Indonesia.go.id - Prioritaskan Skema KPBU dalam Pembangunan Ibu Kota Baru

Prioritaskan Skema KPBU dalam Pembangunan Ibu Kota Baru

  • Administrator
  • Jumat, 30 Agustus 2019 | 04:38 WIB
INFRASTRUKTUR
  Foto aerial kawasan ibu kota baru di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Rabu (28/8/2019). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Pemerintah telah melakukan kajian yang mendalam soal calon ibu kota baru. Bahkan, studinya cukup intensif dalam tiga tahun terakhir ini.

Dihadiri dua gubernur yang bersinggungan dengan penetapan ibu kota baru, Gubernur DKI Jakarta Anies Basewedan dan Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor, Presiden Joko Widodo akhirnya pengumumkan pemindahan ibu kota negara secara resmi di Istana Negara, Jakarta, Senin (26/8/2019).

Teka-teki tepatnya lokasi ibu kota negara baru itu memang baru terjawab pada hari itu. Beberapa bulan sebelumnya, sempat ada tiga lokasi yang berpotensi menjadi calon kuat ibu kota, pengganti Jakarta.

Ketiga lokasi itu adalah Kabupaten Gunung Mas dan Kabupaten Katingan, keduanya berada di Kalimantan Tengah, dan Gunung Soeharto di Kalimantan Timur. Namun, semua itu teka-teki itu akhirnya terjawab dengan diputuskannya Kabupaten Panajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur sebagai calon ibu kota negara yang baru.

Luas lahan ibu kota itu kelak sekitar 180.000 ha atau 1.800 km2, hampir tiga kali luas DKI yang 650 km2. Ibu kota baru itu nantinya akan memiliki pantai yang menghadap Selat Makassar. Sekiranya lebar kota 30 km, maka bagian kota lainnya akan menyusur ke barat sejauh 60 km dari Timur ke Barat.

Kawasan ibu kota baru sebagian menumpang di Kabupaten Kutai Kartanegara (luasnya 27.263 km2) dan sebagian kecil ada di Penajam Paser Utara (3.334 km2). Penduduknya masih jarang dan heterogen. Ada dari Sulawesi Selatan, Banjar, bahkan dari Madura. Kalau dijumlah hanya ada sekitar 900.000 jiwa yang menghuni dua kabupaten yang luasnya hampir sama dengan Jawa Tengah itu.

“Pemerintah telah melakukan kajian yang mendalam. Bahkan, kami telah intensifkan studinya dalam tiga tahun terakhir ini. Hasil kajian menyimpulkan lokasi ibu kota baru yang ideal adalah sebagian di Kabupaten Panajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kertanegara,” kata Presiden.

Pertanyaan berikutnya adalah berapa dana yang dibutuhkan untuk pindah ibu kota itu? Cukup besar juga. Dalam satu kajian yang dilakukan Kementerian PPN/Bappenas, mereka membuat dua opsi. Skenario 1 sebesar Rp466 triliun, dan skenario II (Rp323 triliun).

Kebutuhan dana untuk infrastruktur yang paling besar adalah untuk membangun fasilitas pendukung seperti Gedung dan rumah ASN/Polri/TNI, dan fasilitas Pendidikan dan kesehatan yang mencapai Rp265,1 triliun. Itu asumsi bila gunakan skenario I. Bila gunakan skenario II, fasilitas itu butuh dana Rp182,2 triliun.

Dan, pemerintah pun sudah menyiapkan skenario pembiayaan untuk pemindahan ibu kota baru itu. Ada empat skema pembiayaan itu, pertama, dari APBN untuk kepentingan infrastruktur pelayanan dasar, pembangunan istana negara, bangunan strategis TNI/Polri, perumahan dinas ASN/TNI/Polri, pengadaan  lahan, dan ruang terbuka hijau.

Kedua, dari BUMN untuk peningkatan bandara dan pelabuhan. Ketiga, dari KPBU (kerja sama pemerintah dan badan usaha) untuk Gedung eksekutif, legislative, dan yudikatif, pembangunan infrastuktur utama, sarana Pendidikan, sarana kesehatan, musium, lembaga pemasyarakatan, sarana dan prasarana penunjang.

Dan, terakhir pendanaan dari swasta untuk perumahan umum, perguruan tinggi, sarana kesehatan, MICE, shopping mal, serta science-technopark. Tentu, Kementerian PPN/Bappenas sebagai kementerian yang mengkaji rencana pemindahan ibu kota itu sudah bisa mengukur resiko yang timbul dari rencana itu. Kementerian itu pun mewanti-wanti dan sudah menegaskan pembiayaan itu tidak akan mengganggu program prioritas nasional lainnya.

Alasan Pemindahan

Bagi banyak kalangan tentu ada yang bertanya-tanya, apa pentingnya pemindahan ibu kota itu? Bappenas pun sudah menyiapkan aspek kajiannya. Alasannya, Pulau Jawa dinilai sudah sangat padat penduduknya.

Saat ini, sekitar 57% penduduk Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa. Berikutnya, kontribusi bila dilihat dari per kepulauan, terjadi ketimpangan ekonomi dari masing-masing pulau tersebut.

Sebagai gambaran, seperti disampaikan dalam laporan Bapenas, Pulau Jawa tetap tercatat memberikan kontribusi yang paling besar, yakni 58,49% dan sumbangan PDRB Jaboderabek terhadap PDB nasional sebesar 20,85%.

Setelah Pulau Jawa, berikutnya Pulau Sumatra dengan kontribusi ekonomi 21,66%, dan pertumbuhan ekonomi 4,30%. Sementara Kalimantan yang sudah ditetapkan sebagai pulau calon ibu kota baru hanya menyumbang 8,20% dengan pertumbuhan ekonomi 4,33%.

Setelah Pulau Kalimantan, menyusul kemudian Pulau Sulawesi 6,11% (kontribusi ekonomi) dan 6,99% (pertumbuhan ekonomi), Bali dan Nusa Tengggara (3,11%) dan (3,73%), serta Maluku dan Papua 2,43% dan 4,89%.

Persoalan lain yang menjadi alasan betapa pentingnya pindah ibu kota di luar Pulau Jawa adalah Jakarta sudah tidak mendukung soal ketersediaan air bersih yang sudah tidak mendukung, konversi lahan juga yang terbesar terjadi di Pulau Jawa.

Pulau itu juga tercatat dengan pertumbuhan urbanisasi yang tinggi dengan konsentrasi penduduk terbesar di Jabodetabekpinjur Jangan lupa, masalah lingkungan juga menjadi faktor lainnya perlunya pindah ibu kota.

Kota ini juga tercatat memiliki beban lingkungan sudah cukup tinggi sehingga rawan banjir, permukaan tanah turun, kualitas air sungai yang sudah tercemar berat mencapai tingkat 96%. Jangan lupa, lalu lintas Jakarta juga sudah buruk dengan kemacetan tinggi dengan pengelolaan transportasi sangat buruk.

Apa saja prasyarat untuk menjadi ibu kota? Menurut kajian Kementerian PPN/Bappenas, pendirian ibu kota baru harus mensyaratkan sebagai simbol identitas bangsa, juga memunculkan ibu kota yang mendukung green city, smart, beautiful dan sustainable.

Ibu kota juga harus merepresentasikan sebagai ibu kota yang modern dan berstandar internasional. Dan jangan lupa, ibu kota baru itu juga harus dikelola dalam perspektif tata kelola pemerintahanyang efisien dan efektif.

Alasan mendasar lainnya untuk menentukan lokasi ibu kota negara harus memenuhi syarat lokasinya strategis. Artinya, secara geografis berada di tengah wilayah Indonesia untuk merepsentasikan keadilan dan mendorong percepatan pengembangan wilayah KTI (Indonesia sentris).

Ibu kota juga harus bebas dari bencana gempa bumi, gunung berapi, tsunami, banjir, erosi, serta kebakaran hutan dan lahan gambut. Selain itu, ketersediaan sumber daya air juga harus mencukupi dan bebas pencemaran lingkungan.

Jangan lupa, calon ibu kota juga harus dekat dengan kota yang sudah ada dan sudah berkembang. Tujuannya adalah untuk efisiensi investasi dari sisi infrastruktur. Dengan demikian, akses mobiltas/logistik sangat mendukung seperti bandara, pelabuhan dan jalan. Ibu kota baru juga perlu didukung pelabuhan laut untuk mewujudkan Indoensia sebagai negara maritim melalui konektivitas tol laut antarpulau.

Dan, dari aspek pertahanan dan keamanan, dari sisi kerentanan negara harus diminimalisir, keamanan territorial juga harus menjadi perhatian, mendukung bagi kerja sama internasional dan regional selain tentunya tidak dekat dengan wilayah perbatasan negara.

Yang jelas, pengumuman ketetapan ibu kota baru di Kalimantan Timur memang baru sebatas sebatas pencalonan dan pengumuman kepada masyarakat. Banyak aspek yang masih perlu disiapkan bagi ibu kota baru itu, yang rencananya siap ditempati pada 2024 dan tuntas pembangunannya semua pada 2045 tersebut.

Aspek yang sangat penting itu adalah perlunya persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, yang kemudian dituangkan dalam bentuk undang-undang yang akan dijalankan oleh presiden sebagai eksekutif. Inilah tahapan krusial yang harus dilalui pemerintah dalam waktu dekat ini. (F-1)