Indonesia.go.id - Inklusi Keuangan Digital, Fondasi UMKM Hadapi Gempa Pandemi

Inklusi Keuangan Digital, Fondasi UMKM Hadapi Gempa Pandemi

  • Administrator
  • Senin, 7 Februari 2022 | 11:40 WIB
G20
  Perajin menunjukkan penjualan online produknya di kawasan industri rumahan kawasan Wunut, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Rabu (1/7/2020) . Antara Foto/Umarul Faruq
Kemajuan teknologi mendukung sektor UMKM bertahan di tengah pandemi Covid-19. Digitalisasi produk dan layanan keuangan maupun aktivitas bisnis online, mampu dimanfaatkan beberapa pelaku UMKM.

Digitalisasi melahirkan banyak peluang baru. Tak terkecuali bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Kondisi itu menuntut mereka yang berusaha di sektor UMKM harus berakselerasi meningkatkan kapasitasnya, khususnya pemanfaatan digitalisasi.

Apalagi kemudahan akses sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan lembaga, produk dan layanan jasa keuangan atau inklusi keuangan, terus didorong pemerintah. Tujuannya adalah membangun sektor keuangan yang kuat dan inklusif, serta mendukung pembangunan yang berkelanjutan.

Bila semua itu bisa dilakukan, sektor UMKM berpeluang mendongkrak produktivitasnya. Persoalan ini pula yang diungkap di International Seminar on Digital Financial Inclusion yang menjadi side event dari 1st G20 Global Partnership for Financial Inclusion (GPFI), Rabu (2/2/2022), salah satunya dari Deputi Gubernur BI Doni P Joewono.

Selain Doni, hadir pembicara dalam seminar dari sisi regulator, yaitu pihak OJK dan lembaga internasional World Bank dan Better Than Cash Alliance (BTCA), serta pelaku industri, yaitu GoTo dari Indonesia dan Avanti Finance dari India.

Diskusi juga mempertemukan pandangan dari para pihak, baik dari regulator maupun industri, terhadap isu dan kendala yang muncul dalam rangka akselerasi inklusi keuangan digital untuk mendorong inklusi ekonomi.

Dengan memanfaatkan digitalisasi, inklusi keuangan dapat didorong untuk  meningkatkan produktivitas dan inklusivitas ekonomi yang berkesinambungan, khususnya pada pelaku UMKM, termasuk UMKM yang dimiliki oleh perempuan dan kaum muda.

Doni menyampaikan, faktor kemajuan teknologi, digitalisasi produk dan layanan keuangan, serta aktivitas bisnis online mendukung UMKM dalam mempertahankan pendapatan dan bisnis di tengah pandemi Covid-19. UMKM di Indonesia, katanya, terbukti mampu beradaptasi dengan cepat dan beralih ke bisnis berbasis digital.

Doni tidak asal bicara. Survei Bank Indonesia pada 2021 mengungkapkan bahwa 20 persen UMKM Indonesia mampu memitigasi dampak pandemi dengan melakukan digitalisasi bisnis atau usaha serta memanfaatkan media pemasaran online.  

Bahkan, Doni menambahkan, adopsi transaksi nontunai seperti kartu debit dan uang elektronik mengalami peningkatan pesat. Antara lain, tecermin melalui nominal transaksi QRIS Desember 2021 yang mencapai Rp27,7 triliun (atau meningkat 237 persen per tahun).

Dari seminar juga mengemuka bagaimana pentingnya untuk memelihara keseimbangan, antara mendorong inovasi layanan keuangan digital untuk meningkatkan inklusi keuangan dan mengelola risiko yang mungkin muncul.

Inklusi keuangan digital memang menjadi salah satu agenda prioritas Presidensi G20 Indonesia pada 2022.

Agenda Presidensi G20 Indonesia terkait inklusi keuangan pada 2022 akan berfokus pada Digital Financial Inclusion dan SME Finance, yang berdasarkan pada Financial Inclusion Action Plan (FIAP) G20 2020 dan mendukung tema Presidensi G20 Indonesia “Recover Together, Recover Stronger".

Agenda pengembangan UMKM menjadi salah satu isu utama dengan fokus pada pemanfaatan digitalisasi untuk meningkatkan produktivitas, stabilitas, dan inklusivitas ekonomi, khususnya UMKM yang dimiliki perempuan dan kaum muda. Seminar internasional ini dihadiri oleh masyarakat internasional maupun domestik yang merupakan perwakilan kementerian/lembaga, regulator, akademisi, organisasi internasional, asosiasi, dan masyarakat umum.

Pada kesempatan yang sama, Senior Financial Sector Specialist Bank Dunia Sharmista Appaya, menilai bahwa inovasi keuangan digital bisa memberikan manfaat sekaligus mengandung risiko. Menurutnya, inovasi keuangan digital, yang tumbuh begitu cepat perlu diimbangi literasi yang mumpuni agar dapat memitigasi risiko.

"Ada potensi risiko yang bisa merugikan di dalam melakukan inovasi produk keuangan digital. Bukan masyarakat saja yang bisa dirugikan, perusahaan yang melakukan inovasi keuangan digital juga bisa dirugikan," ujarnya.

Appaya menjelaskan, bagi masyarakat potensi risiko yang mungkin terjadi, antara lain, peretasan rekening, pencurian data pribadi, serta kekerasan verbal dan fisik dari tim penagih utang. Sedangkan bagi perusahaan, risikonya bisa dalam bentuk tertipu dengan identitas palsu yang digunakan nasabah sehingga terjebak transaksi tindak pidana pencucian uang.

"Sumber penyebab semua itu, adalah tidak seimbangnya kecepatan inovasi dengan tingkat pemahaman masyarakat akan mekanisme cara kerja dan risiko. Tidak seimbangnya kecepatan pembuatan regulasi yang menjadi payung hukum dan aturan juga membuat masyarakat rentan menjadi korban," ujar Appaya.

Mitigasi Risiko

Meski memberikan manfaat, kerugian dan kejahatan harus diantisipasi konsumen yang belum memahami mekanisme dan risiko layanan dari inovasi keuangan digital. Dalam konteks itulah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan 19 modul terkait literasi keuangan digital sebagai upaya menyeimbangkan inovasi keuangan digital dengan mitigasi risikonya.

"Kami telah melakukan upaya terus-menerus untuk menyampaikan literasi keuangan yang sangat efektif bagi komunitas kami, juga dengan cara berbicara di universitas," kata Imansyah selaku Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Imansyah memaparkan, modul-modul tersebut didistribusikan dalam bentuk buku, buku elektronik, video, dan game interaktif. Selain itu, dalam rangka mitigasi risiko keuangan digital, OJK juga menyediakan Fintech Center di berbagai universitas yang telah menandatangani perjanjian kerja sama.

OJK pun melakukan pembangunan kapasitas sumber daya manusia di sektor keuangan serta menyediakan fasilitas konsultasi harian terkait inovasi digital. Menurut Imansyah, untuk menyeimbangkan inovasi dan mitigasi risikonya dari keuangan digital terdapat tiga hal enting yang perlu dipertimbangakan dengan hati-hati, yakni inovasi, market integrity, dan aturan yang sederhana serta jelas.

 

Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari