sama ini sebenarnya untuk meningkatkan penggunaan Rupiah, Baht dan ringgit secara lebih luas.
Saat ini memang lebih dari 90 komposisi ekspor kita menggunakan dolar AS. Sementara itu, komposisi impor hanya 78 persen saja yang menggunakan patokan dolar AS. Dengan local currency sattlement ini akan ada diversifiksasi mata uang untuk ekspor dan impor.
Sebetulnya kedua negara sangat diuntungkan dengan mekanisme penggunaan mata uang lokal. Pertama, jika komposisinya membesar, negara-negara tersebut tidak lagi memiliki ketergantungan pada fluktuasi dolar AS. Pasar uang dunia menjadi lebih seimbang.
Secara net, kerja sama seperti ini akan memberikan stabilitas sistem keuangan. Sebetulnya ide untuk menggunakan mata uang alternatif dalam bertransaksi antarnegara sudah cukup lama disuarakan. Misalnya, dengan Tiongkok. Indonesia bisa menggunakan patokan remimbi Cina dalam penghitungan transaksi luar negerinya. Apalagi Tiongkok sebagai mitra dagang terbesar bagi Indonesia.
Berdasarkan data statslistik nilai impor nonmigas dari Tiongkok mencapai 74 persen dari total perdagangan selama semester awal 2018. Untuk menjaga nilai tukar, tampaknya pemerintah perlu mendorong para pengimpor untuk membayarkan menggunakan mata uang remimbi.
Keuntungan lain yang bisa dipetik, depresiasi rupiah terhadap yuan remimbi relatif lebih kecil ketimbang terhadap dolar AS. Artinya, kita bisa lebih mengatur perencanaan keuangan dan memangkas ketidakpastian.
Sejak Januari 2018, nilai rupiah terdepresiasi terhadap yuan 5,47%. Jumlah tersebut lebih kecil dibandingkan depresiasi rupiah terhadap dolar AS, yang sebesar 10,79%. Apalagi mitra dagang Indonesia lainnya seperti Jepang, Singapura atau Thailand memiliki porsi dagang yang signifikan dengan Tiongkok. Artinya tidak menutup kemungkinan negara-negara tersebut juga mau beralih menggunakan Yuan dalam perdagangan dengan Indonesia.
Perang dagang AS dan China serta kebijakan ekonomi AS yang tidak menentu menyebabkan ketidakpasgian global terus meningkat. Hal ini berimbas pada fluktuasi mata uang.
Tampaknya usaha negara-negara emerging market untuk sedikit demi sedikit melepas ketergantungannya terhadap dolar AS semakin dibutuhkan. Langkah yang bisa diambil dengan membentuk perjanjian antar mitra dagang untuk menggunakan matabuang lokal sebagai patokan.
Kemungkinan kedua, dengan mencari kebijakan mata uang alternatif seperti Yuan. (E-1)