Indonesia.go.id - Titik Fokus APBN 2019

Titik Fokus APBN 2019

  • Administrator
  • Jumat, 15 Maret 2019 | 07:13 WIB
ANGGARAN NEGARA
  Ilustrasi. Sumber foto: Kemenkeu

Berbagai pendekatan baru untuk melaksanakan program pembangunan mulai diterapkan pemerintah pada 2019. Sebetulnya bukan hal yang baru juga, tapi kini tingkat penerapannya jauh lebih konsisten dan serius.

Ciri dari pemerintahan Presiden Jokowi adalah pembuatan program dengan target-target yang fokus. Sehingga, target program itu mudah diukur perkembangannya. Melalui APBN 2019 bisa kita membedah untuk kemudian mengukur efektivitas anggaran.

Beberapa hal baru dan strategis termaktub pada APBN 2019 sebagai sebuah kebijakan sekaligus terobosan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas belanja negara, optimalisasi pendapatan negara, dan kemandirian APBN.

Pertama adalah penguatan bidang kesehatan melalui program penurunan gizi buruk (penyebab anak kekerdilan/stunting). Di mana program itu terintegrasi melalui perluasan program percepatan penanganan stunting melalui intervensi gizi spesifik dengan target 160 kabupaten/kota.

Kedua, penajaman anggaran pendidikan, melalui peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan vokasi. Pemerintah giat menyiapkan standardisasi mekanisme link and match antara pendidikan vokasi dan kebutuhan dunia industri. Demikian juga pengalokasian dana abadi penelitian untuk percepatan pengembangan riset.

Ketiga, penguatan beberapa program seperti Program Keluarga Harapan (PKH) melalui peningkatan besaran manfaat pada komponen pendidikan dan kesehatan.

Hal baru lainnya dalam APBN 2019 adalah memunculkan adanya perhitungan belanja perpajakan (tax expenditure) sebesar Rp143,6 triliun atau 1,16% dari PDB tahun 2016. Sedangkan pada 2017 sebesar Rp154,7 triliun atau 1,14% dari PDB. Insentif perpajakan ini dimaksudkan sebagai transfer sumber daya kepada publik berupa pengurangan kewajiban pajak untuk mendorong dan mendukung daya saing industri nasional serta mendorong hilirisasi industri.

Yang juga menarik APBN 2019 menyediakan pooling fund untuk bencana alam. Hal ini berkaitan dengan pengalaman bencana di beberapa tahun terakhir. Untuk pertama kalinya dialokasikan Rp1 triliun. Dana penanggulangan bencana alam (pooling fund) ini dikelola secara khusus yang dimanfaatkan untuk kegiatan tanggap darurat, mitigasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi akibat bencana.

Sedangkan skema yang dituangkan dalam APBN 2019 adalah adanya percepatan pembangunan infrastruktur melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

Ini dimaksudkan untuk mengurangi beban anggaran dan risiko fiskal, maka perlu keterlibatan peran swasta maupun BUMN dalam mendukung pembangunan infrastruktur melalui KPBU dengan pola ketersediaan layanan (Availability Payment/ AP).

Tahun 2019 direncanakan terdapat 10 proyek infrastruktur yang akan menggunakan skema KPBU AP tersebut yang tentu saja melalui pendampingan dari PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII).

APBN 2019 ini juga memfokuskan percepatan pembangunan yang ditargetkan sampai ke tingkat kelurahan melalui dana alokasi umum (DAU) tambahan. Ini dilakukan untuk mendorong investasi dan daya saing melalui pembangunan sumber daya manusia.

Dana desa dan dana kelurahan sepertinya bisa dilihat sebagai instrumen anggaran yang berkeadilan. Hal tersebut dilakukan tanpa mengurangi komitmen kebijakan pendanaan pemerintah daerah kepada kelurahan melalui APBD. Dana tambahan untuk dukungan pendanaan kelurahan dialokasikan sebesar Rp3 triliun yang mencakup 8.212 kelurahan di Indonesia.

Pemerintah masih harus mempertahankan subsidi, khususnya bagi penduduk kurang mampu. Targetnya untuk mendukung pengendalian inflasi, mempertahankan daya beli masyarakat, dan meningkatkan produksi pertanian. Anggaran subsidi tahun politik justru menurun. Alokasi subsidi 2019 menurun sebesar Rp3,8 triliun yaitu dari Rp228,2 triliun pada tahun 2018 menjadi Rp224,3 triliun tahun 2019.

Tantangan yang cukup berat bagi pemerintah adalah koordinasi antarinstansi dan lembaga yang masih menjadi PR serius. Jika target penerimaan negara bisa tercapai maksimal dan kondisi sosial politik mulus-mulus saja, bukan tidak mungkin target pertumbuhan ekonomi 5,3% bisa terlampaui. (E-1)