Kinerja manufaktur Indonesia yang masih ekspansif menunjukkan resiliensi ekonomi Indonesia.
Kinerja sektor manufaktur Indonesia menjelang akhir 2023 mendapatkan tekanan dari ekonomi global yang masih dilanda ketidakpastian, termasuk pelemahan rupiah terhadap dolar AS.
Meski mendapatkan tekanan dan terjadi pelambatan, sejumlah lembaga baik dari dalam negeri maupun tingkat global, masih memberikan penilaian yang positif terhadap kinerja sektor manufaktur Indonesia.
Dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS) misalnya, ditunjukkan betapa pertumbuhan industri pengolahan pada kuartal III-2023 mencapai 5,20% (year on year/yoy) atau lebih tinggi dari kuartal II-2023 sebesar 4,88% dan kuartal I-2023 yakni 4,43%.
Kinerja sektor itu, sebut BPS, didorong oleh pertumbuhan subsektor makanan dan minuman yang tumbuh 5,33 persen pada kuartal pertama tahun ini. Namun, industri mamin mengalami perlambatan setelah Lebaran dengan pertumbuhan melemah sebesar 4,62 persen pada kuartal kedua.
Demikian pula dengan laporan dari S&P Global. Lembaga yang memiliki reputasi internasional dan bermarkas di New York itu merilis Purchasing Manufactur Index (PMI), termasuk sektor manufaktur Indonesia.
S&P Global memberikan penilaian PMI manufaktur Indonesia untuk periode Oktober berada di level 51,5, lebih rendah dibandingkan dengan periode September di 52,3. Meski mengalami penurunan, PMI Manufaktur Indonesia masih di tataran ekspansif.
Terjadinya pelambatan tidak hanya diderita Indonesia. Kondisi yang sama, bahkan sejumlah negara mengalami dampak dari perlambatan ekonomi global juga terlihat dari kinerja manufaktur beberapa negara yang berada di zona kontraksi, seperti Tiongkok (49,5), Thailand (47,5), Vietnam (49,6), Malaysia (46,8), Australia (48,2), dan zona Eropa (43).
Sementara itu, India sebagai salah satu perekonomian pada kelompok emerging economies (EMs) dan pasar potensial ekspor Indonesia masih di zona ekspansif (55,5). Berkaitan dengan Indonesia, S&P Global menilai, penurunan PMI itu terjadi karena pertumbuhan produksi Oktober yang melambat, kendati masih terbilang solid.
Lembaga itu menambahkan pemicu utama penurunan, terlihat dari melemahnya permintaan domestik dan asing yang menyebabkan penurunan penjualan. Hal ini membuat produksi berada pada fase terendah sejak Juni. Perusahaan pun akhirnya menyelesaikan penumpukan pekerjaan mereka dan mengurangi tenaga kerja di tengah penurunan kapasitas.
"Akibat perlambatan pertumbuhan penjualan, perusahaan sedikit menurunkan jumlah tenaga kerja mereka dan membatasi kenaikan harga jual pada Oktober, menggambarkan keputusan bisnis yang lebih konservatif," kata Economics Associate Director S&P Global Market Intelligence Jingyi Pan.
Di sisi lain, Kepala Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu menilai, capaian tersebut menandakan ekspansi manufaktur Indonesia telah terjadi selama 26 bulan terakhir secara berturut-turut, terutama ditopang oleh tingkat permintaan dan output produksi yang masih meningkat.
“Kinerja manufaktur Indonesia yang masih ekspansif menunjukkan resiliensi ekonomi Indonesia di tengah terkontraksinya manufaktur di banyak negara seiring dengan peningkatan risiko global,” katanya Kamis (2/11/2023).
Febrio Kacaribu menambahkan, meskipun sedikit melambat, sentimen dalam sektor manufaktur Indonesia secara keseluruhan masih positif. “Capaian ini akan terus kami jaga melalui berbagai dukungan kebijakan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mengantisipasi risiko global,” ujarnya.
Demikian pula pendapat yang dikemukakan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. Menurutnya, sektor manufaktur masih cukup solid menopang perekonomian domestik Indonesia. “Kami akan terus mengupayakan agar sektor manufaktur dapat semakin meningkatkan produktivitas dan daya saingnya, serta mendukung terciptanya peluang pasar yang semakin besar bagi produk dalam negeri, baik domestik maupun ekspor,” pungkasnya.
Harapannya, kinerja sektor manufaktur yang masih tetap solid hingga kini terus berlanjut hingga akhir tahun sehingga pencapaian kinerja yang positif itu bisa menjadi modal menghadapi 2024,
Pasalnya, tantangan dunia usaha termasuk pelaku sektor manufaktur akan menghadapi tantangan yang tidak ringan, mulai adanya proses pemilu hingga transisi pemerintahan. Harapannya semua itu berjalan lancar dan tak membebani sektor manufaktur.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari