Ekosistem digital sepertinya akan menjadi penopang ekonomi Indonesia di masa depan. Cakupan penduduk yang besar menjadi modal bagi tumbuhnya unicorn, perusahaan start-up dengan valuasi perusahaan mencapai USD1 miliar.
Diperkirakan, pada 2020, nilai ekonomis dari ekonomi digital kita akan mencapai 11 persen dari total PDB. Atau setara, USD130 miliar. Sungguh sebuah sumbangan.
Modal utamanya adalah jumlah penduduk yang besar dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang stabil. Sekitar seperempat penduduk Asia Tenggara berdiam di Indonesia. Inilah modal yang menjadi landasan tumbuhnya perusahaan-perusahaan start-up hingga melambung valuasinya.
Selama lima tahun terakhir, pertumbuham bisnis digital di Indonesia mencapai angka 17 persen. Dengan kondisi infrastruktur digital yang kian tertata dan merata, pertumbuhan itu diperkirakan akan meningkat jauh lebih cepat.
Saat ini pemerintah sedang menggelar jaringan backbone internet yang menyambungkan seluruh wilayah di Indonesia dengan pita jalan yang lebih lebar. Dengan jaringan baru ini masyarakat di hampir semua wilayah di Indonesia bisa mengakses data kecepatan tinggi.
Perluasan jaringan itu dengan sendirinya membuat harga data menjadi lebih murah. Masyarakat dari berbagai lapisan dan wilayah akan dapat memanfaatkannya dengan baik.
Inilah ruang yang sangat menggiurkan bagi pelaku bisnis digital. Sampai saat ini ada 7 perusahaan unicorn di Asia Tenggara. Empat di antaranya adalah perusahaan Asal Indonesia, yakni Gojek, Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak.
Sementara itu, Singapura yang infrastruktur digitalnya lebih maju hanya memiliki 3 unicorn, yaitu Lazada, Grab, dan SEA. Lazada bergerak di e-commerce, Grab merupakan aplikasi transportasi, dan SEA adalah aplikasi games.
Gojek merupakan perusahaan terbesar dengan valuasi senilai Rp53 triliun. Angka itu didapat setelah PT Astra Internasional Tbk dsn Grup Djarum menyuntikkan modal ke perusahaan yang dikomandoi Nabiel Makarim ini. Saat ini, aplikasi Gojek telah melebarkan sayapnya ke Vietnam.
Gojek pertama kali dinobatkan sebagai unicorn setelah mendapatkan pendanaan sekitar USD550 juta atau sekitar Rp7,5 triliun, pada Agustus 2016. Suntikan itu berasal dari konsorsium delapan investor yang dipimpin oleh Sequoia Capital dan Warburg Pincus LLC, dua perusahaan investasi papan atas asal AS.
Perubahan line bisnis Gojek dari aplikasi transportasi menjadi perusahaan yang melayani sistem pembayaran, menarik banyak investor untuk menyemplungkan dananya ke sana.
Bahkan diperkirakan, di masa yang akan datang aplikasi sistem pembayaran yang dibangun Gojek akan menjadi core bisnisnya.
Pesaing Gojek adalah Grab dengan valuasi senikai Rp80 triliun. Namun demikian, yang terbesar adalah perusahaan asal AS, Uber, dengan nilai valuasi USD68 miliar.
Selain Gojek, perusahaan penyedia layanan pariwisata menduduki start-up dengan valuasi terbesar. Traveloka memiliki valuasi senilai Rp26 triliun. Angkanya meningkat setelah perusahaan ini mendapat pendanaan dari Expedia, perusahaan travel asal AS. Nilai yang digelontorkan mencapai USD350 juta.
Traveloka saat ini melayani layanan hotel, penerbangan, kereta api, dan paket pariwisata di enam negara di Asia Tenggara, yakni Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Filipina.
Ini bukan kali pertama Expedia menyuntikkan dana kepada start-up di Asia Tenggara.
Pada 2011 lalu, perusahaan ini bekerja sama dengan maskapai berbiaya rendah asal Malaysia, Air Asia, untuk membentuk perusahaan patungan (joint venture).
Pada 2015, Expedia mengucurkan USD86,3 juta untuk mengambil alih 75% saham maskapai tersebut. Bagaimana dengan Tokopedia, yang masuk ke tataran unicorn setelah memperoleh penyertaan investasi senilai USD1,2 miliar (Rp 15 triliun) dari Alibaba pada 17 Agustus 2017.
Selain menyuntikkan modal ke Tokopedia, raksasa niaga elektronik Alibaba juga menggelontorkan investasi sebesar USD1 miliar ke perusahaan e-commerce asal Singapura, Lazada, yang menjadikannya masuk dalam jajaran unicorn.
Aliansi Alibaba-Tokopedia-Lazada dinilai tidak hanya akan mengubah lanskap bisnis ekonomi digital di Indonesia. Melainkan juga, bakal mengubah model bisnis marketplace ini.
Sedangkan Bukalapak bergabung dengan jajaran unicorn asal Indonesia mulai akhir tahun lalu. Grup media terbesar kedua di Indonesia, Emtek, merupakan salah satu penanam modal di marketplace ini.
Selain itu, dua perusahaan ventura asal AS, yaitu 500 Startup dan QueensBridge Venture Partners, juga menanamkan modalnya di Bukalapak dengan angka yang tidak dipublikasikan.
Betapapun, dilihat dari profil para investor yang berada di belakang Gojek, Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak, terlihat jelas didominasi oleh investor asal AS, Cina, Singapura, dan Hong Kong. (E-1)