Indonesia.go.id - Presidensi G20 Indonesia Angkat Isu Kesempatan Kerja bagi Penyandang Disabilitas

Presidensi G20 Indonesia Angkat Isu Kesempatan Kerja bagi Penyandang Disabilitas

  • Administrator
  • Sabtu, 5 Februari 2022 | 10:48 WIB
G20
  Ilustrasi. Pekerja difabel atau penyandang cacat melakukan aktivitas di PT Omron, Cikarang, Jawa Barat. ANTARA FOTO/ Rivan Awal Lingga
Pemerintah sangat serius meningkatkan inklusivitas ketenagakerjaan bagi penyandang disabilitas. Keseriusan itu tecermin dengan diangkatnya isu itu dalam Presidensi G20 Indonesia.

Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2021, dari 7 miliar jumlah penduduk dunia, sebanyak 15 persen di antaranya adalah penyandang disabilitas. Dari jumlah penyandang disabilitas itu, 80 persennya tinggal di negara berkembang. 

Bahkan WHO dan World Bank Report on Disability pada 2011 menyebutkan, lebih dari 15 persen dari total populasi global atau setara dengan 1 miliar orang hidup dengan disabilitas, 3 persennya adalah orang-orang yang menyandang disabilitas cukup serius.

Sementara itu, data Survei Sosial-Ekonomi Nasional (Susenas) 2019, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia sebesar 9,7 persen dari jumlah penduduk atau sekitar 26 juta orang. Dari 26 juta penyandang disabilitas di Indonesia, 31 persen atau 8 juta orang belum memiliki jaminan kesehatan. Padahal, mereka merupakan kelompok rentan yang paling membutuhkan pelayanan kesehatan karena kekhususannya untuk mendapatkan pelayanan rutin.

Jumlah yang tinggi tersebut menunjukkan bahwa masalah ini membutuhkan perhatian bersama untuk memberikan mereka akses peningkatan keterampilan dan akses pasar tenaga kerja yang lebih luas, serta perlindungan yang memadai di tempat kerja, sehingga penyandang disabilitas memiliki daya saing dan produktivitas yang setara di pasar kerja lokal maupun global.

Yang lebih memprihatinkan lagi, menurut Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah, ternyata dari jumlah itu hanya 28 persen penyandang disabilitas di Asia yang punya akses jaminan sosial. Oleh sebab itu, Presidensi G20 Indonesia akan mendukung penyandang disabilitas untuk bisa hidup secara mandiri.  

“Presidensi G20 Indonesia berkomitmen untuk bekerja membangun masyarakat yang inklusif dan mendukung penyandang disabilitas untuk menjalani kehidupan mereka secara mandiri," kata Ida Fauziyah.

Dalam kesempatan itu, Ida menyebutkan, pada 2021 terdapat 1.271 penyandang disabilitas yang bekerja di 72 badan usaha milik negara (BUMN) serta 4.554 disabilitas yang bekerja di 588 perusahaan swasta.

"Jumlah ini masih jauh lebih sedikit jika dibandingkan jumlah disabilitas di Indonesia sebesar 16,5 juta jiwa, di antaranya 7,6 juta laki-laki dan 8,9 juta perempuan," katanya.

Ia menekankan, kerja sama terus dilakukan pemerintah untuk mendorong rasio kerja penyandang disabilitas di perusahaan BUMN, BUMD, dan swasta. Sementara itu, dalam sambutannya melalui video conference, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan komitmen pemerintah terhadap penyandang disababilitas.

"Kami ingin memastikan bahwa pembangunan masyarakat dilaksanakan secara inklusif, berkeadilan, dan sejahtera," tegasnya.

Menurutnya, ada sekitar 15 persen populasi dunia hidup dengan tantangan dan keterbatasan. "Sebanyak 80 persen penyandang disabilitas berada di rentang usia 18 sampai 64 tahun. Prevalensi kelompok ini di usia produktif lebih tinggi di negara berkembang," katanya.

Ia menyebutkan, di bidang ketenagakerjaan, penyandang disabilitas sulit mendapatkan kerja. Bahkan memiliki risiko kehilangan pekerjaan yang lebih tinggi dan punya tantangan dapat kerja kembali saat pemulihan ekonomi. Pemerintah terus mendorong rasio kerja penyandang disabilitas di perusahaan BUMN, BUMD, dan swasta.

Mengacu aturan yang berlaku, Airlangga mewajibkan dua persen dari pegawai di BUMN adalah penyandang disabilitas. Sementara itu, paling tidak ada satu persen penyandang disabilitas di perusahaan swasta.

"Penyandang disabilitas bukan kelompok yang bergantung tapi kelompok yang produktif sehingga Pemerintah Indonesia mendorong isu disabilitas di berbagai sektor. Mengajak sektor dunia usaha untuk mendorong disabilitas lebih terlibat," katanya.

Pada gelaran Presidensi G20 Indonesia ini, Menko Airlangga berpesan bahwa Indonesia turut serta mendukung inklusivitas dalam perkembangan ekonomi nasional. Termasuk melibatkan kelompok disabilitas, terutama penyetaraan akses pasar kerja dan dunia usaha.

Dalam acara dalam soft launching of the G20 bertajuk “Engaging Persons with Disabilities for Inclusivity” hadir sejumlah pembicara yaitu, Wahyu Susilo dari perwakilan masyarakat sipil di G20, Muhtadin Mustafa selaku public employment service officer, Risnawati Utami dari perwakilan UNCRPD, dan Aria Indrawati dari perwakilan Women20 di G20.

Wahyu Susilo, yang juga Direktur Migrant Care dalam kesempatan itu mengatakan, G20 yang terdiri dari 20 negara dengan kekuatan ekonomi terbesar menjadi kelompok paling berpengaruh di muka bumi pada awal abad XXI. “Kita patut mengapresiasi Pemerintah Indonesia yang tidak melupakan hal-hal yang selama ini tersembunyi dalam perbincangan narasi-narasi besar G20 ketika menjadi Presidensi G20 pada 2022.  Satu hal yang diprioritaskan adalah mendorong pasar tenaga kerja yang inklusif dan penegasan kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas,” katanya.

Wahyu juga menyebut, organisasi masyarakat sipil (OMS) dan organisasi penyandang disabilitas (DPO) harus mengawal agenda penting ini agar tidak hanya menjadi dokumen tetapi benar-benar menghasilkan dokumen yang konkret. Bahkan menurutnya, Indonesia secara resmi telah menggeser pendekatan dan paradigma disabilitas dari social charity menjadi right based. Hal itu ditunjukkan dengan adanya pengesahan Konvensi Hak Penyandang Disabilitas (dengan UU nomor 19/2011) dan UU nomor 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Instrumen hukum inilah yang dapat digunakan oleh CSO dan DPO sebagai alat untuk memastikan bahwa pembangunan tidak akan meninggalkan mereka. Program pembangunan dan kebijakan turunannya harus memungkinkan penyandang disabilitas mengakses layanan publik.

Di bidang ketenagakerjaan, amanat peraturan ini adalah membentuk unit pelayanan dan pemerataan akses bagi penyandang disabilitas untuk mendapatkan penghidupan yang layak. Menurut Wahyu, saat ini pasar tenaga kerja didominasi oleh tenaga kerja laki-laki, sehingga perempuan terpinggirkan ke pekerjaan informal, sedangkan penyandang disabilitas dianggap sebagai kelompok yang tidak produktif. Perempuan penyandang disabilitas cenderung mengalami diskriminasi ganda.

“Istilah sehat jasmani dan rohani yang selama ini menjadi kebutuhan pokok untuk bekerja masih menjadi kendala bagi penyandang disabilitas untuk mencari nafkah,” tegasnya.

Hal senada dikatakan Staf Khusus Presiden bidang Sosial Angkie Yudistia. Disampaikannya, pada masa Presidensi G20 di bidang ketenagakerjaan, Indonesia mengusung salah satu isu prioritas yakni inclusive labour market and affirmative decent jobs for person with disabilities atau pasar kerja yang inklusif dan afirmasi pekerjaan yang layak untuk penyandang disabilitas.

“Ini terobosan yang baik sekali, Indonesia membuktikan bahwa no one left behind, tidak ada satupun yang boleh tertinggal dalam setiap program pemerintah, swasta, dan seluruh sektor,” ujar Angkie dalam Soft Launching of the G20 Engaging Persons with Disabilities for Inclusivity di Jakarta, 26 Januari 2022.

Indonesia, melalui isu ini, akan mendorong perhatian negara-negara G20 merumuskan kebijakan yang afirmasi dan inklusif terhadap kelompok disabilitas. Diharapkan kelak mereka dapat berpartisipasi dalam pasar kerja dalam menghadapi disrupsi digital dan dampak pandemi.

“Kerja sama internasional di G20 saat ini adalah momentum kita untuk berbenah. Artinya, momentum Presidensi G20 adalah framework kita untuk saling mem-benchmark antara Indonesia dan juga negara-negara G20, dapat saling belajar, serta memperbanyak experience, sehingga dapat membentuk ekosistem yang tepat, sesuai kebutuhan disabilitas secara inklusif,” jelasnya.

Menurut Angkie, sisi yang harus diperhatikan dalam mewujudkan ketenagakerjaan yang inklusif adalah sisi hulu, yaitu peningkatan akses keterampilan bagi penyandang disabilitas. Akses keterampilan tersebut selain disesuaikan antara supply and demand tenaga kerja juga harus disesuaikan dengan keragaman dari masing-masing penyandang disabilitas.

Angkie berharap, target serapan pasar tenaga kerja penyandang disabilitas satu persen untuk swasta serta dua persen untuk BUMN dan pemerintah dapat segera terwujud.

 

Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/ Elvira Inda Sari