Indonesia.go.id - Memancang Optimisme di Atas Air Bendungan

Memancang Optimisme di Atas Air Bendungan

  • Administrator
  • Jumat, 25 Januari 2019 | 01:37 WIB
IRIGASI
  Presiden Jokowi bersama Menteri PUPR Basuki Hadimuljono meresmikan Bendungan Raknamo. Sumber foto: Dok Kementerian PUPR

Dari 65 waduk yang dirancang, 19 unit sudah selesai dan 10 lainnya bisa rampung 2019. Banjir menyusut dan air baku PAM melimpah. Dari waduk itu juga mengalir ketahanan pangan dan energi.

Ada lima bendungan yang kini mengairi kehidupan Kota Batam. Cukup memadai. Setidaknya, tiap warga kota, yang berjumlah 1.060.000 itu, rata-rata bisa menikmati 190 liter air bersih per harinya–lebih tinggi dari konsumsi nasional yang 130 hanya liter per hari. Toh, pertumbuhan industri yang tinggi membuat sumber air yang ada menjadi berstatus rawan.

Maka, kehadiran Waduk  Sei Gong di Kelurahan Sijantung di ujung Utara Pulau Galang, akan sangat membantu. Setelah konstruksinya rampung akhir 2018 lalu, kini reservoar air ke-6 di kawasan Kota Batam itu siap menampung air 11,8 juta m3. Reservoar yang punya areal genangan hampir 350 ha itu akan menyumbang air baku ke Kota Batam sebesar 400 liter/detik.

Bendungan (ada yang menyebut waduk atau dam) adalah fasilitas vital bagi kota metropolitan yang bertetangga  dekat dengan Singapura itu. Mirip Singapura, Batam tak punya sumber air tanah yang mencukupi. Tidak ada pula sungai besar berair deras, lantaran kota metropolitan ini berdiri di atas puluhan pulau kecil dengan tiga pulau utama, yakni Batam-Galang-Rempang, yang kondisi geografisnya tak menciptakan sumber air. Waduk pun jadi solusinya.

Bendungan Sei Gong ini dibangun Pemerintahan Jokowi-JK untuk menambah ketersediaan air bersih di Batam. Peruntukannya adalah memenuhi kebutuhan warga dan dunia industri. Tidak ada alokasi untuk irigasi pertanian.

Jokowi-JK memang  getol membangun bendungan. Seperti di Batam, pemerintah juga membangun Waduk Paya Seunara di Pulau Sabang Aceh, khusus untuk penyediaan air bersih. Debitnya 125 liter per detik. Lumayan, bisa untuk kebutuhan lebih dari 50 ribu warga.

indonesia.go.id/assets/img/assets/1548380465_Daftar_Bendungan.jpeg";" alt="""" />

Air adalah sumber kehidupan. Namun, alam tak selalu memberikan sumber air yang  berkelimpahan di sepanjang tahun. Bahkan, sungai-sungai yang ada banjir di musim hujan dan kering kerontang di sepanjang kemarau, karena rusaknya daerah aliran sungai (DAS). Merespons kondisi ini, sedari awal Pemerintahan Jokowi-JK mencanangkan rencana pembangunan waduk-waduk dan menyisipkannya ke daftar program strategis nasional.

Tak tanggung-tanggung, Jokowi-JK bertekad menggarap proyek 65 bendungan yang 16 di antaranya adalah program pemerintahan sebelumnya yang belum selesai. Apa pun, 65 bendungan adalah satu  program ambisius, mengingat di seluruh Indonesia selama ini hanya ada 231 waduk, yang  sebagian di antaranya bahkan dibangun di era kolonial dulu. Bendungan modern tertua di Indonesia tercatat atas nama Waduk Prijetan di Lamongan, Jawa Timur, yang diresmikan pada 1917.

Namun, kebutuhan akan waduk-waduk baru itu memang mendesak. Itu semua terkait dengan soal ketahanan air, kedaulatan pangan, pengendalian banjir, sampai penyediaan sarana wisata dan olah raga air. Maka, program ini tidak berhenti sampai konstruksi bendungan. Ada pula rehabilitasi 3 ha jaringan irigasi lama dan pembangunan 1 juta ha jaringan irigasi baru serta  PLTA (pembangkit listrik tenaga air).

