Indonesia.go.id - Transaksi Tinggal Tempel atau Klik

Transaksi Tinggal Tempel atau Klik

  • Administrator
  • Senin, 4 Maret 2019 | 09:26 WIB
PEMBAYARAN NONTUNAI
  Ilustrasi. Sumber foto: Istimewa

Dunia pembayaran digital berkembang dengan sangat cepat. Masyarakat Indonesia dengan mudah menyesuaikan diri untuk menggunakannya. Diperlukan aturan untuk menjaga keamanan transaksi dan data.

Dunia digital berkembang pesat. Begitupun di sektor keuangan. Berbagai produk pembayaran digital baik yang berbasis server maupun berbasis chipset kini mulai akrab digunakan masyarakat.

Kita mengenal layanan seperti e-Money, Brizzi, atau Flash sebagai produk pembayaran berbasis chipset. Selain itu kita juga mengenai T-Cash, Gopay, dan Ovo sebagai produk pembayaran berbasis server. Masyarakat perkotaan yang akrab dengan perkembangan digital sudah mulai menikmati berbagai layanan tersebut.

Tinggal lagi pemerintah dan BI dituntut untuk membuat aturan agar industri ini bisa berkembangan maksimal. BI sendiri sudah merilis aturan yang terkait ekonomi digital sejak 2016. Namun aturan itu akan terus disempurnakan seiring dengan perkembangan yang semakin cepat.

Fokusnya untuk memberikan perlindungan data pengguna dan aturan dalam menjalin kerja sama berbagai lembaga. Aturan yang dimaksud adalah Peraturan BI (PBI) pemrosesan transaksi pembayaran pada 2016; National Standard Indonesian Chip Card Specification (NSICCS) yang dirilis pada sebagai standar nasional teknologi chip kartu ATM dan/atau kartu debit di 2017; PBI Gerbang Pembayaran Nasional di 2017; dan, PBI Uang Elektronik pada 2018.

Dalam membuat aturan, BI menjadikan Payment Services Directive 2 dan General Data Protection Regulation (GDPR) di Uni Eropa sebagai acuan. Beberapa hal yang menjadi dasar pemikiran adalah pertukaran informasi yang fokus pada konsumen; menggunakan teknologi dalam pertukaran informasi; memperhatikan keamanan nasional perihal data pengguna; serta, mengatur kepemilikan, akses, dan lokalisasi data.

BI juga mendorong produk pembayaran digital agar bekerja sama dengan perbankan. Bank-bank juga didorong untuk lebih adaptif dalam melayani kebutuhan konsumen di era digital.

Dari ini akan dirumuskan standarisasi industri pembayaran digital. Standardisasinya bukan hanya perihal teknologi kode Quick Response (QR) maupun keamanan, tetapi juga data. Sebab, BI ingin bank juga mendapat data tentang penggunaan uang di fintech.

Intinya adalah bagaimana perlindungan terhadap data nasabah agar tidak digunakan sembarangan. Dalam dunia digital, data konsumen merupakan aset yang sangat mahal. Fungsi pemerintah dan BI adalah bagaimana memastikan data tersebut tidak diselewengkan.

Meski dari sisi aturan masih terus disempurnakan, pertumbuhan industri pembayaran digital ini cukup luar biasa. BI sendiri mencatat ada 36 produk pembayaran digital baik yang berbasis server maupun chipset. Masyarakat sendiri kini mulai terbiasa menggunakan kedua produk tersebut. Sebagai contoh, pembayaran tol semua sudah menggunakan pembayaran digital.

Di gerai-gerai parkir maupun berbagai merchant, mekanisme pembayaran digital ini terus diperkenalkan. Dengan cepat masyarakat Indonesia menyerapnya. Diperlukan regulasi yang lebih seksama agar perkembangan kebutuhan masyarakat berjalan seiring dengan tingkat keamanannya.

Ada dua pihak yang mengoperasikan sistem pembayaran digital ini. Pertama adalah pihak pengembang sistem. Dan kedua pihak perbankan. Saat ini pengembang sistem memang bisa menjalankan sendiri produknya. Namun, BI mengharapkan ke depan, semuanya bisa bekerja sama dengan perbankan.

Bank-bank BUMN, misalnya, kabarnya akan menyatukan produk mereka dalam sebuah sistem yang dikembangkan Telkomsel. Produk yang sebelumnya dikenal dengan T-Cash, akan diubah menjadi Link-Aja. Jika tadinya T-cash adalah produk turunan dari Telkomsel, kini LinkAja bernaung di bawah perusahaan sendiri. (E-1)