Pembangunan 65 bendungan itu membutuhkan anggaran Rp66,8 Triliun. Hasilnya, tampungan air di Indonesia menjadi 19,1 miliar m3, dari sebelumnya sebesar 12,6 miliar m3 yang berasal dari 231 bendungan. Indonesia sendiri memiliki potensi sumber daya air yang sangat besar yakni mencapai 3,9 triliun m3 per tahun dan potensi pembangkit listrik tenaga air sebesar 75.000 MegaWatt (MW), yang hingga kini belum dimanfaatkan secara optimal.

Satu demi satu waduk itu selesai dibangun dan beroperasi. Bendungan Raknamo di Kupang NTT, di musim  hujan ini airnya tampak penuh, beralun berkilauan. Di pintu airnya terdengar gemericik air yang meluncur ke saluran primer, dan di lembahnya ada hamparan sawah menghijau.

Memang,  ada risiko bahwa di tahun-tahun tertentu bendungan tidak bisa berfungsi optimal, karena pasokan airnya terbatas. Curah hujan di Kupang rata-rata hanya sekitar 1.400 mm per tahun, dengan fluktuasi air yang tajam dari tahun ke tahun. Jaminan pasokan itu lebih aman di daerah basah seperti Sabang, Batam, serta wilayah Indonesia  barat lainnya. Toh, tetap ada peluang besar waduk Takmano itu akan selalu terisi.

Yang sudah beroperasi secara penuh Waduk Jatigede di Sumedang yang konstruksinya dikerjakan di era Pemerintahan SBY. Sebanyak 90 ribu ha tanah pertanian sudah terairi sepanjang tahun, dan 3,5 juta air baku mengalir ke berbagai kota untuk diolah menjadi air bersih. Bonusnya, ada pembangkit  listrik tenaga air (PLTA) berukuran 2 x 55 WM, yang dapat menerangi 100 ribu rumah warga, masing-masing semisal dengan catu daya 1.000 watt. PLTA ini baru akan beroperasi akhir 2019.

Dari 65 waduk  yang masuk agenda Presiden Joko Widodo itu, 29 di antaranya direncanakan selesai sampai 2019 ini. Toh, itu sudah menambah volume tampungan air 1,8 miliar m3, dan bisa memberi manfaat bagi irigasi seluas 172.991 hektar. Manfaat lainnya, mereduksi debit banjir 5.194 m3/detik, dan memanen air baku 714 m3 per detik untuk instalasi pengolahan air bersih, dan potensi tenaga listrik 142,52 MW.

Dalam konteks kedaulatan pangan, kontribusi air irigasi dari waduk-waduk  baru itu sangat berarti, karena  dari 7,1 juta ha luas irigasi permukaan yang ada saat ini, baru sekitar 761.542 ha  atau 10,7 persen yang sumber airnya dari bendungan modern. Selebihnya, mengandalkan air dari bendungan-bendungan sederhana yang debitnya sangat dipengaruhi oleh fluktuasi curah hujan.

Dari 29 bendungan itu, 10 di antaranya sudah rampung di 2018. Tapi, belum semua bisa berlanjut dengan penggenangan, karena masih ada sisa masalah dalam pembebasan tanah, seperti terjadi di reversoar Sei Gong Batam. Namun, secara umum pembebasan tanah untuk areal genangan sudah tidak bermasalah.

Sepuluh waduk lainnya sedang dikebut pengerjaannya. Sebagian masih bermasalah pula dengan isu pembebasan lahan, hal yang sering menyebabkan pekerjaan konstruksi tertunda. Namun, Presiden Jokowi optimistis bahwa semuanya bisa rampung 2019 ini. Tentu, semuanya memerlukan dukungan penuh dari pemerintah.

Maka, jangan heran bila Presiden Jokowi dan Menteri PUPR Basuki Hadimulyono sering bolak-balik blusukan meninjau situs bendungan. (P-1)